Lima belas menit berlalu, dan kini Angga sudah berada di depan pintu toko yang tertutup rapat. Ada tulisan tutup disana. Dia mengerutkan kening. Kalau dibilang repot karena toko, jelas-jelas tokonya tutup. Lantas bantuan seperti apa yang dimaksud oleh si Doni?
Merasa tiba-tiba punya banyak firasat tak enak, Angga dengan segera mencoba membuka pintu toko yang ternyata tidak dikunci. Pikiran buruknya semakin menjadi karena dia berpikir barangkali ada maling atau penjahat yang sedang beroperasi. Karena terlanjur masuk, Angga menyiapkan sebuah tongkat di sisi tubuh untuk berjaga-jaga sambil masuk dengan mengendap-endap melihat-lihat kondisi sekeliling. Pria itu memastikan berjalan sepelan mungkin ketika dia menyusuri bagian dalam toko yang merupakan rumah pribadi sahabatnya. Saat itu lah dia mendengar suara samar dari arah dalam rumah. Toko Doni sendiri memang sejenis ruko, dimana toko berada di depan sedangkan rumahnya sendiri ada di bagian belakang dan disinilah sekarang Angga berada. Raut muka si pemuda langsung pucat pasi. Dia berpikir bahwa suara itu berasal dari sepupu Doni yang sedang disiksa penjahat dan itu sebabnya dia meminta pertolongan. Tanpa basa basi pemuda itu mulai mengikuti suara yang dia dengar hingga menuntunnya menuju ke pintu yang tertutup rapat. Dia mempersiapkan diri untuk mendobrak pintu tersebut. Namun ketika dia mengintip dari luar. Tubuh Angga langsung membeku menyadari apa yang sedang dia lihat. Di dalam sana, seorang gadis sedang berbaring dalam kondisi telanjang bulat. Dan yang paling membuat pemuda itu shock adalah fakta bahwa kini perempuan itu sedang bermain dengan sebuah dildo besar yang dimasukan ke dalam miliknya dengan sebelah tangan sibuk meraba dan memainkan dadanya sendiri. Perempuan itu tampak asyik sendiri dengan kegiatan yang sedang dia lakoni. Menikmati semua hal yang dia inginkannya tanpa peduli ada Angga yang saat ini sedang menyaksikan apa yang dia perbuat dari balik celah pintu. “Nghh!” rengek perempuan itu. “Ini tidak cukup bagus, aku tidak bisa puas kalau hanya dengan mainan murah seperti ini! katanya sesuai pesanan sedangkan ini apa? benar-benar sepupu tidak berguna!” gumamnya lagi mengeluhkan ketidakpuasannya. Merasa frustasi karena tidak bisa mendapatkan klimaks yang memadai. Dia mendesah sambil menarik keluar mainan tersebut dari dalam dirinya dan melemparkannya ke samping dan hal refleks tersebut langsung menarik suara Angga yang mengintip di luar celah pintu. Kedua mata wanita itu melirik ke arah pintu yang terbuka dan melihat seseorang yang mengintip perbuatannya. “Oh? Siapa disitu?!” teriak perempuan itu dari dalam, membuat Angga menutup mulut. Tapi percuma saja karena perempuan itu sudah tahu, dan Angga kepergok. Dia tidak bisa lari lagi. Angga yang ketahuan sedang mengintip langsung tergagap. Dia tidak mengira akan tertangkap basah dengan mudah saat sedang asyik menonton wanita itu memuaskan dirinya sendiri di dalam sana. Tidak ada banyak kata-kata yang bisa Angga ucapkan, isi kepalanya mencoba sebisa mungkin merangkai kata demi kata untuk mendapatkan sebuah kalimat yang masuk akal sebagai pembelaan. “Aku …uh … sebenarnya aku kemari karena…”Lihat? dia bahkan terlihat seperti orang dongo yang bahkan lupa bagaimana caranya bicara. Isi kepalanya terlalu banyak diisi adegan demi adegan yang baru saja dia lihat secara langsung.
Alih-alih tertarik dengan argumentasi dari Angga, wanita itu justru lebih tertarik pada kaus ketat yang membungkus tubuh Angga yang ramping dan tegap. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah dan mendapati sebuah tonjolan menarik dari balik celana yang pemuda itu kenakan. Diam-diam wanita itu menjilat bibir bawahnya, dia punya ide yang bagus di kepala. “Masuk kemari tukang intip!” Suara wanita itu terdengar agak tinggi seakan siap memarahi. Meski sebetulnya suara melengking itu tercipta lantaran nafsunya sendiri yang tidak sepenuhnya dapat dia kuasai. Dengan sedikit takut, Angga lantas masuk dan melakukan apa yang wanita itu suruh. Menutup pintu geser ruangan tersebut dan mengunci dirinya bersama perempuan itu di dalam sana. Angga dengan ragu-ragu berjalan mendekati ranjang dimana wanita itu sedang duduk disana. Di ujung ranjang, Angga menunggu. Sedikit berdoa berharap agar wanita itu tidak memukulinya habis-habisan karena mengganggu aktivitas pribadinya. Namun terlepas dari pada rasa takut, Angga tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat tubuh telanjang sang wanita dalam satu bingkai yang utuh. Kedua dadanya yang bulat dan kencang berwarna kecoklatan, dengan rambut panjangnya, dengan kedua kaki ramping, dan pahanya yang seksi adalah satu kesatuan paling sempurna yang layak disebut dengan satu kata ‘indah’ apalagi ketika wanita itu merangkak ke arahnya. Untuk beberapa alasan celana yang dipakai Angga mulai mengetat.Wajar saja kan? toh dia itu adalah pria sehat dan normal.
