“Ya, begitulah. Dari gosip yang kudengar, dulu ayah tirinya Geraldy adalah seorang penata rias untuk ibunya. Dulu zamanya kita masih kecil, ibunya adalah artis papan atas. Setelah ayah kandung Geraldy meninggal karena bunuh diri, sang ibu memilih untuk menikah dengan penata riasnya sendiri. Mau tidak mau, Geraldy jadi punya ayah tiri, deh. Bahkan seluruh kekuasaan diserahkan kepada ayah tirinya Geraldy, sedangkan sang Ibu memilih untuk pensiun dari dunia hiburan dan memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup dengan jalan-jalan,” sambung Daniel memperjelas pernyataannya tadi.
Senyuman kecil yang kaku aku guratkan pada bibir. Tak kusangka latar belakang Geraldy tidak sesempurna bayanganku. Ayah yang bunuh diri? Sungguh tak terbayang jika hal itu terjadi kepadaku.
Salah satu fakta baru tentang Geraldy kutelan bersamaan dengan nasi putihku siang ini.
Aku pun berterima kasih kepada Daniel karena sudah menemaniku makan siang, dan telah memberitahukan fakta baru.
Setelah istirahat siang itu, Daniel harus kembali ke dapur untuk memikirkan makan malam apa yang bergizi untuk semua staff yang bekerja di sini. Kemudian aku pun harus menunggu sampai jam 3 untuk kembali memperbaiki riasan Geraldy setelah dirinya selesai shooting.
***
Tepat pukul 3 sore, aku diarahkan Mas Rudi untuk menyusul ke lokasi shooting. Sebuah mobil mewah lengkap dengan supirnya menjemputku dari gedung Horas Entertainment menuju lokasi shooting.
Entah mengapa, sepanjang perjalanan aku terus memikirkan tentang Geraldy. Sekuat apa pun aku berusaha menghentikannya, tetap saja tidak berhasil.
Aku memikirkan Geraldy bukan karena rasa suka, tentu saja bukan! Aku hanya penasaran dengan kisah keluarganya. Tiba-tiba aku menjadi sedikit bersimpati kepada Geraldy, setelah mendengar cerita dari Daniel tadi.
Mungkin karena aku juga telah kehilangan ayah kandung yang pergi entah ke mana. Makanya aku jadi bisa relate dengan perasaan Geraldy.
“Nama Adik siapa?” tiba-tiba Pak supir mengajakku berbicara dan lamunanku pun buyar.“Nama saya Jaeryn, Pak. Saya baru aja mulai kerja hari ini,” jawabku malu-malu.
“Oh, begitu, ya, Dik. Tapi saya kok merasa pernah bertemu Jaeryn entah di mana, ya?” Tanya Pak supir lagi.
“Kayanya bapak salah, deh. Saya tidak merasa wajah bapak familiar. Hehehe …”
“Iya, kita memang tidak pernah ketemu. Tapi Jaeryn, kok, kayanya mirip sama seseorang yang saya kenal.”
“Hahaha … muka saya ini memang pasaran, Pak,” candaku canggung.
“Tapi kayanya nggak, sih. Soalnya Jaeryn punya hidung yang mirip banget sama seseorang yang saya kenal,” tukas Pak supir penuh keyakinan.
“Oh gitu ya, Pak … hehehe …” Aku menjawab singkat.
Aku tidak ingin melanjutkan pembicaraan lagi karena aku merasa hidungku tengah diejek. Bagaimana mungkin ada orang yang hidungnya mirip denganku? Pak supir ini mungkin berniat mencairkan suasana, tapi aku malah jadi kesal. Tetapi diriku semakin kesal lagi karena faktanya, aku akan segera bertemu dengan Geraldy.
***
Setelah tiba di lokasi Shooting, aku lantas menghampiri Geraldy. Di dalam keramaian, aura dingin Geraldy tidak juga berubah menjadi hangat. Bahkan sinar mentari tidak juga berhasil mencairkan aura dingin itu.
Kalau aku perhatikan, Geraldy juga sama sekali tidak ingin berbincang-bincang dengan kru yang ada di sekitarnya. Dia hanya duduk diam di ujung sambil memegang kipas angin mini.
Tampak juga beberapa baris jejeran fans yang rela datang untuk melihat Geraldy. Mereka semua tidak masalah apabila harus berhimpitan dengan banyak orang. Aku yakin mereka sangat iri kepadaku karena aku dapat menyentuh wajah idola mereka ini.
