Beranda / Horor / Sang Penata Rias / BAB 4 - MENGUAK

Share

BAB 4 - MENGUAK

Penulis: Juni Sari
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-25 13:08:05

“Ya, begitulah. Dari gosip yang kudengar, dulu ayah tirinya Geraldy adalah seorang penata rias untuk ibunya. Dulu zamanya kita masih kecil, ibunya adalah artis papan atas. Setelah ayah kandung Geraldy meninggal karena bunuh diri, sang ibu memilih untuk menikah dengan penata riasnya sendiri. Mau tidak mau, Geraldy jadi punya ayah tiri, deh. Bahkan seluruh kekuasaan diserahkan kepada ayah tirinya Geraldy, sedangkan sang Ibu memilih untuk pensiun dari dunia hiburan dan memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup dengan jalan-jalan,” sambung Daniel memperjelas pernyataannya tadi.

Senyuman kecil yang kaku aku guratkan pada bibir. Tak kusangka latar belakang Geraldy tidak sesempurna bayanganku. Ayah yang bunuh diri? Sungguh tak terbayang jika hal itu terjadi kepadaku.

Salah satu fakta baru tentang Geraldy kutelan bersamaan dengan nasi putihku siang ini.

Aku pun berterima kasih kepada Daniel karena sudah menemaniku makan siang, dan telah memberitahukan fakta baru.

Setelah istirahat siang itu, Daniel harus kembali ke dapur untuk memikirkan makan malam apa yang bergizi untuk semua staff yang bekerja di sini. Kemudian aku pun harus menunggu sampai jam 3 untuk kembali memperbaiki riasan Geraldy setelah dirinya selesai shooting.

***

Tepat pukul 3 sore, aku diarahkan Mas Rudi untuk menyusul ke lokasi shooting. Sebuah mobil mewah lengkap dengan supirnya menjemputku dari gedung Horas Entertainment menuju lokasi shooting.

Entah mengapa, sepanjang perjalanan aku terus memikirkan tentang Geraldy. Sekuat apa pun aku berusaha menghentikannya, tetap saja tidak berhasil.

Aku memikirkan Geraldy bukan karena rasa suka, tentu saja bukan! Aku hanya penasaran dengan kisah keluarganya. Tiba-tiba aku menjadi sedikit bersimpati kepada Geraldy, setelah mendengar cerita dari Daniel tadi.

Mungkin karena aku juga telah kehilangan ayah kandung yang pergi entah ke mana. Makanya aku jadi bisa relate dengan perasaan Geraldy.

“Nama Adik siapa?” tiba-tiba Pak supir mengajakku berbicara dan lamunanku pun buyar.

“Nama saya Jaeryn, Pak. Saya baru aja mulai kerja hari ini,” jawabku malu-malu.

“Oh, begitu, ya, Dik. Tapi saya kok merasa pernah bertemu Jaeryn entah di mana, ya?” Tanya Pak supir lagi.

“Kayanya bapak salah, deh. Saya tidak merasa wajah bapak familiar. Hehehe …”

“Iya, kita memang tidak pernah ketemu. Tapi Jaeryn, kok, kayanya mirip sama seseorang yang saya kenal.”

“Hahaha … muka saya ini memang pasaran, Pak,” candaku canggung.

“Tapi kayanya nggak, sih. Soalnya Jaeryn punya hidung yang mirip banget sama seseorang yang saya kenal,” tukas Pak supir penuh keyakinan.

“Oh gitu ya, Pak … hehehe …” Aku menjawab singkat.

Aku tidak ingin melanjutkan pembicaraan lagi karena aku merasa hidungku tengah diejek. Bagaimana mungkin ada orang yang hidungnya mirip denganku? Pak supir ini mungkin berniat mencairkan suasana, tapi aku malah jadi kesal. Tetapi diriku semakin kesal lagi karena faktanya, aku akan segera bertemu dengan Geraldy.

***

Setelah tiba di lokasi Shooting, aku lantas menghampiri Geraldy. Di dalam keramaian, aura dingin Geraldy tidak juga berubah menjadi hangat. Bahkan sinar mentari tidak juga berhasil mencairkan aura dingin itu.

Kalau aku perhatikan, Geraldy juga sama sekali tidak ingin berbincang-bincang dengan kru yang ada di sekitarnya. Dia hanya duduk diam di ujung sambil memegang kipas angin mini.

