LOGINEkspresi Andrew memanas. “Anda keras kepala! Semua orang lihat sendiri kondisinya membaik. Anda saja yang tidak bisa menilai. Apa Anda buta?!”
Gregory menatap Marcus dengan nada menasihati. “Keterampilan medis memang berbeda-beda, tetapi seorang praktisi harus objektif. Jangan menyimpulkan berdasarkan dugaan. Sikap semacam itu hanya akan membuat Anda menjadi dokter yang dapat merugikan orang lain.” Marcus Reed tetap tenang. “Kalau begitu, coba cabut jarum-jarumnya.” Andrew langsung meledak, “Guru, jangan dengarkan dia. Tidak ada kualifikasi, tapi berlagak paling tahu!” Richard tak sabar lagi. “Keluar! Dengan hadirnya Tuan Hayes, kami tidak butuh komentar liar! Jangan ganggu di sini!” Marcus tidak bergerak. Ia hanya menatap Gregory, mata tenang dan jernih. Gregory menahan tatapannya beberapa saat, seolah menimbang-nimbang sesuatu. Kemudian ia berbalik dan mencabut jarum satu per satu. Awalnya, Henry tampak stabil. Ia bahkan mengatur napas dan mencoba berbicara. “Mengapa kau mengusirnya? Walaupun dia mungkin salah, niatnya baik. Dia...” Kalimat itu terputus. Henry tiba-tiba menarik napas panjang, keras… lalu - “Kkh-! Kkh! KHHH!” Batuk hebat mengguncang seluruh tubuhnya. Lebih parah dari sebelumnya. Wajahnya berubah ungu. Napasnya seperti disedot keluar dengan paksa dari dadanya. Semua orang langsung panik. “KAKEK!” “Ayah!” “Cepat panggil dokter lain!” Semua mata otomatis kini tertuju pada Gregory. Gregory tampak terkejut. “Bagaimana mungkin? Saya jelas sudah menggunakan teknik yang benar…” Marcus Reed menatap Gregory Hayes dan berkata tenang, “Anda menggunakan Metode Penjaruman Tujuh Bintang, teknik yang sangat baik. Sayangnya, Anda hanya menggunakan versi yang disederhanakan, kehilangan dua jarum penting. Tanpa itu, khasiatnya jauh melemah.” Gregory menoleh cepat, terkejut. Pemuda ini bukan hanya mengenali tekniknya sekilas, tetapi juga mengetahui bahwa versi yang ia pakai adalah versi ringkas. Gregory hampir terdengar seperti meminta arahan. “Meski versi sederhana, tujuan akupunktur saya adalah mengatur napas dan meredakan asma. Mengapa reaksinya justru seperti ini?” Marcus menjawab santai, seolah menjelaskan hal mendasar, “Karena aliran qi seharusnya dilepaskan, bukan disumbat. Beberapa titik yang Anda pilih malah memerangkap qi. Begitu jarum dicabut, qi itu meledak keluar lebih keras.” Ia memberi perumpamaan sederhana, “Bayangkan labu di dalam tangki air. Anda bisa menekannya ke dasar, tetapi begitu dilepas, ia melompat lebih kuat ke permukaan. Prinsipnya sama.” Gregory terdiam, rautnya sulit dipercaya. “Titik akupunktur saya… salah?” Marcus menatap Henry, yang kini nyaris tidak bernapas, wajahnya sudah mendekati warna abu-abu. Tanpa menunggu persetujuan siapa pun, Marcus maju ke samping tempat tidur, mengambil jarum perak, dan berkata tegas, “Jarum pertama tidak boleh di Danzhong. Seharusnya di Shenfeng.” Pergerakannya cepat. Jarum ditusukkan dalam satu gerakan gesit dan presisi, tiga poin kedalamannya, tepat pada pusat titik. Gregory tersentak. Jarum perak sangat lentur - namun pemuda ini menusukkannya sebersih itu dalam satu hentakan. Bahkan ia pun tak mampu melakukannya sebaik itu. “Jarum kedua, titik Buling.” Tangan Marcus bergerak tanpa ragu. Jarum-jarum berikutnya masuk berurutan, setiap tusukan membentuk pola akupunktur yang rumit namun rapi, seperti aliran angin yang mengikuti jalur alami. Richard hendak menghentikannya, tetapi Gregory langsung menahan lengannya. “Jangan bergerak,” katanya