Padahal, sejak pertama bertemu … aku sudah jengkel dengan orang yang mereka puja-puja ini. Aku tiba-tiba jadi terpikir suatu pelajaran baru. Bahwa sebaiknya tidak perlu berlebihan dalam mengidolakan seseorang, karena kita tidak tahu bagaimana sikap asli orang itu. Geraldy benar-benar memberikan contoh pelajaran yang sangat bagus. Syukurlah aku tidak pernah menjadi fansnya.
Dan ada satu hal lagi yang membuatku kurang nyaman, yaitu: aku jadi ikut-ikutan disorot kamera. Fans yang merekam Geraldy dengan ponselnya, otomatis merekamku juga.
“Yasudahlah, sekalian latihan. Nanti kalau aku sudah terkenal juga bakalan ramai begini,” ucapku dalam hati.
Setelah selesai memperbaiki riasan Geraldy yang luntur akibat keringat, aku meneguk sebotol air putih karena kepanasan. Lokasi shooting ini benar-benar gerah walaupun jam sudah menujukkan hampir pukul 4.
Tidak berniat untuk mencari muka, aku berbaik hati dengan menawarkan sebotol air kepada Geraldy yang masih terduduk malas. Lagi-lagi ia mengabaikanku dan malah berdiri serta melewatiku begitu saja.
Setidaknya sikap dingin itu lebih baik daripada rangkulannya tadi pagi! Astaga! Aku jadi kembali teringat kejadian tadi pagi. Benar-benar memalukan! Aku memukul diriku sendiri dengan botol minuman karena tampaknya aku sudah mulai memikirkan Geraldy lagi.
Dari arah depan, Mas Rudi mendatangiku untuk mengarahkan agar aku ikut duduk di belakang kamera sembari menikmati proses pengambilan gambar.
Para fans yang berjejer di samping kanan lokasi shooting, tampak semakin bersemangat karena menyadari bahwa Geraldy akan beraksi di depan kamera.
“Action!” sang sutradara mengarahkan Geraldy dan pemain utama wanita itu.
Aku dengar nama pemain utama wanita itu bernama Victoria. Nama yang cantik sesuai dengan sosoknya. Jika aku punya wajah secantik itu, tentu saja aku akan memilih menjadi aktris seperti dirinya. Tetapi faktanya parasku ini sangat pas-pasan, bahkan aku mengandalkan makeup untuk menutupi kekurangan pada wajahku.
Karena bosan, tangan nakalku kembali berselancar pada internet. Aku mengetik nama Geraldy pada mesin pencari. Sepertinya DNA kepo dalam tubuhku benar-benar tidak bisa dilawan. Semua ini gara-gara cerita Daniel siang tadi.
Ada sebuah artikel yang menarik perhatianku. Judulnya berbunyi “Geraldy mengaku bahwa dirinya adalah seorang indigo.” Dengan sigap, aku langsung membaca artikel itu.
Artikel itu menjelaskan bahwa Geraldy mengaku sudah dapat melihat mahluk halus dari kecil. Geraldy bahkan mengakui bahwa ia dapat berkomunikasi dengan mereka.
“Oh … jadi ini alasan dia berkata bahwa tadi pagi itu adalah temannya,” batinku.
Aku mulai menyadari bahwa Geraldy memang pria tampan yang mempunyai banyak bakat. Sampai-sampai dia bisa berteman dengan mahluk halus. Aku bergurau dengan diriku sendiri, jangan-jangan selama ini dia cuek saja karena sedang berkomunikasi dengan teman beda dunianya itu.
Aku melepas tatapanku dari ponsel. Pandanganku tertuju pada Geraldy yang sedang tersenyum. Yah! Manusia yang tampannya tidak manusiawi itu sedang melempar senyum kepada lawan mainnya. Aku merasa jantungku terhenti karena senyumannya itu. Meskipun sikapnya memang menjengkelkan, tetapi nyatanya mataku tidak bisa berbohonng. Orang ganteng, ya, tetap ganteng.
Geraldy ternyata punya lesung pipi kecil yang mencuat manja saat dia tersenyum. Seandainya dia orang yang ramah, aku pasti sudah tergila-gila kepadanya.
Geraldy membelai lembut wajah Victoria dan mengecup pelan keningnya. Seperti itu lah scenario film menguasai tindakannya sore itu.
Adengan manis itu menstimulusku. Lagi-lagi ingatanku tentang pelukannya tadi pagi mencuat kasar, serta memutar dahsyat di dalam otakku. Walaupun sikapnya dingin, tapi tubuhnya hangat. Sangat hangat!
