Jam menunjukkan pukul 7 malam, Geraldy akhirnya mendapatkan break untuk makan malam. Aku pun memutuskan untuk makan malam juga, karena sepertinya shooting ini akan berakhir larut.
“Duduk di sini aja Jaeryn.” Mas Rudi mengajakku duduk di sebelahnya untuk berbagi makanan.
“Malam ini kita semua bakalan bergadang. Soalnya shooting harus lanjut sampai subuh,” ungkap Mas Rudi memberikan informasi.
“Hah?” Aku hampir tersedak.
“Iya, udah kejar tayang, nih, dramanya. Terpaksa harus lanjut sampai subuh. Kalau kamu ngantuk, kamu bisa tidur sebentar di tenda Geraldy. Soalnya tenda di sini terbatas. Nanti kalau lagi perlu kamu, aku bangunin, deh,” jelas Mas Rudi.
Mendengar hal itu, aku menjadi tidak berselera menelan makan malamku.
“Berada di sini sampai subuh? Bersama Geraldy? Menggunakan tenda Geraldy? Yang benar saja!” batinku.
Namun mau bagaimana lagi? Mau tidak mau, aku harus mengikuti jadwal Geraldy. Memang ini adalah resiko pekerjaanku. Terpaksa aku mengabari Bunda kalau aku mungkin tidak bisa pulang malam ini.
Setelah selesai makan malam, Mas Rudi memintaku untuk menghapus riasan pada wajah Geraldy. Dia juga ingin aku memasang masker pada kulitnya, karena kulitnya tidak boleh terlihat lelah karena nanti akan bergadang.
Aku pun bergegas menghampiri Geraldy yang duduk di depan tenda. Mimiknya masih saja dingin. Walaupun aku tahu dia sudah lelah, tetapi wajahnya masih saja tampan.
Melihatku yang datang menghampirinya, Geraldy berdiri dan berjalan masuk ke dalam tenda. Setelah itu Geraldy langsung berbaring untuk mengistirahatkan tubuh pegalnya.
“Kancing tendanya,” perintah Geraldy.
“Hah?” jawabku panik.
Geraldy langsung menyambarku dengan tatapan tajamnya. Bahkan tatapan itu membuatku berhenti bernapas selama beberapa detik.
“Jadi lo mau bare face gue diliatin orang-orang?” tanya Geraldy dengan nada kesal.
“Oh, iya. Oke,” jawabku kikuk dan bergegas mengancing tenda.
Situasi ini benar-benar membuatku takut sekaligus canggung. Sebelumnya aku tidak pernah berduaan saja dengan pria di dalam sebuah tenda.
Namun, aku harus ingat bahwa tugasku adalah seorang penata rias. Aku tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak.
Tiba-tiba Geraldy meraih tanganku ke arah wajahnya, karena ternyata aku telah duduk terbegong selama beberapa saat.
“Butuh waktu berapa lama lagi buat mulai? Lo mau gue telat shooting?” Geraldy memarahiku.
Aku pun segera mengambil kapas dan menuangkan cairan penghapus riasan. Lalu kapas basah itu aku usapkan perlahan pada wajah Geraldy. Mulai dari dahi, mata, pipi, dan bibir. Kulit wajahnya benar-benar kuusap dengan hati-hati.
Setelah bersih dari riasan, kulit polos Geraldy pun terpampang jelas. Ya, tentu saja dia masih sangat tampan. Bedanya mungkin saat memakai riasan, ia terlihat lebih karismatik. Sedangkan saat bare face, Geraldy terlihat lebih imut. Namanya juga blasteran, mau bagaimana pun tetap akan terlihat tampan.
Saat hendak memasang masker pada wajahnya, kudapati bahwa Geraldy sudah terlelap. Dia pasti sudah sangat kelelahan. Karena takut Geraldy akan terbangun, aku memasang masker dengan sangat hati-hati. Dengan sangat terpaksa, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya agar bisa memasang masker dengan tepat dan tidak sampai membangunkan Geraldy.
