Klik bintang 5 nya ya dan tinggalkan komentar yang menendang. Makasiiiehhh.....
Pergulatan antara Raleigh dan James akhirnya berhenti setelah mendapat sorotan dari senter tetangga dan panggilan nama keduanya. "Apa yang kalian lakukan dengan berkelahi seperti ini di halaman rumahku?!!" Tanya Valerie dengan ekspresi bingung. James dan Raleigh melepaskan cengkeraman kerah kemeja masing-masing lalu saling membuang muka. Membersihkan baju dari debu jalanan yang menempel dan merapikan rambut yang acak-acakan. Sedikit luka di pelipis Raleigh dan sedikit lebam di pipi James. Beruntung mereka baru terlibat perkelahian, entah jika tidak ada yang melerai mungkin sudah babak belur. "Apa mereka tamumu Valerie?" Tanya tetangga Valerie."A....a...." Valerie tergagap lalu menatap keduanya. "A...iya paman John. Maaf mengacaukan istirahat kalian.""Sebaiknya mereka bersikap lebih dewasa jika ingin menyelesaikan masalah. Bukan saling berkelahi seperti anak remaja." "S...saya akan menasehati kedua sepupu saya ini paman John." Kilah Valerie agar tidak ada yang mengenali keduanya
"Berubah fikiran? Apa maksudmu Ral?" Raleigh ragu dengan perasaannya sendiri dan menyesal bibirnya berucap demikian. Bukankah itu sama saja dengan memberi harapan untuk Valerie? Sedang dia sendiri masih dalam ikatan pernikahan dengan Celia? "M...maksudku...aku..." Pantaskah Raleigh dijuluki pecundang sejati? Baru saja berucap sesuatu yang meluaskan hati Valerie namun detik kemudian dia mengingkari? Pantas saja Celia ikutan geram karena sikap Raleigh yang kurang bisa mendominasi hubungan rumah tangga mereka secara romantis. Bukankah perempuan lebih suka didominasi oleh lelakinya tapi tetap dihujani kasih sayang? "Ral, pulanglah. Ini sudah malam, aku tidak enak dengan tetangga jika kamu disini terlalu malam." Wow! Valerie mengusir Raleigh? Iya, dia mengusirnya dengan perasaan tak tega. Namun, jika tidak demikian kapan lagi ia bisa melenyapkan perasaannya untuk Raleigh. "Vale, aku....minta maaf." "Aku tahu dan kamu tidak perlu repot-repot datang kemari. Semua sudah terjadi
"Jangan membuatku ingin kembali menciummu Vale. Rasa penasaran ini membuatku gila." Ucap Raleigh lirih dengan tangan memegang kedua lengan Valerie.Ia tidak mau sesi romantis yang mendebarkan ini harus usai karena Valerie menjauh darinya. Raleigh butuh jawaban yang melegakan atas perasaan Valerie secepatnya. "Ral, jangan begini. Aku mohon.""Katakan kamu mencintaiku Vale."Valerie menggeleng tipis. "Itu mustahil.""Katakan yang jelas Vale. Aku mohon. Setelah mendengar semua pengakuanmu, aku janji akan menuruti keinginanmu sekalipun menyuruhku pergi."Sekali lagi, Valerie menepikan logika dan perasaan buruknya. Ia ingin egois sesaat demi meluapkan segala perasaannya pada Raleigh. Pria beristri ini harus tahu jika hatinya sering berdebar hanya melihatnya dari kejauhan."Ral, aku masih mencintaimu. Dan rasa seperti ini tidak akan bisa hilang secepat asap ditiup angin. Aku tahu perasaanku salah, tapi dari lubuk hatiku yang terdalam aku ingin menjadi satu bagian penting dalam hidupmu. Buk
POV VALERIEMemberi keturunan yang Raleigh harapkan? Apa aku tidak sedang bermimpi? Jika sedang bermimpi maka bangunkan aku Tuhan. Aku hanya tidak mau terlalu cepat menuntaskan tidur ini sebelum jiwa dan hatiku terlena dengan bunga tidur ini. Tapi jika ini nyata, tolong jangan biarkan dia pergi dariku atau dia kembali ke dalam pelukan Celia. Jadikan aku satu-satunya wanita yang ia cintai hingga akhir hayat kami. "Vale?" Tanya Raleig kembali dengan tetap menyatukan kening kami. Nafasnya yang sarat akan gairah membuatku paham apa yang bergemuruh di dadanya. Tatapannya yang begitu mengharap juga membuatku mengerti bahwa ia sudah lama menantikan kehadiran buah hati dari benihnya. Keinginannya begitu jelas tergambar.Sedang aku? Telah lama menjanda dan baru saja kembali merasakan cinta karena sering bersama dengannya. Bagaimana bisa aku berkata tidak jika Raleigh juga menginginkan hubungan ini? Jika Raleigh yang selalu saja dibuang Celia?"Apa kamu menolak permintaanku?"Aku menggelen
