Share

Tragedi.

Di dalam rumah.

Jiro dan ibunya saling tertawa bahagia dalam waktu yang cukup lama, hingga tiba-tiba saja Jiro teringat akan sesuatu. Ia menatap Ibunya, dan berkata, “Jika Ayah dan ayah Zia mengorbankan diri dalam tragedi itu, mengapa Zia bisa lahir?”

Saat Elora ingin mengatakan sesuatu, pintu rumah tiba-tiba saja hancur ditendang oleh seseorang yang tidak lain adalah Bibi Fiona yang masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. "Gawat, Kak! Ras iblis sudah memasuki pemukiman dan menyerang para warga!" ucapnya dengan panik.

"Bagaimana mereka bisa menemukan keberadaan alam ini?" tanya Elora yang langsung berdiri karena terkejut. Demikian juga dengan Jiro.

Bibi Fiona menggelengkan kepala. "Kami tidak tahu bagaimana mereka melakukannya! Yang pasti, segel yang melindungi alam ini telah hancur!"

"Baiklah, kau bantu pejuang yang lainnya dulu! Nanti aku akan menyusulmu!" perintah Elora.

Bibi Fiona langsung mengerti maksudnya setelah menatap Jiro. Ia pun segera pergi.

Elora mengalihkan pandangan pada anaknya, dan berkata, "Ayo, ikut Ibu ke tempat persembunyian!"

"Tidak, Bu! Aku juga ingin berjuang melawan ras iblis agar bisa melindungi Ibu dan juga Bibi!" tolak Jiro dengan tegas.

"Jiro, dengarkan Ibu! Ras iblis sangat berbeda dengan binatang buas yang biasa kau lawan di hutan! Kau bahkan tidak akan sanggup melawan satupun dari mereka!"

Melihat ketegasan di mata Ibunya, membuat Jiro mengangguk pasrah dan terpaksa menuruti perkataan Ibunya.

"Baguslah! Kau lebih penurut dibandingkan orang itu!" Elora membawanya pergi ke tempat persembunyian yang berada di balik bukit di dalam hutan.

"Orang itu? Siapa?" tanya jiro, namun tidak digubris oleh Ibunya.

Lima menit kemudian….

Sesampainya di balik bukit, Ibu Jiro menunjuk ke sebuah batu besar yang berada di sebelah bukit tersebut. Cahaya putih keluar dari jarinya dan langsung masuk ke dalam batu besar itu.

Seketika, tanah di sekitar bergoyang seperti terjadi gempa bumi. Bagian depan bukit itu runtuh, hingga tercipta mulut gua yang didalamnya terdapat ruangan yang cukup luas dan juga terang.

"Masuklah kedalam! Ibu akan menjemputmu nanti, saat ibu selesai membunuh semua ras iblis yang menyerang desa!"

Jiro pun melangkah ke dalam ruangan tersebut. Melihat hal itu, Ibu Jiro tersenyum dan bergumam dalam hati, "andai saja dia juga penurut sepertimu." setetes air mata keluar dari matanya, namun buru-buru dihapus sebelum dilihat oleh Jiro.

Jiro berbalik menatap ibunya dari dalam ruangan dan berkata, "Ibu, berhati-hatilah! Aku akan menunggu Ibu disini!"

Ibu Jiro kembali tersenyum dan mengangguk. Lubang gua perlahan tertutup, ibu dan anak saling memandang. Ketika gua itu akan tertutup sepenuhnya Ibu Jiro berpesan, "jadilah pejuang yang hebat! Ibu akan selalu menyayangimu!" air matanya kembali menetes.

Melihat hal itu, sontak membuat Jiro kaget. Ia segera berlari keluar, namun sayangnya mulut gua itu sudah tertutup rapat dan tidak bisa dibuka lagi.

"Tidak, Ibu! teriak Jiro.

Di luar, Ibu Jiro mengeluarkan pedang dari dalam gelangnya. Ia melemparkan pedang itu ke kehampaan lalu melompat naik ke atas pedangnya. Pedang itu pun langsung memelesat terbang menuju desa.

Di desa.

Kekacauan terjadi dimana-mana, suara teriakan dan tangisan bergema. Banyak rumah yang mengalami kebakaran, dan para pejuang yang melindungi desa sedang berjuang melawan ras iblis sambil melindungi para penduduk.

Bibi Fiona saat ini sedang berhadapan langsung dengan pemimpin dari ras iblis yang berdiri di kehampaan. Pemimpin ras iblis tersebut berpakaian serba merah dan dikelilingi oleh energi api yang menandakan bahwa ia merupakan pengguna elemen api.

Sementara Bibi Fiona, kondisinya cukup memprihatinkan dengan napas yang tidak beraturan, raut wajah yang kelelahan, dan terdapat luka bakar di tangannya.

"Katakan, dimana keluarga dari orang itu!" desak pemimpin ras iblis.

"Jangan harap!" balas Bibi Fiona.