“Benar-benar bukan manusia,” gumamku tanpa sadar.
Sembari menunggu 15 menit untuk melepas masker dari wajah Geraldy, aku membaringkan tubuhku sejenak di sebelahnya. Aku juga sudah sangat kelelahan. Lagian Geraldy sedang tidur, dia tidak akan tahu bahwa aku juga ikutan berbaring. Sungguh hari ini sangat melelahkan.
Setelah beberapa saat memejamkan mata, tiba-tiba aku merasa nafasku tercekat. Dengan spontan aku membuka mata dan kudapati seorang bapak tua dengan pakaian putih yang bersimbah darah tengah mencekikku. Bapak itu mencekikku dengan sangat kuat sampai-sampai aku tak berdaya untuk menepisnya.
“Tolong … aku … dicekik hant ….”
***
Alarm ponselku berdering untuk memberi tahu bahwa sekarang sudah 15 menit. Dalam keadaan syok, aku membuka mataku dan tanpa sengaja menoleh ke arah Geraldy. Mata kami pun bertemu. Aku terbelalak karena menyadari bahwa aku baru saja bermimpi dicekik hantu dan sedaritadi Geraldy sedang menatapku.
Dengan terburu-buru aku langsung bangkit dan mengambil posisi duduk.
“Maaf, tadi aku nggak sengaja ketiduran.” Jelasku.
Geraldy langsung melepas sendiri masker yang tertempel pada wajahnya dan melemparkan lembaran masker bekas wajahnya itu ke wajahku.
“Aw …” aku terkejut dengan sikap kasar Geraldy.
Geraldy tidak mengatakan apa-apa setelah perlakuan kasarnya itu dan malah menatapku sinis. Air mataku hampir saja terjatuh karena merasa terhina dengan tindakan Geraldy barusan. Meskipun memang aku bersalah karena ketiduran, tidak seharusnya Geraldy melemparkan masker bekas ke wajahku.
Rasanya aku ingin berlari ke luar tenda dan pulang.
“Cepetan makeup-in!” bentak Geraldy.
Dengan berat hati, aku berusaha merias ulang wajah Geraldy. Tanganku menjadi gemetaran, berusaha menahan tangis. Aku yakin Geraldy sadar bahwa dia telah melukaiku, tetapi dia memilih untuk cuek saja.
Geraldy benar-benar bukan manusia, karena dia tidak berperikemanusiaan. Dia pikir karena dia tampan dan terkenal, dia bisa semena-mena terhadapku?
Namun aku malah lebih bodoh lagi. Mengapa aku hanya diam saja dan tidak melawan? Apakah karena aku lemah? Atau mungkin … karena aku miskin?
Saat SMA dulu, aku berpikir bahwa dengan memiliki pekerjaan maka hidupku akan membaik. Tapi ternyata … masih saja sama.