“Biasanya aku akan memukul siapa saja yang berani mengintip, apalagi mengganggu waktu privasi seorang wanita,” kata wanita itu sambil menyeringai. “Tapi untukmu, kurasa aku akan memberikanmu sedikit keringanan, begitu aku melihat apa yang kau sembunyikan dibalik celanamu.” Angga kontan langsung tercengang ketika perempuan itu meraih pakaian yang sedang dia kenakan dan melepaskannya dengan mudah. Saat wanita itu menurunkan celananya, dia kembali menjilat bibirnya hingga terlumuri oleh saliva dan basah. Meskipun dia pernah melihat seorang pria telanjang sebelumnya. Tetapi yang satu ini jelas berbeda karena sekarang dia disuguhi oleh kejantanan si pemuda yang berdiri tegak dan ukurannya cukup fantastis. Benda itu membuat tubuhnya bergidik. Ketebalan dan panjangnya cukup membuat sang wanita bisa membayangkan betapa dia akan puas hanya dengan memasukan benda itu ke dalam dirinya. Dengan gerakan lembut, wanita itu mulai menyentuh kejantanan sang pria menyebabkan Angga langsung tersentak apalagi ketika tangan wanita itu telah melingkari batangnya. “Ngomong-ngomong aku Riri, sepupunya Doni. Dan kau?” ujar wanita itu tiba-tiba. Terus terang saja ini kali pertama Angga berkenalan dengan seorang perempuan dalam kondisi seperti sekarang. Benar-benar cara perkenalan yang aneh. “A—Angga,” sahut si pemuda susah payah lantaran tiba-tiba saja Riri membelainya. “Angga ya? okelah. Kalau begitu sekarang berbaringlah di tempat tidur, Angga,” katanya lagi dengan seringai yang kelewat seksi. Saat Angga berbaring di atas seprai lembut, Riri memposisikan diri untuk duduk di atasnya. Dan sekali lagi Angga kembali dibuat terbelalak lantaran bagian pribadi wanita itu terdorong tepat di depan mukanya. “Dasar mesum,” goda Riri. “Aku hanya duduk di atasmu tanpa pakaian, dan kau sudah siap meledak.” Angga menggigil ketika lidah basah mulai menjilat batangnya. Riri mengerang saat dia mencicipi kejantanan pemuda itu. Sudah lama sekali sejak dia merasakan milik pria berada di ujung jarinya seperti ini. “Besar sekali …” Dia mengerang sedikit sebelum betul-betul memasukan seluruhnya ke dalam mulut memanjakan pemuda itu.Angga berjalan memasuki toko, pemuda itu mengenakan jas putih khas dokter yang diberikan padanya oleh Doni sebelum pemuda itu melaksanakan pekerjaannya. Toko pria itu juga sudah dikosongkan, memberikan tempat kepada Angga untuk melakukan aksinya dengan santai untuk melayani klien berikutnya. Sejujurnya pemuda itu merasa gugup karena kali ini dia harus bermain peran sesuai dengan permintaan klien-nya. Pikirannya yang biasanya selalu kosong dan tanpa tuntutan (karena Angga dulunya hanya seorang pengangguran) kini jadi disibukan dengan beragam permintaan yang disesuaikan dengan keinginan klien yang menyewa jasanya.Lamuyannya buyar ketika pemuda itu telah tiba di sebuah pintu. Dia melihat ke atas dan disana telah tergantung sebuah papan kayu bertuliskan ‘Dr. Anggara Ari. MD’. Doni benar-benar all out dalam hal ini.Pemuda itu lantas membuka pintu setelah menyiapkan hati dan ketika dia masuk ke dalam ruangan saat itu pula dia melihat ‘pasiennya’ telah duduk di atas meja. Suasana di dalam
“Aku ingin mengenalmu. Bolehkah?”Angga perlu mengerjap beberapa kali untuk menyadarkan pikirannya yang melanglang buana entah kemana begitu mereka tiba di tempat makan. Namun karena sesuatu yang Riri ucapkan semua hal yang membebani dirinya seolah sirna dan meleleh begitu saja.“Eh?”Riri menatap Angga dan memutuskan bahwa dia sebaiknya jujur tetapi dengan cara yang halus. “Aku baru saja memutuskan pacarku sedangkan kau pun katanya juga belum lama ini dicampakan pacarmu. Kondisi kita sempurna.”Angga terdiam.“Bagaimana kalau kita mencoba untuk saling lebih mengenal satu sama lain? maksudku aku tidak bermaksud mengajakmu berpacaran atau hal-hal seperti itu. Tapi apa salahnya menambah relasi kan?”Angga menatap wanita yang duduk dihadapannya sekarang sembari berpikir jawaban macam apa yang paling tepat untuk dia berikan. Jika saja dia belum terperosok dalam pekerjaan terlarangnya itu bisa saja dengan mudah dia mengatakan setuju dan bahkan dia mungkin bisa berpacaran dengan wanita ini