Pemimpin ras iblis memicingkan matanya, dan mengeluarkan bola api dari tangannya. "Kalau begitu, matilah!"

Bola api memelesat dengan cepat menuju Bibi Fiona. Meskipun tidak yakin dapat menahannya, ia tetap mengacungkan pedangnya ke atas dan hendak mengayunkannya.

"Tebasan Dewi Surga!"

Tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan. Energi pedang memelesat dan bertabrakan dengan bola api, hingga terjadi ledakan di kehampaan.

Sosok wanita cantik mendekat ke arah Bibi Fiona. "Kakak!" Bibi Fiona tersenyum ketika Elora, Ibu Jiro datang menghampirinya.

"Maaf, aku terlambat!" Ujarnya.

Bibi Fiona menggelengkan kepalanya lalu menunjuk ke arah pemimpin ras iblis. "Dia adalah pemimpin dari ras iblis yang telah menyerang desa! Kekuatannya tidak bisa diremehkan!" Keduanya menatap serius.

Pemimpin ras iblis memperhatikan wajah Elora lekat-lekat. Ia tersenyum, dan berkata, "pantas saja wajahmu terasa tidak asing! Ternyata kau adalah pejuang wanita yang dulunya dijuluki sebagai 'Dewi Pedang', yang telah menghilang tanpa kabar! Tidak kusangka akan bertemu denganmu disini!" ujarnya.

"Aku juga tidak menyangka, bahwa kau masih bisa hidup setelah berurusan dengan orang itu!" ejek Elora.

"Kau!" Pemimpin ras iblis mendengus, dan berkata lagi, "tapi kenyataannya, dia sudah mati dan aku masih hidup!"

"Setahuku, dulu kau sempat akrab dengannya. Mungkinkah—" ucapannya terhenti ketika Elora menebaskan pedangnya.

"Blaze!"

Dengan gerakan cepat, pemimpin ras iblis mengeluarkan pedangnya melalui api di tangannya, lalu mengayunkannya beberapa kali hingga menciptakan tebasan api yang cukup banyak.

Tebasan api langsung menghancurkan tebasan pedang milik Elora, dan sisanya terus memelesat menuju ke arah dua wanita tersebut.

"Pedang Yang Menawan, Tebasan Dewi Pesona!"

Elora kembali menebaskan pedangnya. Tebasan itu memancarkan aura mistik, membuat siapapun yang melihatnya akan mematung seperti terkena hipnotis. Bahkan ras iblis di sekitar pun langsung mematung begitu melihatnya, memberikan Fiona kesempatan untuk langsung memenggal kepala para iblis tersebut.

"Jadi ini, teknik pedang andalanmu yang banyak dibicarakan orang! Akan tetapi, teknik seperti itu tidak akan berpengaruh padaku!" ucap pemimpin ras iblis.

Ia kemudian melapisi pedangnya dengan api yang sangat panas, lalu diayunkan dari atas ke bawah.

"Tejas!"

Tebasan api memelesat dengan cepat. Dua tebasan beradu di kehampaan, berusaha saling menghancurkan satu sama lain. Elora terus mengendalikan tebasan pedangnya dengan sekuat tenaga.

Sementara Pemimpin ras iblis masih terlihat santai dan membiarkan tebasan apinya didorong terus menerus.

"Sesuai yang dirumorkan, kau bahkan bisa memaksaku untuk menggunakan tebasan kedua dari teknik ini," ucap Pemimpin ras iblis dengan sombong.

"Tebasan Kedua!" Pedangnya kembali ditebaskan secara horizontal, hingga membentuk tebasan api yang sama seperti sebelumnya, dengan posisi mendatar.

Tebasan itu memelesat menuju tebasan api sebelumnya dan menyatu menjadi tebasan silang. Seketika, tebasan pedang milik Elora hancur, sampai membuat Elora memuntahkan darah dari mulutnya. Tak berhenti disitu, tebasan api silang memelesat dengan cepat ke arah Elora yang sudah tersungkur di tanah.

Ketika jarak tebasan tersebut tersisa beberapa meter lagi dari Elora, Bibi Fiona langsung berdiri didepan dengan perisai di tangannya.

Suara ledakan pun terdengar ketika tebasan api menabrak perisai milik Bibi Fiona. Asap menyebar kemana-mana, hingga menghalangi pandangan semua orang.

Pemimpin ras iblis mengibaskan tangannya untuk menghilangkan asap di sekitar. terlihat dua wanita yang kini tergeletak di tanah dengan keadaan yang cukup memprihatinkan.

"Kuat sekali!" batin Bibi Fiona. Perisai yang dia gunakan sudah hancur dan tangannya bergetar seperti mati rasa. Kedua wanita itu mencoba bangkit berdiri walaupun tubuh mereka terasa sangat sakit.

"Harus kuakui, kalian cukup tangguh karena dapat bertahan sampai sejauh ini! Berbeda dengan pejuang pria lainnya yang kini telah menjadi abu." Pemimpin Ras Iblis mengacungkan pedangnya ke langit.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status