***
Aku menyusun alat makeup ke dalam tas sambil tertunduk murung. Mataku sudah berkaca-kaca, aku tak mampu berpura-pura bahwa aku baik-baik saja. Rasanya aku benar-benar ingin menumpahkan semua air mata setelah Geraldy kembali memulai shooting. Setelah bercermin untuk melihat hasil riasan, Geraldy bergegas membuka kancing tenda. Tetapi sebelum ia beranjak ke luar, ia menatapku terlebih dahulu. Karena merasa sedang diperhatikan, aku lantas menegakkan kepala dan menatap tepat pada matanya. Tanpa basa-basi Geraldy mengusap area mataku dengan ibu jarinya. Aku spontan memundurkan tubuhku karena kaget. Setelah itu Geraldy langsung beranjak ke luar dari tenda tanpa berbicara. Aku semakin tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Geraldy. Dia bersikap kasar kepadaku dan tidak meminta maaf. Tetapi dia tiba-tiba mengusap mataku saat menyadari bahwa hatiku terluka. “Maksud dia apa, sih?” Apa yang sebenarnya sedang Geraldy renca
Sinar matahari menembus tenda, aku dapat merasakan kehangatannya. Serta merta aku merasa aneh mengapa ada sesuatu yang berat menindih pahaku. Aku menghela nafas dan akhirnya mencoba membuka mataku. Aku berusaha menoleh ke kanan, tapi silau sekali. Akhirnya kuputuskan untuk meraba hal berat yang menindih pahaku.“Hah? Kok ada paha?” Gumamku binggung.Aku membuka lebar mataku sekali lagi. Kali ini aku mengambil posisi setengah duduk. Oh tidak! Aku ketiduran lagi dan Geraldy menumpang paha kanannya di atas pahaku. Dengan perlahan, aku berusaha menyingkirkan pahanya yang sedaritadi menindihku.Aku mengecek ponsel, sudah jam 8 pagi. Tak bisa kupercaya semalam aku benar-benar ketiduran. Lebih tepatnya menjelma menjadi mayat yang masih bernafas.“Ah, kepalaku sakit sekali.”Aku berusaha mengingat kejadian tadi malam. Padahal aku merasa tidak mencoba untuk tertidur. Dan anehnya, Mas Rudi sama sekali
“Hapus fotonya!” aku merengek kepada Geraldy.Aku tak lagi peduli jika nanti Geraldy akan memakiku. Saat ini yang lebih penting adalah nama baikku. Jangan sampai Geraldy menggunakan foto itu untuk hal yang tidak-tidak.“Tangkap aku kalau bisa,” tantang Geraldy.Aksi kejar-kejaran pun tidak terelakkan. Ku kerahkan semua tenagaku untuk merebut ponsel milik Geraldy. Aku harus menghapus foto itu dengan tanganku sendiri. Dan tanpa kami sadari, kami berdua kejar-kejaran seperti anak TK.“Sini!” perintahku.Ketika berusaha sekuat tenaga untuk merebut ponsel Geraldy dan kesusahan karena dia sangat tinggi, seketika aku menyadari bahwa kami tengah dijepret oleh seseorang. Ya ampun, aku lupa kalau fans Geraldy pasti sedang memperhatikan dan menjepret kami.Aku yang tadinya berniat menjaga nama baikku, kini mungkin telah memperburuk situasi. Jangan-jangan setelah ini akan ada gosip yang mencuat!Karena takut se
Orang bilang, apabila kita bermimpi tersesat di hutan, maka mimpi itu melambangkan bahwa seseorang yang kita anggap baik, nyatanya adalah seseorang yang buruk. Apakah semua ini adalah pertanda? Apakah ini tentang Mas Rudi? Atau justru Geraldy?Namun, aku yakin sekarang ini tidak sedang terjebak dalam mimpi.Aku yakin bahwa jari-jari hangat yang sedang melingkar pada lenganku, adalah benar jari manusia. Meskipun pria yang masih terus memegangiku saat ini, tampak seperti pria yang ada di dalam dongeng. Seakan dia itu tidak nyata. Tetapi ini bukanlah mimpi!“Jaeryn, kamu gapapa?” panggilan Mas Rudi menjadi sihir yang mengubah segalanya kembali menjadi normal.“Iya, gapapa,” jawabku lesu.Meskipun yang kubalas adalah pertanyaan Mas Rudi, tetapi yang kutatap adalah wajah Geraldy. Sebab, entah bagaimana wajahnya itu seakan memiliki magnet yang membuatku tak bisa melepaskan pandangan.“Kalau masih nggak enak badan, kam