"Apapun keputusanmu, aku akan menerima dan mengikutinya, Ral."Dengan jarak sedekat ini aku berusaha mengabadikan dan membingkai lekat-lekat wajahnya ke dalam otakku. Dia tersenyum tipis namun itu bisa memberi efek mendebarkan yang luar biasa pada jantungku. Meski sudah lama tidak jatuh cinta, namun di sisi Raleigh aku menjadi sangat luar biasa. Aku merasa kembali muda dan layak mengejar cinta sejatiku. Meski pada kenyataannya Raleigh adalah suami sahabatku."Terima kasih selalu mau ada disisiku. Termasuk menjadi seseorang yang lain dalam hatiku." Aku mengangguk lalu menghamburkan diri dalam pelukannya. Raleigh merengkuh tubuhku dengan hangatnya sembari mengusap pucuk kepalaku. "Ral?""Apa?""Kita harus menyembunyikan ini semua dari Celia dan siapapun yang mengenal kita.""Iya. Maaf jika aku belum bisa menjadikan kamu satu-satunya, Vale.""Aku tidak masalah, Ral. Aku yakin suatu saat nanti kita akan memiliki waktu yang tepat untuk mengumumkannya."Raleigh terdiam sesaat seperti mem
POV RALEIGH Malam ini aku meminta izin Valerie untuk menginap di rumahnya. Alasannya sederhana, aku enggan pulang ke rumahku sendiri yang kosong dan dingin. Seperti tidak ada kehidupan disana, karena sang pemilik rumah, Celia alias istriku, tengah menikmati liburan bersama-sama sahabatnya. Tanpa aku, suaminya. Hebat bukan?! Sejak mengidap menopause dini, Celia berubah dingin seperti awal kami menikah. Meski aku berusaha untuk tetap menghidupkan api rumah tangga agar tetap hangat, nyatanya itu tidak berjalan dengan baik. Dia berubah menjadi lebih sensitif dan semaunya sendiri. Alhasil, usahaku kerap menjadi abu gosok yang berakhir sia-sia. Apakah aku tidak hilang kesabaran? Hampir saja! Namun aku kembali teringat akan sumpahku di hadapan Tuhan, Dad Mark, dan Mom Clarie akan menemani putrinya itu seumur hidup dalam suka maupun duka. Jelas bukan sumpah yang kukatakan? Seumur hidup! Jika aku berkhianat maka apa bedanya Raleigh yang dulu dengan Raleigh yang sekarang? Andai saja
POV RALEIGHValerie menggeleng lalu tersenyum hangat sembari menatap kedua bola mataku. "Aku hanya terkejut dengan perhatian yang kamu berikan Ral. Semuanya merasa mimpi bagiku.""Mimpi?" "Sejak bercerai dari James, aku tidak pernah jatuh cinta seperti ini. Aku hanya fokus pada putraku.""Oh ya, kapan kita akan menemui putramu lagi?" Valerie tersenyum lebar seraya memeluk erat tubuhku. "Apa kamu ingin mengambil hati Diego agar diterima sebagai ayah tirinya? Atau ingin tahu bagaimana rasanya memiliki anak?"Aku membiarkan Valerie nyaman dalam pelukanku lalu tanganku bergerak mengusap punggungnya. "Dua-duanya."Kemudian mengurai pelukan lalu menatapnya lekat. "Vale, jika di kemudian hari ada batu sandungan yang membuat kita harus mengalah demi hubungan terlarang ini, tolong jangan bersedih."Valerie menggenggam tanganku erat dengan senyum sendu. "Aku tidak tahu bagaimana hubungan kita ke depannya Ral, tapi aku akan selalu berusaha jadi yang terbaik demi kita. Aku tidak akan merebut ka
POV RALEIGH Akhirnya aku memutuskan untuk mematikan nada dering panggilan dari istriku, Celia. Hatiku berbisik lembut agar tidak menambah luka yang Valerie terima setelah hubungan kami membaik beberapa hari ini. Walau kami tidak resmi berkencan sebagai sepasang kekasih, tapi melihatnya terluka karena ulahku apalagi menjauh dari jangkauanku, semua terasa tidak rela. Aku ingin menjaga hatinya yang sedang bersedih karena tidak bisa menemui putranya karena ulah sang mantan suami. Aku berani jamin jika James masih mencintai Valerie dengan menggunakan Diego sebagai alat untuk memperumit jadwal bertemu mereka. Ah, mengapa dua malam lalu saay kami bertemu aku tidak segera menghantam wajah sialannya itu. "Siapa yang menelfon Ral?" Tanyanya dengan hidung memerah sedang matanya masih sembab.Jemariku terulur menghapus bulir kristal kesedihan itu. "Gerard. Sepertinya dia sudah mantap untuk mengambil cuti agar bisa berlibur dengan keluarganya."Tidak ada cara terbaik selain berbohong pada Vale