pelan, matanya tak berkedip menatap Marcus. Semakin lama Gregory melihat, semakin besar keterkejutannya. Hingga akhirnya, ia menarik napas panjang dan berseru, “Teknik Resusitasi!” Ruangan hening. Semua orang menatapinya. Teknik Resusitasi adalah salah satu dari tiga teknik akupunktur paling unggul di dunia - rahasia besar dalam dunia pengobatan tradisional. Bahkan sebagian dokter terkenal hanya pernah mendengar namanya saja. Dan pemuda ini menggunakan teknik itu dengan lancar. Setelah menancapkan jarum terakhir, Marcus menekan dua titik penting di dada Henry. Hanya beberapa detik kemudian, tubuh Henry yang tadinya tegang langsung melonggar. Napasnya mengalir panjang, stabil. Wajahnya yang pucat keunguan perlahan berubah menjadi merah segar. Ia hidup kembali. Marcus menarik tangannya, membantu Henry Blackwood rebahan dengan nyaman. Lalu ia menoleh pada Gregory dan tersenyum tipis, “Benar. Itu memang Teknik Resusitasi.” Suasana ruangan berubah aneh. Kalau Gregory yang mengatakan hal itu pada muridnya, itu wajar. Tetapi ketika Marcus Reed - seorang pemuda tanpa izin praktik - mengatakan itu kepada salah satu dari Empat Dokter Agung… Semua orang merasakan kejanggalannya. Richard, Victoria, bahkan para perawat saling menatap. Mereka tidak tahu apa itu Penjaruman Tujuh Bintang, apalagi Teknik Resusitasi, tetapi mereka melihat kenyataannya: Henry Blackwood hampir mati beberapa menit lalu. Sekarang, napasnya stabil dan warna kulitnya kembali normal. Dan Gregory Hayes - dokter terkenal yang sangat dihormati - terdiam dengan ekspresi terkejut seolah menyaksikan keajaiban. Ia yang memberikan diagnosis salah. Ia yang menggunakan titik akupunktur keliru. Ia yang dipulihkan reputasinya oleh seorang pemuda yang ia remehkan. Richard terpaku. Di matanya, tercampur rasa syukur, shock, dan kekaguman yang belum sempat ia pahami. Ia merasa lega karena pria yang tiba-tiba dikenalkan putrinya ternyata memiliki kemampuan medis luar biasa. Marcus Reed bahkan berhasil menyelamatkan nyawa sang Tuan Tua. Namun, di balik rasa lega itu, ada kegelisahan lain. Setelah kejadian hari ini, upayanya untuk menjauhkan pria itu dari putrinya hampir pasti tidak akan mendapat restu dari sang Tuan Tua. Victoria Cross hanya bisa terpaku. Ekspresinya memancarkan keterkejutan yang tidak bisa ditutupi. Pria yang tadi ia tarik begitu saja dari pinggir jalan… ternyata sehebat ini? Benar-benar sepadan dengan lima puluh ribu itu! Sementara itu, Gregory Hayes menatap Marcus Reed dengan sorot mata penuh minat, sama sekali tidak disembunyikan. Dengan sikap hormat, ia bertanya, “Boleh saya tahu nama Anda, Tuan?” “Marcus Reed.” Gregory Hayes mengangguk kecil lalu bertanya lagi, “Jika boleh tahu, siapa guru Anda?” “Saya hanya tahu nama belakangnya, Thornton,” jawab Marcus. Gregory mencoba mengingat nama itu, tetapi tidak menemukan catatan tentang dokter terkenal yang bermarga Thornton. Ia akhirnya menyerah dan memutuskan untuk tidak memaksakan ingatan itu. “Saya berterima kasih sedalam-dalamnya, Tuan Reed. Anda menyelamatkan saya dari kesalahan besar hari ini. Benar-benar terima kasih.” Marcus tersenyum santai. “Tidak perlu berlebihan.” Gregory menunduk hormat. “Akupunktur memang bisa meredakan kondisi Tuan Tua, tetapi tidak menghilangkan akar masalahnya. Apakah Anda punya saran lain?” Marcus mengangguk pelan. “Jika digabungkan dengan obat dan pengobatan rutin, peluang pulih tetap ada.” Mendengar itu, mata Gregory sedikit berbinar. Ia segera meminta Andrew Fischer mengambil