***
Jam menunjukkan pukul 7 malam, Geraldy akhirnya mendapatkan break untuk makan malam. Aku pun memutuskan untuk makan malam juga, karena sepertinya shooting ini akan berakhir larut.“Duduk di sini aja Jaeryn.” Mas Rudi mengajakku duduk di sebelahnya untuk berbagi makanan.“Malam ini kita semua bakalan bergadang. Soalnya shooting harus lanjut sampai subuh,” ungkap Mas Rudi memberikan informasi.“Hah?” Aku hampir tersedak.“Iya, udah kejar tayang, nih, dramanya. Terpaksa harus lanjut sampai subuh. Kalau kamu ngantuk, kamu bisa tidur sebentar di tenda Geraldy. Soalnya tenda di sini terbatas. Nanti kalau lagi perlu kamu, aku bangunin, deh,” jelas Mas Rudi.Mendengar hal itu, aku menjadi tidak berselera menelan makan malamku.“Berada di sini sampai subuh? Bersama Geraldy? Menggunakan tenda Geraldy? Yang benar saja!” batinku.Namun mau bagaimana la
Aku menyusun alat makeup ke dalam tas sambil tertunduk murung. Mataku sudah berkaca-kaca, aku tak mampu berpura-pura bahwa aku baik-baik saja. Rasanya aku benar-benar ingin menumpahkan semua air mata setelah Geraldy kembali memulai shooting. Setelah bercermin untuk melihat hasil riasan, Geraldy bergegas membuka kancing tenda. Tetapi sebelum ia beranjak ke luar, ia menatapku terlebih dahulu. Karena merasa sedang diperhatikan, aku lantas menegakkan kepala dan menatap tepat pada matanya. Tanpa basa-basi Geraldy mengusap area mataku dengan ibu jarinya. Aku spontan memundurkan tubuhku karena kaget. Setelah itu Geraldy langsung beranjak ke luar dari tenda tanpa berbicara. Aku semakin tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Geraldy. Dia bersikap kasar kepadaku dan tidak meminta maaf. Tetapi dia tiba-tiba mengusap mataku saat menyadari bahwa hatiku terluka. “Maksud dia apa, sih?” Apa yang sebenarnya sedang Geraldy renca
Sinar matahari menembus tenda, aku dapat merasakan kehangatannya. Serta merta aku merasa aneh mengapa ada sesuatu yang berat menindih pahaku. Aku menghela nafas dan akhirnya mencoba membuka mataku. Aku berusaha menoleh ke kanan, tapi silau sekali. Akhirnya kuputuskan untuk meraba hal berat yang menindih pahaku.“Hah? Kok ada paha?” Gumamku binggung.Aku membuka lebar mataku sekali lagi. Kali ini aku mengambil posisi setengah duduk. Oh tidak! Aku ketiduran lagi dan Geraldy menumpang paha kanannya di atas pahaku. Dengan perlahan, aku berusaha menyingkirkan pahanya yang sedaritadi menindihku.Aku mengecek ponsel, sudah jam 8 pagi. Tak bisa kupercaya semalam aku benar-benar ketiduran. Lebih tepatnya menjelma menjadi mayat yang masih bernafas.“Ah, kepalaku sakit sekali.”Aku berusaha mengingat kejadian tadi malam. Padahal aku merasa tidak mencoba untuk tertidur. Dan anehnya, Mas Rudi sama sekali
“Hapus fotonya!” aku merengek kepada Geraldy.Aku tak lagi peduli jika nanti Geraldy akan memakiku. Saat ini yang lebih penting adalah nama baikku. Jangan sampai Geraldy menggunakan foto itu untuk hal yang tidak-tidak.“Tangkap aku kalau bisa,” tantang Geraldy.Aksi kejar-kejaran pun tidak terelakkan. Ku kerahkan semua tenagaku untuk merebut ponsel milik Geraldy. Aku harus menghapus foto itu dengan tanganku sendiri. Dan tanpa kami sadari, kami berdua kejar-kejaran seperti anak TK.“Sini!” perintahku.Ketika berusaha sekuat tenaga untuk merebut ponsel Geraldy dan kesusahan karena dia sangat tinggi, seketika aku menyadari bahwa kami tengah dijepret oleh seseorang. Ya ampun, aku lupa kalau fans Geraldy pasti sedang memperhatikan dan menjepret kami.Aku yang tadinya berniat menjaga nama baikku, kini mungkin telah memperburuk situasi. Jangan-jangan setelah ini akan ada gosip yang mencuat!Karena takut se
