Share

Charm

Author: Rucaramia
last update Huling Na-update: 2025-04-18 17:59:50

Riri melempar selimut yang menutup tubuhnya, kedua matanya memang seperti sudah otomatis terbangun ketika pagi telah tiba. Wanita itu kemudian menuju lemari pakaian untuk mengambil handuk dan pakaian ganti lalu beranjak ke kamar mandi.

Lima belas menit kemudian wanita itu keluar dari kamar mandi dengan memakai sebuah gaun tipis berwarna ungu berlengan pendek sebatas lutut. Riri beranjak mengambil tas yang dia gunakan semalam untuk kemudian memeriksa ponsel yang dari semalam belum dia keluarkan dari sana.

Tapi ada satu hal yang membuat dia tertegun. Sebuah benda asing ada di dalam sana. Benda itu terasa asing lantaran dia tidak pernah membeli atau memilikinya. Sebuah kotak beludru. Penasaran, Riri mengambil benda itu dan membuka isinya. Seketika ingatan kejadian berputar kembali.

Tentang bagaimana caranya dia mendapatkan kotak berisi cincin yang tiba-tiba saja diberikan kepadanya oleh seorang pemuda berkacamata. Pria itu tampak muram, tetapi walau begitu tidak menghilangkan ketampanannya.

“Jangan memikirkannya!” Riri menghalau bayangan pria tak bernama yang ditemuinya tadi malam.

“Tapi ini cantik sekali,” gumam Riri sambil mengeluarkan cincin tersebut dari dalam kotak. “Sayangnya aku mendapatkannya dengan cara aneh seperti itu.” Riri kemudian menyematkan cincin itu di jari manisnya dan mendapati bahwa cincin itu terlalu besar untuk ukuran jarinya. “Cincin ini memang bukan punyaku, wajar saja ukurannya tidak pas,” sahutnya sambil menghela napas. “Kalau ada kesempatan aku ingin mengembalikan ini kepada pemiliknya. Meski dia bilang memberikannya padaku tapi aku tidak bisa menerimanya begitu saja kan? yang jadi masalah sekarang adalah dimana aku bisa menemukan pemiliknya?”

Saat sedang sibuk memperhatikan cincin tersebut tiba-tiba saja ponselnya berbunyi.

“Ya, ada apa?” sahut wanita itu ketus.

“Kau dimana?” tanya seseorang dibalik sambungan telepon.

“Di rumah,” jawab Riri meski agak bingung dengan maksud pertanyaan orang itu.

“Hari ini kau sibuk tidak?”

Mendengar hal itu Riri tiba-tiba mendapatkan firasat.

“To the point saja, ada apa?”

“Baguslah kalau kau mengerti. Hari ini aku tidak bisa ke toko, jadi aku minta kau jaga tokoku ya. Itung-itung biar ada kegiatan.”

Nah kan, dugaan Riri tidak pernah salah. Orang itu selalu saja cepat tanggap kalau masalah memanfaatkan sumber dayanya sebagai manusia.

“Doni…,” Riri mendecak, menyebut namanya. Orang yang paling tidak ingin dia sebut sebetulnya. Tapi karena dia adalah sang sepupu dan rumahnya tidak jauh dari toko orang itu. Maka mau tidak mau, Riri kerap kebagian getahnya untuk sesekali membantu persoalan orang itu.

“Kau harus membayarku dengan mahal kali ini,” timpal Riri.

“Iya, iya. Aku tahu. Tapi sekarang bisnisku sedang tidak berjalan terlalu lancar. Nanti kalau sudah berjalan aku akan membayarmu kok, tenang saja. okay?”

"Kau kan tahu sendiri kalau—"

“Iya, aku tahu. Tidak usah diulang lagi. Kepalaku rasanya mau pecah kalau kau mengomel terus. Oh… aku juga punya sesuatu di toko yang waktu itu kau pesan. Aku sudah siapkan jadi sekalian bisa kau ambil juga,” potong Doni cepat sebelum Riri sempat menyelesaikan kalimatnya.

Mendengar ‘sesuatu’ di toko sepupunya Riri akhirnya memilih untuk menyerah. “Baiklah, tapi aku ingatkan kalau benda itu tidak cocok dengan permintaanku maka kau akan aku bunuh.”

