"Gilaa!!" seru Kirani tanpa sadar, seraya menekap mulutnya dengan satu tangannya. Matanya terbelalak ngeri, melihat betapa menggetarkan akibat dari pertemuan dua pukulan dahsyat itu, di angkasa sana. Namun rupanya tak cukup sampai disitu.Krqtzzsh..!! Splatzzsh..!! Ternyata dua buah lidah petir Elang, terus menembus pusat benturan pukulan dahsyat itu. Blaartzzsh..!! Byarrsh..!! Dua kilatan petir itu langsung menghantam telak sosok Gardika. Setelah dua buah lidah petir lainnya ikut ambyar, bersama ledakkan bola cahaya putih milik Gardika. Sosok Gardika pun langsung ambyar, menjadi debu hitam saat itu juga. Weersshk..! Debu sosok Gardika langsung luruh dan terbang bersama angin, yang masih membadai di angkasa saat itu. Ya, Panglima Surya Gardika telah 'tewas', tanpa sempat bersuara sedikitpun..! 'Wahh..! Panglima Surya telah tewas olehnya..! Hebat..!' seru bathin Kirani, berdebar kagum dan senang. Dia merasa menjadi orang pertama, di antara para pendekar yang mengetahui kabar
'Aihh..! Dahsyat sekali..! Rupanya dia berasal dari dunia lain..! Tapi dunia yang mana..?!' bathin Kirani terkesima, seraya bertanya-tanya tentang asal Elang. Sepasang mata indahnya yang bening dan tajam, terus memperhatikan sepak terjang pemuda yang telah menarik perhatiannya itu. Kirani sendiri berada di sebuah pohon tinggi rimbun, tak jauh dari area pertarungan Elang dan dua panglima itu. Elang memang merasa harus melenyapkan semua Panglima Petaka. Karena menurutnya, merekalah penebar kekacauan di Tlatah Kalpataru dan Tlatah Palapa, yang sebenarnya bertetangga dekat itu. 'Paling tidak dengan musnahnya kelima Panglima Petaka ini. Peperangan besar antara tlatah Palapa dan Kalpataru bisa digagalkan, atau setidaknya tertunda dalam waktu yang cukup lama', pikir Elang. Sementara Gardika mulai terapkan aji 'Surya Obong Jagad'. Ajian yang merupakan ilmu kedua terdahsyatnya. Karena dia masih menyimpan ilmu pamungkasnya, untuk pukulan terakhir nanti. Sosok Gardika kini berada di tenga
"Kalau Mas Prayoga bilang begitu, maka apalagi yang bisa kami katakan. Saya setuju dengan pendapat Mas Prayoga. Kiranya selain Mas Prayoga, hanya Pendekar Lembah Tiga Naga Mandala sajalah. Pendekar yang pantas menduduki jabatan Ketua Persilatan di Tlatah Palapa ini. Kalian setuju?!" seru Ki Saptarengga memaklumi alasan penolakkan Elang. "Setujuu..!!" "Akuurrr..!! Pilihan Mas Prayoga nggak mungkin salah..!!" "Benar..! Setujuuu..!!" Dan akhirnya semua pendekar pun sepakat, untuk mengangkat Mandala sebagai Ketua Persilatan yang baru. Mandala pun tak bisa menolak, suara sepakat dari seluruh para pendekar itu. Dia sadar, memang harus ada yang mau berkorban. Untuk menjabat sebagai Ketua Persilatan di Tlatah Palapa. Agar tidak ada lagi kekacauan dan penyalahgunaan kedudukan, hanya demi uang dan kesenangan belaka. Akhirnya para pendekar segera membubarkan diri, dan berpencar kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Karena kondisi di wilayah sekitar Gunung Gemajiwo memang dira
Krrtzsk..! ... Krrtzsk..! Scraatzzshk..!!Tiga lidah petir menyambar dan langsung tergenggam seketika di tangan Elang. Sosok Elang merah membara sekujur tubuhnya, tanda energi besar petir telah menyatu dalam tubuhnya. "Uedann..!!" "Demi Hyang Widhi Yang Agung..!!" "Gilaa..!!" Hampir semua para pendekar, yang berada di belakang kumpulan pendekar utama berseru kaget dan takjub. Saat mereka melihat para murid Eyang Sepuh dan terutama Elang, mengeluarkan ajian dahsyat mereka. Untuk menggempur titik di sisi kiri kepungan musuh. "SEKARANGG..!! HIYAHH..!!" Scrattzzs..!! Elang memberi aba-aba, untuk melontarkan pukulan mereka. Sementara dia sendiri lontarkan tiga lesatan lidah petirnya. "Hiyaahh..!" Weershk..!! Kirani hempaskan tapaknya. "Hiyahh..!" Spraasskh..!! Mandala kiblatkan pukulannya. "Hiaahh..!!" Blaasthk..!! Sandi Lanang lontarkan pukulannya. Wushh..! Wesshh..!! ... Spyarsh..!! Dan para pendekar serta para ketua perguruan, juga ikut hantamkan pukulan jarak jauh mereka.
Splattzsk..! Seketika tergenggam di tangan Elang, sebuah anak panah diselimuti cahaya keemasan. Pada bagian ekor panahnya berbentuk cakra. Mata anak panahnya kini nampak jelas oleh Elang. Ternyata mata anak panah Ki Cakra Buana, adalah sebuah batu kristal keras bukan main. Dan memang itu adalah batu intan..! "Hahh..?! Ki Cakra Buana..?!" seru terkejut bukan main, dari beberapa tokoh pendekar dalam kalangan. 'Ki Cakra Buana' adalah pusaka legenda, yang telah lama dikabarkan lenyap dari Bumi Jawa. Milik seorang Raja bernama Prabu Salwapati, yang dahulu kala pernah berkuasa di wilayah antara Dhaka dan Galuga, di Tlatah Kalpataru. Sebuah pusaka yang begitu menggetarkan. Sehingga mendengar namanya saja, maka pasukan musuh akan gentar tercerai berai. Dan kini mereka melihat sendiri, Ki Cakra Buana berada dalam genggaman tangan Elang. 'Luar biasa..! Siapa sebenarnya pendekar yang mengaku bernama Prayoga ini..?!' bathin mereka. Kini mereka semakin penasaran dengan sosok Elang. 'Ki Cak
"SEMUA PENDEKAR..!! BERKUMPUL MERAPAT DAN BENTUK LINGKARAN..!!" seruan menggeledek, yang dilambari sugesti bathin Elang membahana. Mengatasi semua suara hiruk pikuk di seantero kalangan. Menggetarkan dada semua para pendekar, yang tengah dilanda kepanikkan dan kebingungan itu. Seketika itu pula. Bagai terhipnotis, semua para pendekar segera berkumpul, dalam satu lingkaran rapat di tengah kalangan. Bahkan para pedagang yang berada di sekitar area pun ikut berkumpul, dan masuk dalam kalangan. Karena otomatis mereka juga masuk, dalam jarak panah pasukkan Panglima Surya itu. Kini semuanya bagai menunggu arahan, dan komando dari Elang lagi. Elang segera terapkan aji 'Perisai Sukma'nya dengan energi penuh. Seketika sosoknya menyala hijau dengan sangat terangnya, lalu ... Slaaph..! Weerrsh..! Srrsshk...! ... Wrrshk..!! Elang melesat cepat sekali, dia mengelilingi lingkaran kalangan para pendekar sebanyak 7 kali. "Haahh..?!!" seruan kaget para pendekar langsung terdengar bergemuruh. D