Angga mengerutkan kening ketika di pagi buta, dia tiba-tiba saja mendapati satu panggilan dari nomor yang tidak di kenal. Dia hanya berharap Doni tidak memberikan nomornya secara sembarangan kepada perempuan setelah dia memenuhi tugasnya sebagai pemuas mereka. Dia hanya setuju kalau dihubungi melalui Doni. Karena Angga bagaimana pun juga tidak ingin menghancurkan kehidupan normal dengan mencampur adukannya pada pekerjaannya. Sedikit ragu, pada akhirnya Angga menggeser tanda hijau di layar ponselnya. “Halo?” “Ini Angga benarkan?” suara feminim menyambut Angga dengan segera. “Ya, benar. Ini siapa ya?” tanya Angga dengan hati-hati. Jantungnya berdetak tak karuan. Dia berharap ini bukan salah satu dari perempuan yang hendak menyewanya. “Ini aku, Riri. Sepupunya Doni. Aku dapat nomormu dari dia,” sahut si penelepon dengan lugas dan seketika kekhawatiran Angga memudar. Namun kini setelah kekhawatirannya sirna, Angga justru bertanya-tanya akan tujuan gadis itu meneleponnya. Berbagai kem
Sudah lama sekali Tia tidak merasakan berhubungan seks secara liar dengan seorang pria, dan Angga adalah orang pertama yang benar-benar merasakan adanya sulutan api gairah ketika tidur dengannya. Semua pria di kelompoknya tidak begitu memuaskan meski tubuh mereka besar dan tegap seperti preman. Tapi kalau soal stamina, mereka lemah dan kadang membuat Tia masih tetap mencari pelarian untuk mendapatkan kepuasan hakiki.Tia meremas penis Angga dengan otot-otot vaginanya yang terlatih, menggunakan seluruh pengalaman yang dia miliki untuk memancing erangan serta geraman dari si pemuda yang mustahil terdengar lantaran mereka berada di dalam air. Tia bisa merasakan milik pemuda itu memenuhi dia seutuhnya, kepala wanita itu mendongak ke belakang dan tanpa sadar membuka mulutnya menyebabkan buih-buih tercipta di dalam air. Cengkramannya pada bahu dan juga pinggang pria itu kain mengerat ketika wanita itu mulai di penuhi dengan berbagai sensasi.Di sisi lain, napas Angga tercekat ketika otot-ot
Angga bisa merasakan kejantanannya mulai berdiri tegak ketika wanita itu mendekat padanya. Payudaranya yang kencang dan besar menempel di dadanya. Sementara tangan wanita itu menuntun Angga untuk menurunkan resleting belakang dari dress yang dia kenakan. Pemuda itu bisa merasakan debaran jantungnya semakin menggila ketika melihat secara perlahan pakaian wanita itu terbuka lebar akibat ulahnya. Membuat adegan dimana kain penutup dada wanita itu terbuka.Wajah keduanya begitu dekat satu sama lain, hingga bisa merasakan napas mereka yang saling beradu. Jari jemari Tia pun tidak kalah dengan Angga. Jemari wanita itu telah menyelinap dibalik pakaian sang pria. Merasakan otot kencang bagian perut Angga. Sorot mata penuh nafsu mulai semakin jelas terpampang nyata diantara keduanya dan secara instan mereka saling mendekat untuk berbagi ciuman mesra.Sesaat wanita itu mundur, meninggalkan pelukan Angga hanya untuk sekadar mencelupkan dirinya ke dalam kolam. “Kemarilah,” dia bergumam. Pria itu
Doni sedang bermalas-malasan seperti biasa, sambil mengipasi dirinya sendiri dengan uang yang dia dapatkan dari beberapa klien yang langsung tertarik untuk menyewa jasanya. Hanya dengan bicara soal Angga, dia sudah mendapatkan banyak sekali permintaan untuk menyewa jasa pemuda itu dari para wanita kesepian di kota. Saking banyaknya, sampai Angga nyaris pingsan melihat daftar tunggu yang telah disusun oleh Doni untuk Angga garap nantinya.“Aku rasa si Angga akan ngilu melihat seberapa banyak perempuan yang ingin mencicipinya,” katanya keras-keras sambil terkekeh seolah dia bukan satu-satunya orang yang ada disana.“Oh ya? aku bertaruh kalau si Angga akan menyerah dengan semua pekerjaan yang kau limpahkan kepada dia.”Si penjaga toko langsung berbalik ketika menyadari ada tamu tak di undang yang sedang bersandar di dinding tidak jauh dari posisinya sekarang. Doni sempat terhenyak karena dia tidak siap akan kedatangan seseorang di tokonya. Pria itu langsung memasang ekspresi siaga ketika