Share

Sosok misterius.

Di atas altar, sosok hitam pekat yang misterius terkurung di dalam sebuah peti mati cahaya. Ia menatap keempat bawahannya yang berlutut padanya di bawah altar.

"Aura ini … tidak salah lagi!" Sosok itu berkata dengan dingin.

"Apa yang harus kita lakukan, Kaisar? Apakah orang itu akan bangkit kembali?" Keempat bawahannya terlihat sangat panik.

"Dia tidak mungkin bangkit kembali! Sepertinya, itu hanyalah sisa-sisa jiwa yang sedang mencari seseorang sebagai penerusnya.” Sosok misterius itu menjelaskan.

“ Tapi, aku rasa dia telah menemukan seorang penerus untuk menguasai elemen itu,” tambahnya.

Keempat bawahannya yang awalnya menghela napas lega, kembali menegang dengan wajah yang tampak serius.

“Kalau begitu, kita harus segera menemukannya dan membunuhnya sebelum orang itu berkembang menjadi lebih kuat!” usul salah satu bawahannya.

Sosok misterius itu terdiam sejenak, lalu menatap salah satu bawahannya yang berpenampilan seperti hologram. “Ignatius! Berhubung letakmu berada di benua selatan, maka kau yang harus menjalankan tugas ini!”

“Mohon arahannya, Kaisar!” sahutnya.

“Pergilah ke ujung dunia dari benua timur! Disitu terdapat sebuah alam yang tertutup oleh sebuah segel tingkat Nirwana, dan di dalam alam itu terdapat sebuah perkampungan yang dihuni oleh manusia. Bawalah gumpalan ini untuk menghancurkan segel itu!” Setelah sosok misterius itu berkata, gumpalan hitam sebesar kepala orang dewasa tiba-tiba saja terbentuk di kehampaan dan menuju ke arah bawahannya.

“ Apakah aku harus membunuh seluruh manusia yang ada di dalamnya?” tanya bawahannya.

“Tidak perlu! Kau cukup membawa seluruh wanita dan anak-anak di desa itu, sedangkan sisanya bisa kau bunuh! Serta, selidiki juga tentang siapa yang memiliki marga Hikaru di desa itu!” Ketika sosok itu menyebutkan marga Hikaru, tubuh keempat bawahannya itu langsung bergetar.

“Hikaru? Bukankah keluarga itu telah kita musnahkan, Kaisar?” tanya bawahannya.

“Kalian salah! Keluarga itu tidak mungkin musnah begitu saja. Seharusnya kalian mengetahui hal itu, bukankah dulu kalian sangat dekat dengan keluarga itu?” Sosok itu berkata.

“Sepertinya memang begitu!” gumam mereka.

“Ignatius, apakah kau masih ingat dengan orang yang dulu pernah membuatmu hampir mati? Sepertinya dia berasal dari keluarga keluarga Hikaru, dan dia juga berasal dari perkampungan itu!” Sosok itu kembali berbicara.

Mendengar hal itu, raut wajah dari sosok hologram itu menjadi dingin. Namun, sesaat kemudian senyuman licik tersungging di bibirnya.

“Sekarang, pergilah!” Sosok misterius itu menutup matanya.

“Baik, Kaisar!” Keempat bawahannya menghilang.

Setelah kepergian keempat bawahannya, sosok misterius itu kembali membuka matanya. “Ini semakin menarik! Benar 'kan, Lucio!” Aura kegelapan menyebar ke seluruh dunia.

Di suatu tempat di dalam hutan pegunungan.

Dua orang pria paruh baya berusia sekitar 50 tahun sedang beristirahat di dekat api unggun. Salah satu pria yang sedang termenung tiba-tiba menengadah ke langit.

"Aura ini …," gumamnya pelan. Namun masih bisa didengar oleh rekannya yang sedang menambahkan kayu pada api unggun.

Ia juga ikut menatap ke langit, dan berkata, "Apakah dia sudah bangkit kembali?" kemudian menatap rekannya yang masih memandang langit dengan serius.

"Aku juga tidak tahu. Namun firasat ku mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi!" jawabnya dengan raut wajah yang menunjukkan kekhawatiran.

"Kalau begitu, kita harus menemukan benda itu secepat!"

Di rumah Jiro.

Setelah selesai makan malam dan berbincang-bincang sebentar, Jiro pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan beristirahat. Baru beberapa menit saja Jiro merebahkan tubuhnya di kasur, ia langsung tertidur dengan nyenyak. Hal itu menandakan bahwa ia sangat kelelahan setelah seharian berlatih di hutan, dan melawan para binatang buas yang menguasai hutan tersebut.

Waktu berlalu dengan perlahan.

Jiro yang awalnya tidur dengan nyenyak, kini mulai menunjukkan perilaku yang aneh. Ia terlihat gelisah dengan keringat yang mengucur keluar dari tubuhnya, seperti sedang bermimpi buruk.