Tampak juga beberapa baris jejeran fans yang rela datang untuk melihat Geraldy. Mereka semua tidak masalah apabila harus berhimpitan dengan banyak orang. Aku yakin mereka sangat iri kepadaku karena aku dapat menyentuh wajah idola mereka ini.

Padahal, sejak pertama bertemu …  aku sudah jengkel dengan orang yang mereka puja-puja ini. Aku tiba-tiba jadi terpikir suatu pelajaran baru. Bahwa sebaiknya tidak perlu berlebihan dalam mengidolakan seseorang, karena kita tidak tahu bagaimana sikap asli orang itu. Geraldy benar-benar memberikan contoh pelajaran yang sangat bagus. Syukurlah aku tidak pernah menjadi fansnya.

Dan ada satu hal lagi yang membuatku kurang nyaman, yaitu: aku jadi ikut-ikutan disorot kamera. Fans yang merekam Geraldy dengan ponselnya, otomatis merekamku juga.

“Yasudahlah, sekalian latihan. Nanti kalau aku sudah terkenal juga bakalan ramai begini,” ucapku dalam hati.

Setelah selesai memperbaiki riasan Geraldy yang luntur akibat keringat, aku meneguk sebotol air putih karena kepanasan. Lokasi shooting ini benar-benar gerah walaupun jam sudah menujukkan hampir pukul 4.

Tidak berniat untuk mencari muka, aku berbaik hati dengan menawarkan sebotol air kepada Geraldy yang masih terduduk malas. Lagi-lagi ia mengabaikanku dan malah berdiri serta melewatiku begitu saja.

Setidaknya sikap dingin itu lebih baik daripada rangkulannya tadi pagi! Astaga! Aku jadi kembali teringat kejadian tadi pagi. Benar-benar memalukan! Aku memukul diriku sendiri dengan botol minuman karena tampaknya aku sudah mulai memikirkan Geraldy lagi.

Dari arah depan, Mas Rudi mendatangiku untuk mengarahkan agar aku ikut duduk di belakang kamera sembari menikmati proses pengambilan gambar.

Para fans yang berjejer di samping kanan lokasi shooting, tampak semakin bersemangat karena menyadari bahwa Geraldy akan beraksi di depan kamera.

Action!” sang sutradara mengarahkan Geraldy dan pemain utama wanita itu.

Aku dengar nama pemain utama wanita itu bernama Victoria. Nama yang cantik sesuai dengan sosoknya. Jika aku punya wajah secantik itu, tentu saja aku akan memilih menjadi aktris seperti dirinya. Tetapi faktanya parasku ini sangat pas-pasan, bahkan aku mengandalkan makeup untuk menutupi kekurangan pada wajahku.

Karena bosan, tangan nakalku kembali berselancar pada internet. Aku mengetik nama Geraldy pada mesin pencari. Sepertinya DNA kepo dalam tubuhku benar-benar tidak bisa dilawan. Semua ini gara-gara cerita Daniel siang tadi.

Ada sebuah artikel yang menarik perhatianku. Judulnya berbunyi “Geraldy mengaku bahwa dirinya adalah seorang indigo.” Dengan sigap, aku langsung membaca artikel itu.

Artikel itu menjelaskan bahwa Geraldy mengaku sudah dapat melihat mahluk halus dari kecil. Geraldy bahkan mengakui bahwa ia dapat berkomunikasi dengan mereka.

“Oh … jadi ini alasan dia berkata bahwa tadi pagi itu adalah temannya,” batinku.

Aku mulai menyadari bahwa Geraldy memang pria tampan yang mempunyai banyak bakat. Sampai-sampai dia bisa berteman dengan mahluk halus. Aku bergurau dengan diriku sendiri, jangan-jangan selama ini dia cuek saja karena sedang berkomunikasi dengan teman beda dunianya itu.

Aku melepas tatapanku dari ponsel. Pandanganku tertuju pada Geraldy yang sedang tersenyum. Yah! Manusia yang tampannya tidak manusiawi itu sedang melempar senyum kepada lawan mainnya. Aku merasa jantungku terhenti karena senyumannya itu. Meskipun sikapnya memang menjengkelkan, tetapi nyatanya mataku tidak bisa berbohonng. Orang ganteng, ya, tetap ganteng.

Geraldy ternyata punya lesung pipi kecil yang mencuat manja saat dia tersenyum. Seandainya dia orang yang ramah, aku pasti sudah tergila-gila kepadanya.

