Pagi itu, Riri tidak dibangunkan oleh dering nyaring dari jam weker berbentuk hello kitty kesayangannya. Melainkan oleh benda elektronik berwarna purple metallic yang dia letakan di atas nakas di samping ranjang sebelum dia tidur semalam. Dengan kantuk yang masih menggantung di matanya, wanita berambut hitam tersebut meraih ponsel yang berdering nyaring tersebut tanpa melihat siapa yang memanggilnya di pagi buta.“Ya, Hallo?”“Selamat pagi, Riri.” Suara dari si penelepon langsung secara kontan membuat seluruh kantuk yang ada di matanya hilang seketika. Dia menarik ponsel tersebut dari telinga untuk memastikan bahwa dia tidak sedang bermimpi sekaligus mengkonfirmasi kalau dia tidak salah dengar. Dan ternyata memang benar, dia tidak salah menduga. Kontak yang dia namai dengan Calon pacar tertera di layar ponselnya.“Angga?”“Ya, ini aku.”“Ada apa menelepon pagi-pagi begini?”“Aku cuma mau mengucapkan selamat pagi,” jawab lelaki itu yang seketika membuat senyum Riri merekah dan tentu s
Sinting betul! Akal Angga seakan sengaja dibuang jauh-jauh oleh dirinya sendiri.“Angga sudah… nghhh!”Larangan Nana sudah Angga hiraukan, karena kini jari Angga baru saja meluncur dengan mudah ke dalam liang belakangnya. “Gampang juga masuknya, kau memang suka kalau aku sentuh disini kan?”Kedua mata nana rasanya bergulir ke belakang, tidak menyangka dengan sensasi menyenangkan yang bisa dia dapat akibat dari sumpalan jari Angga pada liang belakangnya. Lidahnya pun bahkan menjulur ke luar memperlihatkan seberapa hilang akalnya. Berusaha sebisa mungkin menata kewarasana karena bila tidak, dia bisa keluar lagi akibat nikmat yang diberi Angga.“Angga, jangan gila. Aku sudah lama tidak disentuh disana, kurasa tidak akan muat.” Jari yang tengah bermain di dalam mulai keluar masuk berusaha menggoda, membuat Nana mengerang kian terangsang.“Kau pembohong, Tante Nana. Buktinya jariku gampang keluar masuk.”Gilanya Angga malah semakin liar bergerak di dalam, ujungnya menekan ke atas mengenai
Nana menjerit kencang kala Anggamenusuknya semakin dalam, pangkal milik si pemuda jelas sekali tercetak pada perutnya yang rata. Nana bergetar hebat menahan nikmat dengan mata yang bergulir ke belakang, berapa kalipun keduanya berhubungan badan, Nana tak pernah terbiasa dengan bagaimana kuatnya si pemuda kala menyiksa titik nikmatnya.Angga kini bertumpu dengan lututnya sebagai penyAnggatubuh, pinggang ramping Nana digenggam tangan besarnya erat, Angga mengangkat pinggul si wanita lebih tinggi, membuat hujamnya kian mantap menancap. Nana mengerang sakit bercampur nikmat, liangnya nyaris hancur karena ditusuk terlalu dalam.Tubuh Nana melenting cukup tinggi, kakinya lurus dengan ibu jari yang seperti menunjuk sesuatu. Kepalanya ditolehkan ke kanan dan ke kiri tak kuasa menahan sensasi menyiksa di dalamnya, tangan lentik berusaha menghentikan Angga yang malah menekan perut bagian bawahnya, berusaha mendorong pelepasan si wanita agar segera dibebaskan."Ngaaahhh Anggaaahhhhh!!"Angga men
Angga menganggukan kepala dengan mulut yang sudah tersumpal dengan celana dalam merah sang wanita. Nana sendiri sebagai si pelaku merasa bahwa pemandangan di hadapan matanya sekarang adalah hal yang membuat vaginanya mulai berkedut dan mengeluarkan banyak lendir.Dua tangan Nana kini meraih tegang milik Angga di bawah sana, seketika tubuh sang lelaki berjengit seperti tersetrum. Jemarinya lihai mengurut secara perlahan dengan cara yang paling gila sampai Angga rasanya tidak akan sanggup kalau harus menahan suara dan juga pelepasannya.“Kau mau masuk hm? Iya sayang?” tanya sang wanita dengan jari-jari yang sudah bergerak naik dan turun.Genggam Nana mengerat, ibu jarinya bermain pada lubang di tengah ketegangan. Kedua bola mata Angga bergulir ke belakang, tak kuasa bila harus terus digoda seperti sekarang.“Dijepit vagina tante, mau?” Kalimat cabul itu lagi-lagi keluar dari mulut Nana, dan hal itu langsung memberikan efek yang merangsang. Tak segera diberi membuatnya semakin jauh memba
Desahan tertahan keluar dari mulut Nana, dan hal itu kontan membuat Angga kian bersemangat. Pria itu menggigit celana dalam yang Nana kenakan, berusaha menariknya ke bawah agar milik Nana bisa dia rasakan lebih leluasa. Namun gigitannya selalu lepas, hingga dirinya jadi sediki tidak sabaran. Semakin dirinya berusaha semakin giginya justru kian meleset dan malah mengenai tubuh Nana.“Angga ahhh! Pelan-pelan,” kata Nana semakin condong ke belakang dengan tangan yang menahan seluruh tubuhnya agar tidak terjatuh.Nana sempat terkekeh pelan, melihat seberapa banyak dan gigihnya Angga hanya dengan seluruh keterbatasan yang ada dengan kepala dan kaki saja yang bisa dia gerakan dengan bebas hanya untuk merasakan miliknya dibawah sana. Sampai akhirnya upaya si pemuda berhasil dan Angga pun menarik celana dalam merahnya sampai sebatas paha, memperlihatkan milik Nana yang bersih terawatt, lidahnya pun tanpa menunggu lama langsung terjulur untuk merasakan.“Anghhh… hmmm… yeahhh…”Seluruh tubuh Na
Angga berusaha mendekatkan wajahnya pada inti pusat Nana yang telah memikat dirinya. Mulutnya refleks terbuka dengan hirup panjang yang dia lakukan beberapa kali. Begitu ingin lidahnya menjulur untuk merasa, tetapi sebelum dia dapat melakukannya Nana menghentikan upaya.Dia tertawa kecil, suaranya terdengar agak mengejek ketika melihat Angga berusaha mengais miliknya dibawah sana. “Tidak segampang itu, Angga,” katanya dengan tangan yang perlahan menyentuh sisi wajah si pemuda, membuatnya kian mendongak sehingga kedua matanya saling bertemu pandang.“Kapan?” Angga bertanya dengan pandangan mata sayu, seakan dia adalah anjing peliharaan yang patuh.Kepala dan pipi si pemuda di usapi dengan begitu lembut hingga dirinya pun terbuai, kedua matanya terpejam perlahan ingin mendapatkan sentuh dan afeksi manis dari si wanita yang lebih tua. Tetiba sentuhan itu hilang tak lagi dirasa, Angga langsung membuka mata, mendapati wanita yang kini sedang berperan sebagai tante itu telah duduk di pinggi