Home / Horor / Sang Penata Rias / BAB 5 - SATU TENDA

Share

BAB 5 - SATU TENDA

Author: Juni Sari
last update Last Updated: 2021-08-25 13:08:33

Jam menunjukkan pukul 7 malam, Geraldy akhirnya mendapatkan break untuk makan malam. Aku pun memutuskan untuk makan malam juga, karena sepertinya shooting ini akan berakhir larut.

“Duduk di sini aja Jaeryn.” Mas Rudi mengajakku duduk di sebelahnya untuk berbagi makanan.

“Malam ini kita semua bakalan bergadang. Soalnya shooting harus lanjut sampai subuh,” ungkap Mas Rudi memberikan informasi.

“Hah?” Aku hampir tersedak.

“Iya, udah kejar tayang, nih, dramanya. Terpaksa harus lanjut sampai subuh. Kalau kamu ngantuk, kamu bisa tidur sebentar di tenda Geraldy. Soalnya tenda di sini terbatas. Nanti kalau lagi perlu kamu, aku bangunin, deh,” jelas Mas Rudi.

Mendengar hal itu, aku menjadi tidak berselera menelan makan malamku.

“Berada di sini sampai subuh? Bersama Geraldy? Menggunakan tenda Geraldy? Yang benar saja!” batinku.

Namun mau bagaimana lagi? Mau tidak mau, aku harus mengikuti jadwal Geraldy. Memang ini adalah resiko pekerjaanku. Terpaksa aku mengabari Bunda kalau aku mungkin tidak bisa pulang malam ini.

Setelah selesai makan malam, Mas Rudi memintaku untuk menghapus riasan pada wajah Geraldy. Dia juga ingin aku memasang masker pada kulitnya, karena kulitnya tidak boleh terlihat lelah karena nanti akan bergadang.

Aku pun bergegas menghampiri Geraldy yang duduk di depan tenda. Mimiknya masih saja dingin. Walaupun aku tahu dia sudah lelah, tetapi wajahnya masih saja tampan.

Melihatku yang datang menghampirinya, Geraldy berdiri dan berjalan masuk ke dalam tenda. Setelah itu Geraldy langsung berbaring untuk mengistirahatkan tubuh pegalnya.

“Kancing tendanya,” perintah Geraldy.

“Hah?” jawabku panik.

Geraldy langsung menyambarku dengan tatapan tajamnya. Bahkan tatapan itu membuatku berhenti bernapas selama beberapa detik.

“Jadi lo mau bare face gue diliatin orang-orang?” tanya Geraldy dengan nada kesal.

“Oh, iya. Oke,” jawabku kikuk dan bergegas mengancing tenda.

Situasi ini benar-benar membuatku takut sekaligus canggung. Sebelumnya aku tidak pernah berduaan saja dengan pria di dalam sebuah tenda.

Namun, aku harus ingat bahwa tugasku adalah seorang penata rias. Aku tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak.

Tiba-tiba Geraldy meraih tanganku ke arah wajahnya, karena ternyata aku telah duduk terbegong selama beberapa saat.

“Butuh waktu berapa lama lagi buat mulai? Lo mau gue telat shooting?” Geraldy memarahiku.

Aku pun segera mengambil kapas dan menuangkan cairan penghapus riasan. Lalu kapas basah itu aku usapkan perlahan pada wajah Geraldy. Mulai dari dahi, mata, pipi, dan bibir. Kulit wajahnya benar-benar kuusap dengan hati-hati.

Setelah bersih dari riasan, kulit polos Geraldy pun terpampang jelas. Ya, tentu saja dia masih sangat tampan. Bedanya mungkin saat memakai riasan, ia terlihat lebih karismatik. Sedangkan saat bare face, Geraldy terlihat lebih imut. Namanya juga blasteran, mau bagaimana pun tetap akan terlihat tampan.

Saat hendak memasang masker pada wajahnya, kudapati bahwa Geraldy sudah terlelap. Dia pasti sudah sangat kelelahan. Karena takut Geraldy akan terbangun, aku memasang masker dengan sangat hati-hati. Dengan sangat terpaksa, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya agar bisa memasang masker dengan tepat dan tidak sampai membangunkan Geraldy.

Benar-benar bukan manusia,” gumamku tanpa sadar.

Sembari menunggu 15 menit untuk melepas masker dari wajah Geraldy, aku membaringkan tubuhku sejenak di sebelahnya. Aku juga sudah sangat kelelahan. Lagian Geraldy sedang tidur, dia tidak akan tahu bahwa aku juga ikutan berbaring. Sungguh hari ini sangat melelahkan.

Setelah beberapa saat memejamkan mata, tiba-tiba aku merasa nafasku tercekat. Dengan spontan aku membuka mata dan kudapati seorang bapak tua dengan pakaian putih yang bersimbah darah tengah mencekikku. Bapak itu mencekikku dengan sangat kuat sampai-sampai aku tak berdaya untuk menepisnya.

“Tolong … aku … dicekik hant ….”