Geraldy membelai lembut wajah Victoria dan mengecup pelan keningnya. Seperti itu lah scenario film menguasai tindakannya sore itu.

Adengan manis itu menstimulusku. Lagi-lagi ingatanku tentang pelukannya tadi pagi mencuat kasar, serta memutar dahsyat di dalam otakku. Walaupun sikapnya dingin, tapi tubuhnya hangat. Sangat hangat!

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Penata Rias   BAB 55 – NGOMPOL?

    “Sekali lagi maaf udah bikin kamu marah.” Jaeryn menyadari kemarahanku dari rautku yang kesal.“Sumpah aku nggak maksud nuduh ataupun menyudutkan kamu. Aku cuma nanya aja tadi.” Jaeryn kembali meminta maaf dengan mata berkaca-kaca.Haduh, lagi-lagi air mata dan air mata. Memuakkan. Sepertinya sia-sia berusaha mengajari gadis bodoh ini untuk menjadi lebih kuat dan berani.Aku kembali mendekatkan wajahku ke wajahnya dan menatapnya benci,“Emangnya lo berharap bakalan terjadi apa?”Jaeryn tersentak mendengar pertanyaanku dan ia tidak berani menjawab apa-apa.Karena sudah malas berlama-lama dengannya, aku pun langsung meluruskan rasa penasarannya dengan berkata,“Lo ngompol semalam,” jelasku cuek lalu menegakkan tubuhku.Jaeryn sontak menatapku dengan sikap tubuh yang tak lagi tegang.“Agak aneh kalau Bunda lo tahu lo ngompol, jadi gue gantiin sama sempak emak gue yang ada,” lanjutku kemudian.“Ahh ... gitu,” jawab Jaeryn. Ia tampak begitu malu.“Sekali lagi maaf udah ngerepotin.” Jaeryn

  • Sang Penata Rias   BAB 54 – HUKUMANKU SELAMA INI SIA-SIA?

    “Kenapa? Ada yang mau lo tanyakan?” Aku menyadari kehadiran Jaeryn di sela-sela pemikiranku. Sepertinya dia sudah berdiri cukup lama di belakangku tanpa bersuara.“Oh, iya.”“Dari semalam mau nanya nggak sempat,” jawab Jaeryn ragu.“Apa?” Aku pun membalikkan badan dan menatapnya.“I-itu. Soal ....” Jaeryn masih tergagu-gagu.“Apaan, sih?” Aku mulai kesal. “Masih soal yang tadi?”“Bukan!” Jaeryn menjawab cepat.“Terus? Apa?”“Itu ... soal pelaku utama yang bakalan di sidang beberapa hari lagi. Kira-kira kamu udah nyogok dia belum, ya?”“Maksudku, dia nggak bakalan bilang ke hakim kalau aku hamil anak Mas Rudi, kan?” Jaeryn menundukkan kepalanya.“Enggak,” jawabku singkat.“Hah? Enggak?”“Kamu nggak nyogok dia? Atau ... nggak, untuk apa, nih?”“Itu gapapa? Maksudnya ... rahasiaku gapapa?” Jaeryn tampak panik.“Lagipula yang ngehamilin lo di tenda itu gue. Sehingga lo hamil anak gue, bukan Rudi. Jadi, enggak bakalan ada yang tahu.” Aku membatin puas.“Iya, engga. Nggak bakalan ada orang

  • Sang Penata Rias   BAB 53 – HUKUMAN LAGI UNTUK PEREMPUAN LEMAH

    Flashback Kamar Geraldy.“Bersalah? Untuk apa merasa bersalah kepada orang yang jahat? Yakin … lo juga beneran merasa bersalah? Buktinya sampai hari ini lo nggak ngucapin apapun perihal perasaan kehilangan lo buat Mas Rudi di sosmed. Yang ada tadi lo malah mengupload foto dengan curhatan yang super najis,” ucapku dengan nada tinggi.Perempuan sialan ini malah menyalahkan aku soal kematian Rudi. Dia pikir dia siapa berani menghakimi aku seperti ini.“Tapi … mungkin lo emang secinta itu sama Rudi. Sayang sekali kalian harus beda alam sekarang. Mau gue bantu biar kalian bisa barengan lagi, nggak?” Aku mulai mengancam Jaeryn.“Sebenarnya gue nggak merasa udah ngebunuh Rudi secara langsung, sih. Tapi kalau lo berpikiran gitu … anggap aja dia korban pertama gue. So … haruskah gue jadikan lo korban kedua? Agar gue benar-benar terbiasa dengan membunuh seperti tuduhan lo tadi?” Gertakku lagi sembari menodong serpihan pecahan kaca ke leher Jaeryn.Sikapku ini sukses membuat tubuhnya bergetar.

