Share

Akhir Persiapan

Waktunya semakin dekat, kehancuran dunia akan segera di mulai. Aku telah memanggil kembali semua memoriku di kehidupan yang pertama. Awal kemunculan para Zombie pasti ada kaitannya dengan insiden pesawat jatuh.

“Setidaknya ini yang bisa ku simpulkan, sebab..., tepat setelah berita tentang jatuhnya pesawat itu, teror zombie pun terjadi.”

“Tempat jatuhnya pesawat adalah taman di dekat bandara, saat hari itu terjadi..., aku akan berada di sana. Mungkin aku bisa mencegah hal yang terburuk dengan melakukan itu.”

Mari ke kota lagi untuk menghabiskan sisa uangnya. Kali ini..., untuk persiapan yang terakhir.

“Toko di depan sana adalah tempat penjualan senjata api yang paling dekat di kota ini, meskipun bukan yang terbesar, seharusnya mereka menjual apa yang aku cari.”

Bunyi gemerincing terdengar ketika aku masuk ke dalam toko ini, seorang pria paruh baya bertubuh tambun berdiri di balik counter desk.

“Selamat datang,” sambutnya tanpa memperhatikanku. Pria itu terus membalikan lembar majalah yang dia baca.

“Anak muda, apa yang kau cari?”

Kupikir dia tidak melihat penampilanku, hufft.., mata pria ini cukup jeli.

“Aku mencari Sweetie, apa kau menjualnya?”

Tiba-tiba pria di hadapanku itu naik pitam, dia meludah ke samping dan menodongkan sebuah senjata laras panjang tepat di dahiku.

“Brengsek! Apa orangtuamu tidak mengajarimu sopan santun, dasar kau bajingan tengik!”

Aku tidak mengerti mengapa dia begitu marah, namun keributan yang di sebabkan oleh suaranya yang begitu kasar memancing semua orang untuk datang.

“Ayah! Apa yang ayah lakukan dengan menodongkan senjata ke arah pelanggan?!” ujar seorang gadis seumuranku yang langsung merangkul pria penjaga toko dan membuatnya menurunkan senjata.

Aku juga ingin tau alasan mengapa pria paruh baya ini langsung marah dan menodongkan moncong senjatanya ke arahku.

“Bajingan kurang ajar ini bertanya padaku apakah aku menjualmu, tentu saja aku marah.”

Eh? Kok dia mengira aku ingin membeli putrinya. Bukankah aku mencari sebuah granat?

Gadis itu melirik ke arahku dengan tatap sinis, “Tuan.., apakah benar yang ayah katakan?”

“Tentu saja aku benar, anak muda ini berkata mencari Sweetie padaku.”

Jangan bilang kalau gadis yang sedang sinis padaku ini bernama Sweetie.

“Aku Sweetie,” sahut gadis itu tegas. Sungguh plot twist sekali.

“Tidak peduli berapa harga yang akan kau berikan, aku tidak akan pergi denganmu. Jika kau tidak ingin mati sia-sia sebaiknya kau segera enyah dari sini dan simpan omong kosongmu!” ujarnya kemudian.

“Salah paham! Semua ini sungguh salah paham. Sebenarnya Sweetie yang ku maksud bukan dirimu.”

“Haa?! Apa kau berusaha mengelak, Tuan?”

“Tidak, Sweetie yang ku maksud adalah granat dengan model SW8T1E. Karena terlalu susah untuk melafalkannya dengan biasa, aku menyebutnya Sweetie. Tidak ada sangkut pautnya denganmu, Nona..., S-se-Sweetie.”

Situasi ini benar-benar canggung, kesalahpahaman ini membuatku gugup. Tapi melihat pundak mereka yang mulai melemas, sepertinya ayah dan anak ini tidak lagi marah padaku.

“SW8T1E, aku tau granat macam itu. Tapi.., tokoku tidak menjualnya, Tuan. Kau pikir toko mana yang akan menjual granat? Benda itu bukan alat pertahanan diri dan terlalu berbahaya untuk di bawa kemana-mana.”

Pria paruh baya itu menghela nafas panjang, “Haa..., kau pikir untuk apa membawa sebuah granat? Apa kau ingin menghancurkan sebuah markas geng? Kau pasti sudah gila.”

“Sebenarnya aku tinggal di dalam hutan, akan ada sekawanan serigala di malam hari jadi aku berpikir untuk menggunakan granat agar bisa membunuh mereka sekali jalan. Karena memang tidak ada, apa boleh buat.”

Aku sangat butuh granat itu, saat pesawat berisikan makhluk tak berotak itu mendarat di taman tiga hari lagi, aku berencana meledakkannya. Kupikir itu bisa mengakhiri krisis yang akan datang.

“Kalau kau membutuhkan benda seperti itu, harganya akan sangat mahal. Kau yakin bisa membelinya? Untuk alat sekali pakai, jelas benda itu tidak berguna, anak muda.”

Bagaimana cara agar aku bisa meledakkan pesawat itu tanpa menggunakan granat? Tunggu, bukankah dengan bahan bakar motor roda tigaku juga bisa? Benar, aku juga bisa menimbun bahan bakarnya untuk di gunakan di masa depan nanti.

“Kalau begitu.., berikan saya pistol.”

“Surat izinnya?” sahut pemilik toko.

Toko senjata memang di legalkan di negara ini, tapi untuk dapat membeli barang di semua toko, surat izin di perlukan. Aku menghabiskan waktu tiga hari untuk mengikuti ujian di kantor polisi demi mendapatkannya.

“Surat izin platinum? Kau bahkan bisa membeli senapan mesin dengan ini. Anak muda, kau pasti menghabiskan banyak uang.”

“Hahaha, benar sekali.”

Aku tidak mengira biaya ujiannya sangat mahal, aku ingin mendapatkan surat izin diamond tapi.., uangnya pasti akan habis dengan percuma. Untuk saat ini itulah batasanku.

Pemilik toko meletakkan pistol yang di tawarkannya ke hadapanku, “Kau bisa mencobanya di belakang, ada area tembak juga disini.”

Aneh, perasaan ini begitu familiar. Pistol ini sama seperti pistol milikku di kehidupan sebelumnya, ketika memegangnya aku langsung tau.

“Aku cocok dengan ini. Kurasa aku akan langsung mengambilnya. Tolong berikan dua kotak amunisi juga.”

“Ya, aku mengerti,” sahut pemilik toko yang langsung bergerak memenuhi pesananku.

Uang yang tersisa, kurasa akan cukup untuk di gunakan membeli tiga barrel berisi bahan bakar. Dua barrel itu akan aku simpan, dan satu barrel lainnya..,

“Itu akan menjadi taruhanku demi dunia yang lebih baik.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status