kertas dan pena. Tanpa menunggu lama, ia menuliskan resep yang terlintas di kepalanya, lalu menyerahkannya dengan dua tangan kepada Marcus. “Ini resep saya. Mohon arahannya.” Marcus memeriksanya dengan teliti lalu tersenyum tipis. “Resep yang saya buat hampir sama. Hanya ada satu tambahan - lima belas gram litsea cubeba.” “Litsea cubeba…?” Gregory menggumam pelan, pikirannya melayang-layang mencoba memahami. Resep itu sangat krusial bagi kesembuhan Henry Blackwood. Karena itu, tidak seorang pun berani menyela, meskipun ekspresi wajah mereka mulai berubah aneh. Gregory Hayes… benar-benar bertanya pada Marcus Reed? Apakah kemampuan Marcus Reed bahkan melampaui Gregory? Pandangan Victoria Cross langsung berubah. Tatapannya pada Marcus berkilat cerah, seolah-olah ia baru menemukan sesuatu yang benar-benar luar biasa. Pria macam apa yang tadi ia tarik begitu saja dari jalan? Saat Gregory semakin larut dalam analisisnya, mata itu tiba-tiba berbinar cerah. Ia menepukkan tangannya kuat-kuat.Seorang pria paruh baya berusia empat puluhan memimpin di depan, diikuti dua pengawal yang memapah seorang lelaki tua berambut perak berusia enam puluhan.Wajah lelaki tua itu merah padam, napasnya cepat dan pendek. Tubuhnya bersandar lemah pada pengawal dengan mata terpejam rapat, ia terlihat sangat menderita dan tak berdaya.Ekspresi Gregory berubah tegang. "Tuan Lawson!"Pria paruh baya itu berkata dengan suara berat, "Cepat obati Ayahku! Sembuhkan dia, dan kau akan aku beri hadiah uang satu juta!""Baringkan beliau dulu," perintah Gregory.Setelah lelaki tua itu dibaringkan, Gregory segera memeriksa denyut nadinya. Seketika, alisnya langsung berkerut dalam.Pria paruh baya itu bertanya tidak sabar, "Bagaimana?"Wajah Gregory tampak serius. "Qi dan darahnya kacau balau, kelima organ dalamnya mengalami kerusakan. Apakah beliau mengalami cedera akibat benturan tenaga dalam?"Ekspresi lega terlintas di wajah pria paruh baya itu. "Benar! Kau bisa mengobatinya?"Gregory tersenyum kecut.
Victoria tiba-tiba terdengar kesal. "Kau tidak lupa kalau kita sedang pura-pura pacaran, kan? Berpakaianlah yang rapi, sesuaikan dengan gayaku. Apa itu susah?!" Marcus mengerjap. "Tapi kontrak dua jam kita waktu itu sudah berakhir, kan? Bukannya sekarang kita cuma fokus pada pengobatan Kakekmu saja?" Victoria sebelumnya telah membayar lima puluh ribu agar Marcus berpura-pura menjadi pacarnya selama dua jam, dan kesepakatan itu sudah selesai. Dalam pikiran Marcus, bayaran lima ratus ribu yang ia terima itu, murni untuk biaya medis Tuan Besar Henry. Victoria terdiam sejenak, lalu berkata, "Selama masa pengobatan ini, kau harus terus berpura-pura jadi pacarku. Kalau tidak, sandiwaranya akan terbongkar. Aku bisa bayar lebih, sebut saja harganya." 'Terus berpura-pura jadi pacar?' Apakah dia dianggap aktor profesional? Di satu sisi dia jadi suami kontrak Emma Sterling, di sisi lain jadi pacar pura-pura Victoria Cross? Setelah berpikir sejenak, Marcus berkata, "Lupakan soal uang t