Orang bilang, apabila kita bermimpi tersesat di hutan, maka mimpi itu melambangkan bahwa seseorang yang kita anggap baik, nyatanya adalah seseorang yang buruk. Apakah semua ini adalah pertanda? Apakah ini tentang Mas Rudi? Atau justru Geraldy?Namun, aku yakin sekarang ini tidak sedang terjebak dalam mimpi.Aku yakin bahwa jari-jari hangat yang sedang melingkar pada lenganku, adalah benar jari manusia. Meskipun pria yang masih terus memegangiku saat ini, tampak seperti pria yang ada di dalam dongeng. Seakan dia itu tidak nyata. Tetapi ini bukanlah mimpi!“Jaeryn, kamu gapapa?” panggilan Mas Rudi menjadi sihir yang mengubah segalanya kembali menjadi normal.“Iya, gapapa,” jawabku lesu.Meskipun yang kubalas adalah pertanyaan Mas Rudi, tetapi yang kutatap adalah wajah Geraldy. Sebab, entah bagaimana wajahnya itu seakan memiliki magnet yang membuatku tak bisa melepaskan pandangan.“Kalau masih nggak enak badan, kam
Aroma obat-obatan yang begitu tajam membuatku terbangun dari mimpi panjangku. Perlahan-lahan aku berusaha membuka mata, tetapi pandanganku sangat kabur. Kasur yang saat ini kutiduri pun terasa begitu asing.Seluruh tubuhku terasa sakit, seakan tulang-tulangku diremukkan. Dan benar saja, ketika aku membuka mataku untuk kedua kalinya, aku melihat samar bahwa beberapa bagian tubuhku tengah dibalut perban.Dapat kusadari jarum infus terpasang pada nadiku. Dapat pula kurasakan hangat tangan seseorang yang sedang memegangi erat jemariku. Sesungguhnya, ada di mana aku ini? Apakah rumah sakit? Tapi mengapa?"Jaeryn, kamu sudah sadar?"Terdengar bisikan suara seseorang yang bertanya kepadaku. Aku pun berusaha menatap tepat pada wajah orang itu."Geraldy?" Gumamku lesu.Aku semakin binggung atas apa yang tampak di depan mataku saat ini. Mengapa ada Geraldy pagi-pagi begini? Apa jangan-jangan ....Argh, sial! Sepertinya aku pin
Hari sabtu tiba, tetapi jadwal Geraldy masih saja padat. Dengan mengenakan mini dress chiffon, aku kembali berangkat ke lokasi shooting.Aku memilih taxi online sebagai transportasi untuk membawaku tiba di sana. Soalnya, hari ini supir agensi yang biasa menjemputku sedang sakit.Sepanjang perjalanan, hatiku sangat gundah. Entah mengapa aku punya firasat buruk.Ah, mungkin karena aku terlalu memikirkan tentang komentar dari fans berat Geraldy tadi malam. Untung saja video yang diposting oleh fanspage @soulmate_Geraldy itu bukanlah video di mana Geraldy memelukku tiba-tiba. Melainkan hanya video di mana Geraldy berusaha menangkap lenganku agar aku tidak terjatuh ke tanah.Tentu saja raut wajahku sangat aneh di video itu. Bagaimana mungkin tidak? Soalnya aku tengah dipanggil-panggil oleh hantu. Untung saja aku tidak cosplay menjadi reog, saking aku begitu ketakutan.Rasanya komentar-komentar dari bucin Geraldy begitu menggelikan bagi
Salah satu impianku adalah bisa mempraktekkan makeup di depan banyak orang, di mana wajahku disorot langsung oleh cahaya panggung. Aku ingin sekali menjadi yang paling bersinar di antara semua orang yang ada di sekelilingku. Dan saat ini, aku tengah merasakan sebagian kecil dari impianku itu. Yaitu disorot langsung oleh cahaya lampu yang begitu benderang, sampai mataku sulit membuka dengan sempurna. Akulah orang yang paling benderang di lahan parkiran ini. Meskipun begitu, aku sangat terheran dengan sosok pengemudi mobil putih ini. Mengapa dia tiba-tiba saja menghidupkan mobil dan mengenakan topeng aneh? Ini, kan, bukan hari halloween. Ternyata orang aneh di dunia ini, bukan hanya Geraldy. Ah, sial. Ada-ada saja! Hari ini benar-benar hari yang buruk. Aku pun memutuskan untuk mundur selangkah dari hadapan mobil putih yang pengemudinya tampak tidak waras ini. Atau mungkin, yang tidak waras adalah diriku sendiri,ya? Namun, sebelum aku se