***

Alarm ponselku berdering untuk memberi tahu bahwa sekarang sudah 15 menit. Dalam keadaan syok, aku membuka mataku dan tanpa sengaja menoleh ke arah Geraldy. Mata kami pun bertemu. Aku terbelalak karena menyadari bahwa aku baru saja bermimpi dicekik hantu dan sedaritadi Geraldy sedang menatapku.

Dengan terburu-buru aku langsung bangkit dan mengambil posisi duduk.

“Maaf, tadi aku nggak sengaja ketiduran.” Jelasku.

Geraldy langsung melepas sendiri masker yang tertempel pada wajahnya dan melemparkan lembaran masker bekas wajahnya itu ke wajahku.

“Aw …” aku terkejut dengan sikap kasar Geraldy.

Geraldy tidak mengatakan apa-apa setelah perlakuan kasarnya itu dan malah menatapku sinis. Air mataku hampir saja terjatuh karena merasa terhina dengan tindakan Geraldy barusan. Meskipun memang aku bersalah karena ketiduran, tidak seharusnya Geraldy melemparkan masker bekas ke wajahku.

Rasanya aku ingin berlari ke luar tenda dan pulang.

“Cepetan makeup-in!” bentak Geraldy.

Dengan berat hati, aku berusaha merias ulang wajah Geraldy. Tanganku menjadi gemetaran, berusaha menahan tangis. Aku yakin Geraldy sadar bahwa dia telah melukaiku, tetapi dia memilih untuk cuek saja.

Geraldy benar-benar bukan manusia, karena dia tidak berperikemanusiaan. Dia pikir karena dia tampan dan terkenal, dia bisa semena-mena terhadapku?

Namun aku malah lebih bodoh lagi. Mengapa aku hanya diam saja dan tidak melawan? Apakah karena aku lemah? Atau mungkin … karena aku miskin?

Saat SMA dulu, aku berpikir bahwa dengan memiliki pekerjaan maka hidupku akan membaik. Tapi ternyata … masih saja sama.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Penata Rias   BAB 55 – NGOMPOL?

    “Sekali lagi maaf udah bikin kamu marah.” Jaeryn menyadari kemarahanku dari rautku yang kesal.“Sumpah aku nggak maksud nuduh ataupun menyudutkan kamu. Aku cuma nanya aja tadi.” Jaeryn kembali meminta maaf dengan mata berkaca-kaca.Haduh, lagi-lagi air mata dan air mata. Memuakkan. Sepertinya sia-sia berusaha mengajari gadis bodoh ini untuk menjadi lebih kuat dan berani.Aku kembali mendekatkan wajahku ke wajahnya dan menatapnya benci,“Emangnya lo berharap bakalan terjadi apa?”Jaeryn tersentak mendengar pertanyaanku dan ia tidak berani menjawab apa-apa.Karena sudah malas berlama-lama dengannya, aku pun langsung meluruskan rasa penasarannya dengan berkata,“Lo ngompol semalam,” jelasku cuek lalu menegakkan tubuhku.Jaeryn sontak menatapku dengan sikap tubuh yang tak lagi tegang.“Agak aneh kalau Bunda lo tahu lo ngompol, jadi gue gantiin sama sempak emak gue yang ada,” lanjutku kemudian.“Ahh ... gitu,” jawab Jaeryn. Ia tampak begitu malu.“Sekali lagi maaf udah ngerepotin.” Jaeryn

  • Sang Penata Rias   BAB 54 – HUKUMANKU SELAMA INI SIA-SIA?

    “Kenapa? Ada yang mau lo tanyakan?” Aku menyadari kehadiran Jaeryn di sela-sela pemikiranku. Sepertinya dia sudah berdiri cukup lama di belakangku tanpa bersuara.“Oh, iya.”“Dari semalam mau nanya nggak sempat,” jawab Jaeryn ragu.“Apa?” Aku pun membalikkan badan dan menatapnya.“I-itu. Soal ....” Jaeryn masih tergagu-gagu.“Apaan, sih?” Aku mulai kesal. “Masih soal yang tadi?”“Bukan!” Jaeryn menjawab cepat.“Terus? Apa?”“Itu ... soal pelaku utama yang bakalan di sidang beberapa hari lagi. Kira-kira kamu udah nyogok dia belum, ya?”“Maksudku, dia nggak bakalan bilang ke hakim kalau aku hamil anak Mas Rudi, kan?” Jaeryn menundukkan kepalanya.“Enggak,” jawabku singkat.“Hah? Enggak?”“Kamu nggak nyogok dia? Atau ... nggak, untuk apa, nih?”“Itu gapapa? Maksudnya ... rahasiaku gapapa?” Jaeryn tampak panik.“Lagipula yang ngehamilin lo di tenda itu gue. Sehingga lo hamil anak gue, bukan Rudi. Jadi, enggak bakalan ada yang tahu.” Aku membatin puas.“Iya, engga. Nggak bakalan ada orang