Kejadian seperti ini, seringkali dialami olehnya sejak beberapa tahun terakhir. Namun sepertinya kejadian kali ini merupakan yang terburuk, yang pernah terjadi pada Jiro.

Waktu terus berlalu hingga matahari mulai menampakkan dirinya.

Hah!

Jiro terbangun dengan napas yang memburu, keringat mengucur deras dari tubuhnya. Ia memegangi kepalanya yang saat itu masih mengingat kejadian sebelumnya.

"Mimpi macam apa ini?" Pikirnya.

Ia memegangi kepalanya untuk beberapa saat, kemudian mulai menenangkan dirinya dan mengerjapkan matanya untuk mengatur napas. "Sebaiknya, nanti malam aku harus menceritakan mimpi yang terus menghantuiku ini pada Ibu!" ucap Jiro dengan tegas, pada dirinya sendiri.

Jiro bangkit dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah Jiro selesai sarapan, ia pun berpamitan kepada ibunya untuk pergi ke hutan seperti biasanya.

Namun, kali ini Jiro pergi sendiri karena dia baru saja mendapat kabar bahwa Zia telah bermigrasi ke desa lain tanpa alasan yang jelas. Hal ini membuat Jiro kebingungan karena Zia tidak mengatakan padanya sebelumnya.

Benua tengah.

Terdapat sebuah bangunan besar yang berdiri kokoh dan terlihat mencolok di antara bangunan-bangunan lainnya. Bangunan itu merupakan pusat dari seluruh wilayah yang dikelilingi oleh tembok tinggi seperti benteng.

Wilayah itu disebut sebagai pusat pelatihan manusia. yang melatih para pejuang, untuk membasmi ras iblis dan melindungi manusia.

Di salah satu ruangan yang berada di gedung pusat. Seorang pemuda berdiri menghadap jendela berkaca, sambil memandang keluar dengan tangan di belakang punggungnya. Ia sudah berdiri di tempat itu selama setengah jam dan tampak sedang melamun.

"Sepertinya akhir-akhir ini kau sering melamun sambil menghadap ke arah timur. Apa kau merindukan kampung halamanmu?" Tanya pria dewasa yang baru saja memasuki ruangan, membubarkan lamunan pemuda itu.

"Paman, firasat ku mengatakan bahwa akan ada hal buruk yang terjadi pada desa," jawabnya dengan perasaan cemas.

"Mungkin itu karena kau merindukan desamu. Mengapa kau tidak mengambil hari libur saja selama sebulan? Paman bisa membantu mengerjakan tugasmu untuk sementara waktu," tawar pria dewasa itu sambil duduk di salah satu kursi kayu dalam ruangan tersebut.

Pemuda itu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak bisa, paman! Sebagai seorang pemimpin, kita memiliki tanggung jawab yang besar dalam organisasi ini, sehingga kita tidak bisa meninggalkan tugas kita begitu saja." Pemuda itu menghela napas sejenak kemudian melanjutkan, "Lagi pula, semua yang terjadi hingga saat ini adalah keputusanku! Paman pasti mengerti mengapa aku tidak pernah menemui mereka! hanya saja—," Ucapannya terhenti saat terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Masuk!" Perintahnya.

Terlihat wanita muda masuk ke dalam ruangan dengan membawa berkas laporan dan berkata, "Wakil Pemim—, kebetulan sekali, Pemimpin juga ada di sini. Aku ingin memberikan laporan selama beberapa hari ini."

Pemuda itu pun menerima berkas yang diberikan padanya dan mulai membacanya satu persatu, hingga tatapannya tertuju pada salah satu berkas yang membuat raut wajahnya menjadi serius.

Wanita itu langsung menjelaskan, "Itu adalah laporan yang kami terima langsung dari unit pemantau yang berada di perbatasan antara benua timur dan benua selatan."

Wanita itu berhenti sejenak, lalu kembali melanjutkan, "Menurut laporan yang kami terima, dikatakan bahwa beberapa orang yang sedang bertugas, melihat ada sekelompok ras iblis yang berjumlah ratusan sedang bergerak ke arah ujung benua timur. Mereka dipimpin oleh seseorang yang memiliki penampilan seperti manusia dengan pakaian serba merah. Beberapa pejuang telah dikirim untuk memantau pergerakan ras iblis tersebut, namun sampai sekarang tidak ada kabar dari mereka." Wanita itu menjelaskan.

Kedua pria yang mendengarkan penjelasan dari wanita itu pun seketika memicingkan mata. Pemuda itu lantas menatap ke arah pria dewasa yang masih duduk di kursi kayunya.

Merasakan tatapan dari pemuda itu, pria dewasa itu pun langsung berdiri dan menatap wanita itu. "Siapkan pasukan kelas tujuh!" Perintahnya. Kemudian keluar dari ruangan tersebut diikuti dengan wanita muda itu.

Setelah mereka keluar, pemuda itu lantas kembali menatap ke luar dari jendela. Dia mengepalkan tangan kanannya yang sedikit gemetar dan bergumam di dalam hati, "Semoga mereka baik-baik saja."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status