  • Sang Penata Rias   BAB 52 – MEMBANGUN KEMBALI BATASAN

    GERALDY PRATAMATidak ada seorang pun yang tahu, meski demi misi pembalasan dendam .... sesungguhnya aku sangat menyesal sudah ikut menikam Rudi. Seharusnya aku tak perlu sampai melewati batas malam itu, seharusnya kubiarkan saja dia mati dengan sendirinya. Tapi nyatanya, aku turut mengotori tanganku. Sungguh ... aku sangat menyesal untuk itu.Namun, segalanya telah terlanjur terjadi. Bahkan Rudi, kini terus bergentayangan di sekelilingku.Haah ... Biarlah penyesalan ini menjadi hukumanku. Lagipula aku tak bisa memutar waktu.Lalu perempuan ini .... mengapa tiba-tiba saja berubah pikiran? Kemarin dia menyudutkan aku, tetapi sekarang dia berusaha membuatku merasa lebih baik. Dia pikir dia siapa?Aku ... tidak butuh ini.Ah, tidak. Aku membutuhkannya. Aku butuh sebuah pengakuan, bahwa aku bukan pembunuh Rudi. Meski sering mengakui bahwa aku adalah pembunuh Rudi, tapi sejujurnya di dalam hatiku ... terbesit harapan bahwa bukan aku yang membunuhnya.Oleh karena itu, aku bilang kepada Jaer

  • Sang Penata Rias   BAB 51 – ORANG YANG MEMBUNUH MAS RUDI

    “Engga juga.” Geraldy menjawab tanpa menatapku.“Ucapan lo kemarin nggak sepenuhnya salah.” Lanjut Geraldy dingin lalu menyuruput susu proteinnya.Mendengar ucapannya, aku hanya bisa terbenggong karena tak terlalu memahami apa yang sebenarnya ia maksud. Tapi setidaknya, Geraldy tidak mencaciku. Fiuh ... hampir saja. Aku lega setengah mati.Namun, aku tetap berusaha keras untuk memahami ucapannya. Bahkan saking terlalu binggung dan penasarannya aku akan makna ucapan Geraldy, tanpa kusadari aku menatapnya kosong cukup lama. Kali ini bukan karena terpaku akan kerupawanan, tapi aku hanya larut dalam tanda tanya pikiranku sendiri.“Makan dulu buburnya, nanti dingin.” Geraldy menunjuk mangkok buburku. Ia berhasil membuyarkan ketidakfokusanku.Aku sampai terlupa belum sempat menyendok sedikitpun bubur yang tersaji hangat di depanku ini, sejak duduk di meja makan.Tanpa merespon dengan kata-kata, aku buru-buru menyantap buburku dan tak berani menatap mata Geraldy lagi.“Kalau dipikir-pikir, m

  • Sang Penata Rias   BAB 50 – SARAPAN MATA DAN BIBIR

    “Oh, iya. Ini mau sarapan, kok. Aku mau cuci muka sebentar,” ucapku sembari memegangi pintu yang setengah terbuka. Meskipun tadinya sempat merasa panik sekaligus tegang, Geraldy sukseks membuatku terpaku sejenak memandangi wajahnya; mendonggak dari bawah karena aku terduduk di atas kursi roda.Sungguh ... ia tampan mau dilihat dari sudut manapun. Sebelum bibirku merasakan hangatnya santapan bubur buatan Bunda, mataku sudah terlebih dulu menyatap ketampanan Geraldy. Seperti yang diduga ... itulah mengapa hanya orang-orang pilihan yang bisa menjadi artis terkenal di tanah air. Karena tidak semua orang tetap terlihat rupawan meski tanpa riasan, serta sehabis mengelap iler mimpi semalam.“Oke,” jawab Geraldy singkat, lalu beranjak lebih dulu ke meja makan.Tentu ia sangat berbeda denganku, aku membukakan pintu dalam keadaan rambut yang acak-acakan. Mata yang sedikit bengkak, wajah kusam, bibir pucat ... serta ada perasaan tak nyaman di bawah sana. Ya, celana dalam yang bukan milikku ini t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status