  • Sang Penata Rias   BAB 53 – HUKUMAN LAGI UNTUK PEREMPUAN LEMAH

    Flashback Kamar Geraldy.“Bersalah? Untuk apa merasa bersalah kepada orang yang jahat? Yakin … lo juga beneran merasa bersalah? Buktinya sampai hari ini lo nggak ngucapin apapun perihal perasaan kehilangan lo buat Mas Rudi di sosmed. Yang ada tadi lo malah mengupload foto dengan curhatan yang super najis,” ucapku dengan nada tinggi.Perempuan sialan ini malah menyalahkan aku soal kematian Rudi. Dia pikir dia siapa berani menghakimi aku seperti ini.“Tapi … mungkin lo emang secinta itu sama Rudi. Sayang sekali kalian harus beda alam sekarang. Mau gue bantu biar kalian bisa barengan lagi, nggak?” Aku mulai mengancam Jaeryn.“Sebenarnya gue nggak merasa udah ngebunuh Rudi secara langsung, sih. Tapi kalau lo berpikiran gitu … anggap aja dia korban pertama gue. So … haruskah gue jadikan lo korban kedua? Agar gue benar-benar terbiasa dengan membunuh seperti tuduhan lo tadi?” Gertakku lagi sembari menodong serpihan pecahan kaca ke leher Jaeryn.Sikapku ini sukses membuat tubuhnya bergetar.

  • Sang Penata Rias   BAB 52 – MEMBANGUN KEMBALI BATASAN

    GERALDY PRATAMATidak ada seorang pun yang tahu, meski demi misi pembalasan dendam .... sesungguhnya aku sangat menyesal sudah ikut menikam Rudi. Seharusnya aku tak perlu sampai melewati batas malam itu, seharusnya kubiarkan saja dia mati dengan sendirinya. Tapi nyatanya, aku turut mengotori tanganku. Sungguh ... aku sangat menyesal untuk itu.Namun, segalanya telah terlanjur terjadi. Bahkan Rudi, kini terus bergentayangan di sekelilingku.Haah ... Biarlah penyesalan ini menjadi hukumanku. Lagipula aku tak bisa memutar waktu.Lalu perempuan ini .... mengapa tiba-tiba saja berubah pikiran? Kemarin dia menyudutkan aku, tetapi sekarang dia berusaha membuatku merasa lebih baik. Dia pikir dia siapa?Aku ... tidak butuh ini.Ah, tidak. Aku membutuhkannya. Aku butuh sebuah pengakuan, bahwa aku bukan pembunuh Rudi. Meski sering mengakui bahwa aku adalah pembunuh Rudi, tapi sejujurnya di dalam hatiku ... terbesit harapan bahwa bukan aku yang membunuhnya.Oleh karena itu, aku bilang kepada Jaer

  • Sang Penata Rias   BAB 51 – ORANG YANG MEMBUNUH MAS RUDI

    “Engga juga.” Geraldy menjawab tanpa menatapku.“Ucapan lo kemarin nggak sepenuhnya salah.” Lanjut Geraldy dingin lalu menyuruput susu proteinnya.Mendengar ucapannya, aku hanya bisa terbenggong karena tak terlalu memahami apa yang sebenarnya ia maksud. Tapi setidaknya, Geraldy tidak mencaciku. Fiuh ... hampir saja. Aku lega setengah mati.Namun, aku tetap berusaha keras untuk memahami ucapannya. Bahkan saking terlalu binggung dan penasarannya aku akan makna ucapan Geraldy, tanpa kusadari aku menatapnya kosong cukup lama. Kali ini bukan karena terpaku akan kerupawanan, tapi aku hanya larut dalam tanda tanya pikiranku sendiri.“Makan dulu buburnya, nanti dingin.” Geraldy menunjuk mangkok buburku. Ia berhasil membuyarkan ketidakfokusanku.Aku sampai terlupa belum sempat menyendok sedikitpun bubur yang tersaji hangat di depanku ini, sejak duduk di meja makan.Tanpa merespon dengan kata-kata, aku buru-buru menyantap buburku dan tak berani menatap mata Geraldy lagi.“Kalau dipikir-pikir, m

  • Sang Penata Rias   BAB 50 – SARAPAN MATA DAN BIBIR

    “Oh, iya. Ini mau sarapan, kok. Aku mau cuci muka sebentar,” ucapku sembari memegangi pintu yang setengah terbuka. Meskipun tadinya sempat merasa panik sekaligus tegang, Geraldy sukseks membuatku terpaku sejenak memandangi wajahnya; mendonggak dari bawah karena aku terduduk di atas kursi roda.Sungguh ... ia tampan mau dilihat dari sudut manapun. Sebelum bibirku merasakan hangatnya santapan bubur buatan Bunda, mataku sudah terlebih dulu menyatap ketampanan Geraldy. Seperti yang diduga ... itulah mengapa hanya orang-orang pilihan yang bisa menjadi artis terkenal di tanah air. Karena tidak semua orang tetap terlihat rupawan meski tanpa riasan, serta sehabis mengelap iler mimpi semalam.“Oke,” jawab Geraldy singkat, lalu beranjak lebih dulu ke meja makan.Tentu ia sangat berbeda denganku, aku membukakan pintu dalam keadaan rambut yang acak-acakan. Mata yang sedikit bengkak, wajah kusam, bibir pucat ... serta ada perasaan tak nyaman di bawah sana. Ya, celana dalam yang bukan milikku ini t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status