“Hehe… dicoba saja dulu siapa tahu cocok. Sampai jumpa lagi, sepupu. Kali ini baik-baiklah pada mereka,” pesan Doni sebelum hubungan telepon di matikan.

“Selalu saja seenaknya.”

***

“Halo?”

“Yo, Angga! Selamat siang oh? Kurasa sudah sore sih sekarang,” kata seseorang di balik telepon. Dia terkekeh dan Angga melirik ke arah jam dinding di ruangan tersebut. Memang sudah pukul tiga sore saat itu. Dari suaranya yang sangat familiar Angga bisa menebak siapa orang iseng yang menghubunginya dengan nomor baru kepadanya saat ini. Tidak lain tidak bukan, temannya yang dulu pernah satu kerjaan meski mereka kemudian berpisah karena keduanya memutuskan resign dan melanjutkan hidup masing-masing.

“Doni, ada apa menelepon?” Meski Angga sebetulnya malas untuk berbasa-basi dengan orang itu, tetapi dia menahan keinginannya untuk menutup telepon dan justru malah menanyakan keperluan pemuda itu kepadanya.

“Masih menganggurkan kau? Aku butuh sedikit bantuan,” kata Doni lagi.

“Bantuan apa? kalau pinjam uang tidak ada.”

“Hei kau sensitif sekali, kenapa kau ini? putus cinta ya? hahaha…” Tawa renyah terdengar dari sana dan seketika Angga mengerutkan keningnya. Dia tampak seperti sedang diolok-olok oleh lelaki yang usianya lebih tua dari Angga.

“Mau mati, kau bangsat!”

“Hei… santai bro, oh? Jangan-jangan betulan.”

“Jangan dibahas.”

“Sorry, aku tidak tahu kalau itu betulan terjadi. Katakan padaku, apa yang terjadi? Kau bertengkar lagi dengan pacarmu?”

Angga menggeleng, meski seseorang di balik telepon tidak akan mengetahuinya. “Aku dicampakan bahkan sebelum aku sempat melamarnya.”

“Kau—apa? hei bung, bukankah itu langkah yang besar? Maksudku kau kan—”

“Aku tahu, aku pengangguran tidak punya masa depan. Dan sekalinya punya uang dari hasil kerja serabutan. Aku tahu. Tidak usah di perjelas,” ungkap Angga sarkas.

“Dengar, putus cinta bukanlah akhir dunia kau tahu. Kau boleh bersedih tapi jangan berlarut-larut. Hidupmu masih panjang dan ada banyak perempuan yang kurasa bersedia menggantikan posisi mantanmu itu. Siapa tahu kau sudah bertemu dengannya belum lama ini.”

“Bicara apa sih kau bangsat. Langsung saja bantuan apa?”

“Sepupuku sedikit resek hari ini. Dia kusuruh menjaga toko-ku, tapi setelahnya dia terus-terusan menerorku. Aku jadi tidak bisa fokus. Karena itu aku meneleponmu supaya kau membantu dia.”

Angga menarik telepon yang beberapa saat lalu menempel di telinganya dan menatap benda itu lekat-lekat seolah-olah dia betulan sedang menatap lurus ke arah orang yang sedang meneleponnya. “Memangnya apa yang bisa aku lakukan untuk membantu dia? Kenal saja tidak.”

“Tidak tahu, pokoknya kau pergi sajalah ke toko dan lakukan Sesutu. Aku sedang diluar sekarang dan tidak memungkinkan untuk pulang. Intinya kau akan tahu apa yang bisa kau lakukan kalau kau sudah bertemu dia secara langsung. Kalau kau belum kenal yang kenalan saja sekalian. Sekilas info saja dia juga baru putus dengan pacarnya lho,” Setelah menjelaskan sesuatu seperti itu Doni langsung menutup teleponnya. Bahkan tanpa merasa perlu mendengar jawaban dari Angga.