Aroma obat-obatan yang begitu tajam membuatku terbangun dari mimpi panjangku. Perlahan-lahan aku berusaha membuka mata, tetapi pandanganku sangat kabur. Kasur yang saat ini kutiduri pun terasa begitu asing.Seluruh tubuhku terasa sakit, seakan tulang-tulangku diremukkan. Dan benar saja, ketika aku membuka mataku untuk kedua kalinya, aku melihat samar bahwa beberapa bagian tubuhku tengah dibalut perban.Dapat kusadari jarum infus terpasang pada nadiku. Dapat pula kurasakan hangat tangan seseorang yang sedang memegangi erat jemariku. Sesungguhnya, ada di mana aku ini? Apakah rumah sakit? Tapi mengapa?"Jaeryn, kamu sudah sadar?"Terdengar bisikan suara seseorang yang bertanya kepadaku. Aku pun berusaha menatap tepat pada wajah orang itu."Geraldy?" Gumamku lesu.Aku semakin binggung atas apa yang tampak di depan mataku saat ini. Mengapa ada Geraldy pagi-pagi begini? Apa jangan-jangan ....Argh, sial! Sepertinya aku pin
Hari sabtu tiba, tetapi jadwal Geraldy masih saja padat. Dengan mengenakan mini dress chiffon, aku kembali berangkat ke lokasi shooting.Aku memilih taxi online sebagai transportasi untuk membawaku tiba di sana. Soalnya, hari ini supir agensi yang biasa menjemputku sedang sakit.Sepanjang perjalanan, hatiku sangat gundah. Entah mengapa aku punya firasat buruk.Ah, mungkin karena aku terlalu memikirkan tentang komentar dari fans berat Geraldy tadi malam. Untung saja video yang diposting oleh fanspage @soulmate_Geraldy itu bukanlah video di mana Geraldy memelukku tiba-tiba. Melainkan hanya video di mana Geraldy berusaha menangkap lenganku agar aku tidak terjatuh ke tanah.Tentu saja raut wajahku sangat aneh di video itu. Bagaimana mungkin tidak? Soalnya aku tengah dipanggil-panggil oleh hantu. Untung saja aku tidak cosplay menjadi reog, saking aku begitu ketakutan.Rasanya komentar-komentar dari bucin Geraldy begitu menggelikan bagi
Salah satu impianku adalah bisa mempraktekkan makeup di depan banyak orang, di mana wajahku disorot langsung oleh cahaya panggung. Aku ingin sekali menjadi yang paling bersinar di antara semua orang yang ada di sekelilingku. Dan saat ini, aku tengah merasakan sebagian kecil dari impianku itu. Yaitu disorot langsung oleh cahaya lampu yang begitu benderang, sampai mataku sulit membuka dengan sempurna. Akulah orang yang paling benderang di lahan parkiran ini. Meskipun begitu, aku sangat terheran dengan sosok pengemudi mobil putih ini. Mengapa dia tiba-tiba saja menghidupkan mobil dan mengenakan topeng aneh? Ini, kan, bukan hari halloween. Ternyata orang aneh di dunia ini, bukan hanya Geraldy. Ah, sial. Ada-ada saja! Hari ini benar-benar hari yang buruk. Aku pun memutuskan untuk mundur selangkah dari hadapan mobil putih yang pengemudinya tampak tidak waras ini. Atau mungkin, yang tidak waras adalah diriku sendiri,ya? Namun, sebelum aku se
Hari kembali berganti, tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Aku kesulitan tidur semalaman karena terlalu galau memikirkan kelanjutan dari karirku ini. Sepertinya apapun keputusan yang aku ambil, tetap akan membuahkan penyesalan.Sesaat kemudian, dokter Farhan datang untuk memeriksaku. Jujur saja, aku sangat cemas. Otakku terus saja memikirkan kemungkinan terburuk dari situasi ini.“Sejauh ini perkembangan Jaeryn sangat bagus, saya pikir tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perkiraan saya, Jaeryn membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu untuk pemulihan. Selama masa pemulihan, Jaeryn harus istirahat total, ya. Obatnya juga harus tetap jalan sesuai arahan saya,” ucap Dokter Farhan kepada Bunda.Aku langsung lega mendengar penuturan itu, begitu juga dengan Bunda.“Baik, dok, terima kasih banyak,” balas Bunda.“Sama-sama, Bu. Jaeryn, cepat pulih, ya. Dokter tinggal dulu.” Dokter Farhan pun beranjak me