Nyali Nathan langsung ciut. Keringat dingin muncul di dahinya. Ia buru-buru mengambil kembali folder itu dari meja Marcus sambil memaksakan senyum kaku di wajahnya."Salah paham, salah paham. Aku benar-benar ingin membantumu agar cepat memahami bisnisnya. Tapi karena kamu tidak mau, ya sudah. Aku akan kerjakan sendiri..."Marcus Reed menyeringai, tak perlu lagi berpura-pura. Akulah orang dalam yang tertinggi disini! Kalau kau berani, pergilah mengadu pada Emma Sterling!Tidak punya nyali?Kalau begitu diam!Nathan Clark menyelinap pergi, lalu masuk ke kantor Ketua Tim Brett Palmer. Tak lama kemudian, Brett Palmer datang ke meja Marcus Reed membawa folder, wajahnya tegas."Karena kamu menolak bantuan Nathan Clark, berarti kamu sudah cukup familiar dengan bisnis ini. Karena kamu baru datang, rasanya tidak realistis memintamu untuk membuka pasar baru. Folder ini berisi semua data detail peralatan medis yang dijual tim kita, beserta daftar pelanggan yang sudah jadi. Kamu cukup kerjakan da
Setelah selesai mandi, Marcus Reed mengeringkan rambutnya, mengenakan kaus dan celana pendek, lalu naik ke tempat tidur. Ia melirik Emma Sterling yang sedang berpura-pura tidur di lantai. Marcus tak bisa menahan rasa gelinya. Wanita pada umumnya pasti akan memilih tidur di kasur empuk dan menyuruh si pria tidur di lantai. Namun, Emma tanpa ragu menawarkan tempat tidur itu kepada Marcus. Wanita itu mungkin terlihat dingin dan angkuh, tetapi ia bersikap rasional dan memiliki harga diri yang tinggi. Harga dirinya bukan berasal dari kecantikannya, melainkan dari hatinya yang bijaksana. Marcus, yang rambutnya belum sepenuhnya kering, bersandar di kepala tempat tidur dan mulai memainkan ponselnya. Tiba-tiba, Emma berbicara dari lantai dengan suara lirih, "Bisakah kau... tidak menggunakan bathtub?" Marcus terkejut. Nada bicaranya terdengar seperti sedang bernegosiasi? "Baiklah, aku akan pakai shower saja." Emma menghela napas lega. Ia tidak fobia kuman, tetapi membayangkan pria as
"Kakek, ini surat nikah kami." Emma Sterling meletakkan dua surat nikah ke tangan Thomas Sterling, dan Thomas Sterling melihatnya dengan senyum di wajahnya, "Nah, sekarang kalian sudah mendapatkan surat nikah, sekarang kita perlu memilih tanggal untuk resepsi pernikahannya…" Emma Sterling menjawab sambil tertawa, "Kakek, jangan adakan resepsi pernikahan dulu untuk saat ini, lagipula, ini terjadi begitu mendadak. Pertama, akan mudah menimbulkan kritik, dan kedua, Kakek harus memberi kami waktu untuk saling mengenal satu sama lain dan memupuk perasaan, kan?" Thomas Sterling berkedip, tatapannya tertuju pada Marcus Reed, "Marcus, bagaimana menurutmu?" Marcus Reed berkata sambil tersenyum, "Aku setuju dengan pendapat Emma. Selain itu, aku tidak tahu ke mana Guruku pergi. Aku juga bahkan tidak punya orang tua yang bisa menghadiri acara pernikahanku." Thomas Sterling menganggap itu masuk akal, surat nikah sudah didapat, dan mengadakan resepsi hanyalah formalitas, sesuatu yang dilak
"Emma, aku ingin menanyakan sesuatu. Apa kau punya saudari perempuan atau semacamnya..?"Tatapan Emma Sterling tiba-tiba menjadi dua derajat lebih dingin, rasa jijik di dalamnya hatinya membuncah seketika.Melihat kau tak bisa menikahiku, kini kau malah ingin mengincar saudari perempuanku?Pikiranmu benar-benar kotor!Emma Sterling menjawab dengan dingin, "Tidak, aku anak tunggal."'Tidak?'Kalau begitu, Victoria Cross dan Emma Sterling yang mirip bagai pinang dibelah dua itu. Apa mungkin Emma Sterling punya saudari kembar yang hilang tanpa diketahuinya ? Atau itu hanya sekadar kebetulan saja wajah mereka serupa?Marcus Reed merasa aneh dan mulai berusaha menjelaskan, "Emma, aku rasa ada kesalahpahaman di antara kita. Saat itu di pintu masuk perumahan, ucapan yang aku sampaikan padamu, itu karena aku bertemu dengan seorang wanita..."Marcus Reed belum selesai menjelaskan ketika Emma Sterling dengan tak sabar memotongnya dengan nada dingin, "Marcus Reed, hubunganku denganmu tidak lebih