“Tidak jelas si bangsat itu. Apa pula tiba-tiba menyuruhku datang ke tokonya segala,” sungut Angga tetapi meski begitu dia tetapi beranjak dari posisinya segera. Kalau dipikir memang dia juga tidak punya kegiatan, jadi sekalian saja kalau dia ke toko si Doni kemungkinan dia jadi bisa sedikit mengeluarkan pemikiran yang tidak perlu dari kepala.

Kalau sudah seperti ini tidak ada pilihan lain selain melihat sendiri apa yang terjadi. Dan orang itu mungkin ada benarnya. Berkenalan dengan orang baru mungkin akan membuat Angga bisa sedikit melupakan kejadian menyakitkan semalam.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Sang Pemuas Hasrat Wanita Kesepian   Penyelamatmu

    Riri melangkah masuk ke dalam kedai dan langsung mengedarkan pandangannya mencari seorang pria yang beberapa saat lalu menghubunginya untuk bertemu.“Mencari seseorang, Kak?” seorang pramusaji bertanya padanya.Riri menganggukan kepala. “Ya, temanku. Dia mengajakku bertemu disini tetapi sepertinya dia belum datang,” kata Riri menjelaskan.“Mungkin dia terlambat, Kakak bisa duduk dulu sambil menunggu temannya datang,” saran si pramusaji sambil memberi Riri isyarat untuk mengikutinya lalu dia pun di tempatkan di sebuah meja yang berada cukup dekat dengan jendela agar Riri bisa memantau kedatangan Angga juga supaya lelaki itu bisa langsung melihatnya kalau dia datang.“Terima kasih,” kata Riri kemudian.“Mau pesan sesuatu dulu sambil menunggu?” kata si pramusaji lagi setelah Riri duduk nyaman di kursi. “Kami menyediakan banyak hidangan manis yang enak untuk teman minum teh.”Tentu saja Riri tahu itu karena ini kali keduanya, jadi pada akhirnya Riri putuskan untuk memesan teh hangat dan s

  • Sang Pemuas Hasrat Wanita Kesepian   Prioritas

    Angga tahu bahwa suaranya menggapai wanita itu tadi, tetapi nampaknya dia memilih untuk abai. Dia bergeming dan meneruskan langkahnya tanpa menoleh sedikit pun pada Angga. Memang seharusnya begitu. Yang tidak lazim adalah dirinya yang masih saja bereaksi padahal wanita itu sudah memutuskannya dengan kejam. Aneh baginya untuk berperilaku seperti pecundang begini gara-gara perempuan.Menyadari ekspresi murung Angga, Riri kontan mengulurkan tangannya guna menggenggam erat jemari Angga yang perhatiannya teralihkan oleh kehadiran si mantan. Memberikan dukungan tanpa kata terhadap pria yang dia cinta. Dia hanya bisa menghela napas, dia pikir segalanya akan berubah seiring waktu. Tetapi setiap kali mereka tidak sengaja berpapasan dan bertemu meski tidak direncanakan Angga selalu saja bersikap demikian. Suasana hati lelaki itu sudah pasti kembali tak karuan karena kemunculan wanita itu disini.“Sebaiknya kita pulang,” kata Angga kemudian.“Tidak, Angga. Kalau kita pulang kau pasti akan kembal

  • Sang Pemuas Hasrat Wanita Kesepian   Sarapan Bareng

    Pagi itu, Riri tidak dibangunkan oleh dering nyaring dari jam weker berbentuk hello kitty kesayangannya. Melainkan oleh benda elektronik berwarna purple metallic yang dia letakan di atas nakas di samping ranjang sebelum dia tidur semalam. Dengan kantuk yang masih menggantung di matanya, wanita berambut hitam tersebut meraih ponsel yang berdering nyaring tersebut tanpa melihat siapa yang memanggilnya di pagi buta.“Ya, Hallo?”“Selamat pagi, Riri.” Suara dari si penelepon langsung secara kontan membuat seluruh kantuk yang ada di matanya hilang seketika. Dia menarik ponsel tersebut dari telinga untuk memastikan bahwa dia tidak sedang bermimpi sekaligus mengkonfirmasi kalau dia tidak salah dengar. Dan ternyata memang benar, dia tidak salah menduga. Kontak yang dia namai dengan Calon pacar tertera di layar ponselnya.“Angga?”“Ya, ini aku.”“Ada apa menelepon pagi-pagi begini?”“Aku cuma mau mengucapkan selamat pagi,” jawab lelaki itu yang seketika membuat senyum Riri merekah dan tentu s

  • Sang Pemuas Hasrat Wanita Kesepian   Dikerjai Sampai Lemas

    Sinting betul! Akal Angga seakan sengaja dibuang jauh-jauh oleh dirinya sendiri.“Angga sudah… nghhh!”Larangan Nana sudah Angga hiraukan, karena kini jari Angga baru saja meluncur dengan mudah ke dalam liang belakangnya. “Gampang juga masuknya, kau memang suka kalau aku sentuh disini kan?”Kedua mata nana rasanya bergulir ke belakang, tidak menyangka dengan sensasi menyenangkan yang bisa dia dapat akibat dari sumpalan jari Angga pada liang belakangnya. Lidahnya pun bahkan menjulur ke luar memperlihatkan seberapa hilang akalnya. Berusaha sebisa mungkin menata kewarasana karena bila tidak, dia bisa keluar lagi akibat nikmat yang diberi Angga.“Angga, jangan gila. Aku sudah lama tidak disentuh disana, kurasa tidak akan muat.” Jari yang tengah bermain di dalam mulai keluar masuk berusaha menggoda, membuat Nana mengerang kian terangsang.“Kau pembohong, Tante Nana. Buktinya jariku gampang keluar masuk.”Gilanya Angga malah semakin liar bergerak di dalam, ujungnya menekan ke atas mengenai

  • Sang Pemuas Hasrat Wanita Kesepian   Brutal Sih

    Nana menjerit kencang kala Anggamenusuknya semakin dalam, pangkal milik si pemuda jelas sekali tercetak pada perutnya yang rata. Nana bergetar hebat menahan nikmat dengan mata yang bergulir ke belakang, berapa kalipun keduanya berhubungan badan, Nana tak pernah terbiasa dengan bagaimana kuatnya si pemuda kala menyiksa titik nikmatnya.Angga kini bertumpu dengan lututnya sebagai penyAnggatubuh, pinggang ramping Nana digenggam tangan besarnya erat, Angga mengangkat pinggul si wanita lebih tinggi, membuat hujamnya kian mantap menancap. Nana mengerang sakit bercampur nikmat, liangnya nyaris hancur karena ditusuk terlalu dalam.Tubuh Nana melenting cukup tinggi, kakinya lurus dengan ibu jari yang seperti menunjuk sesuatu. Kepalanya ditolehkan ke kanan dan ke kiri tak kuasa menahan sensasi menyiksa di dalamnya, tangan lentik berusaha menghentikan Angga yang malah menekan perut bagian bawahnya, berusaha mendorong pelepasan si wanita agar segera dibebaskan."Ngaaahhh Anggaaahhhhh!!"Angga men

  • Sang Pemuas Hasrat Wanita Kesepian   Can I Touch You Now?

    Angga menganggukan kepala dengan mulut yang sudah tersumpal dengan celana dalam merah sang wanita. Nana sendiri sebagai si pelaku merasa bahwa pemandangan di hadapan matanya sekarang adalah hal yang membuat vaginanya mulai berkedut dan mengeluarkan banyak lendir.Dua tangan Nana kini meraih tegang milik Angga di bawah sana, seketika tubuh sang lelaki berjengit seperti tersetrum. Jemarinya lihai mengurut secara perlahan dengan cara yang paling gila sampai Angga rasanya tidak akan sanggup kalau harus menahan suara dan juga pelepasannya.“Kau mau masuk hm? Iya sayang?” tanya sang wanita dengan jari-jari yang sudah bergerak naik dan turun.Genggam Nana mengerat, ibu jarinya bermain pada lubang di tengah ketegangan. Kedua bola mata Angga bergulir ke belakang, tak kuasa bila harus terus digoda seperti sekarang.“Dijepit vagina tante, mau?” Kalimat cabul itu lagi-lagi keluar dari mulut Nana, dan hal itu langsung memberikan efek yang merangsang. Tak segera diberi membuatnya semakin jauh memba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status