Akhirnya mulai hari ini aku resmi bekerja untuk Horas Entertainment. Aku tertegun melihat orang-orang di sini bekerja begitu keras. Mereka berjalan dengan langkah kaki yang sangat cepat, bahkan terkesan terburu-buru. Dan aku masih saja dengan langkahku yang lamban dan terkesan tidak ikhlas. Aku bahkan menekan tombol lift dengan lesu.
Untuk memasuki lift, aku harus mengarahkan barcode yang tertera pada tanda pengenal yang aku kalungi. Tanda pengenalku itu bertuliskan ‘Jaeryn Salim – Makeup Artist’.
Setelah beberapa saat di dalam lift, aku bertemu dengan beberapa staff lainnya. Aku ingin menegur, tetapi mereka sedang sibuk berbincang ria. Mereka mengosipkan pria idaman mereka yang tak lain dan tak bukan adalah Geraldy. Mereka merasa begitu bersyukur dapat bekerja di sini dan dapat sering bertemu dengan Geraldy. Mereka mengakui bahwa sikap dingin yang ditunjukkan oleh Geraldy adalah sebuah pesona yang sangat mematikan. Pesona yang harus dimiliki setiap pria jika ingin diakui sebagai pria jantan.
Batinku berkata bahwa saking mematikannya pesona dingin itu, para wanita dalam lift ini pun menjadi gila.
Bagaimana mungkin sikap cuek dan dingin itu bisa disebut sebagai sebuah pesona? Ada-ada saja! Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Syukurlah aku tidak berkenalan dengan mereka tadi.
Sebelum membuka pintu kamar rias, aku berdoa. Semoga saja hari ini Geraldy dapat bertindak selayaknya manusia normal. Walaupun ketampanannya itu memang tidak manusiawi. Tetapi cukup wajahnya saja, tingkahnya jangan.
“Selamat pagi,” sapaku kepada Geraldy tanpa berharap dia akan membalas sapaanku. Dan benar saja, dia hanya diam dan memejamkan mata. Mungkin kali ini dia kembali mencoba mencuri waktu untuk tertidur. Atau mungkin kali ini dia sedang menyusun rencana untuk mengerjaiku.
Aku memoles perlahan wajah mulusnya, tak sengaja aku menyadari Geraldy memiliki tahi lalat kecil di dekat bibirnya. Dia juga memiliki goresan munggil di dekat pelipisnya. Aku menebak mungkin dia pernah terjatuh dan mengenai sesuatu yang tajam akibat tamparan seorang wanita. Aku berusaha menahan tawa akibat hayalan bodohku itu.
Hayalanku itu bermula karena ruangan ini sepi sekali. Bahkan kamar mayat masih lebih ramai daripada kamar rias ini. Apalagi dalam ruangan ini hanya ada kami berdua.
Walaupun aku bukanlah orang yang menyukai musik, aku tetap heran mengapa Geraldy sama sekali tidak memutar lagu. Padahal dia adalah pria yang berkecimpung pada dunia musik.
Hmm … Aku baru teringat kalau dia memang adalah pria aneh.
Tiba-tiba saja dia membuka lebar matanya dan menatap ke arahku. Hampir saja aku teriak karena terkejut dan mendadak mati. Mati karena tatapannya itu tiba-tiba saja menjadi begitu lembut. Aku mengalihkan perhatianku dengan mempercepat pengolesan liptint pada bibir tebalnya.
Setelah selesai merias, aku merapikan kosmetik yang berantakan di atas meja rias. Lagi-lagi Geraldy tetap diam dan beranjak meninggalkan kamar rias. Dia tidak memuji ataupun mengkritik.
Aku kembali teringat ucapan Mas Rudi “Jika Geraldy tidak bilang apa-apa berarti dia menyukainya.” Lama-lama ucapan ini dapat menjadi kata-kata mutiara yang berdampak besar pada hidupku.
Aku memegang sebuah liptint yang tadi aku pakaikan pada bibir Geraldy. Aku ingin merapikannya ke dalam tas. Tetapi, liptint itu malah tergelincir dari tanganku.
Ketika aku berusaha mendapatkannya, liptint itu malah bergerak menjauh. Aku maju selangkah, dan liptint itu mundur selangkah. Aku mulai merinding dan ketakutan. Padahal di dalam ruangan ini hanya ada aku.
Karena panik, aku lantas lari menghamburkan diri serta berusaha keluar dari kamar rias yang berbau kamar mayat karena kejadian ini.
Segera setelah aku membuka pintu, aku menabrak dada kekar seorang pria. Kali ini aku benar-benar berteriak. Pria yang aku tabrak itu mendorongku menuju balik pintu dan menutup mulutku. Jatungku semakin berdebar karena sebuah fakta bahwa pria yang aku tabrak dan melingkarkan tangan kirinya padaku adalah Geraldy.
Bola mataku membesar seakan mau lepas dari kantungnya. Geraldy menatapku dengan matanya yang berseri-seri. Lebih tepatnya dia menatapku dengan bola matanya yang indah. Nafasku masih tersengal karena terkejut. Terkejut dua kali.
Aku menutup mataku sejenak untuk menenangkan diri. Geraldy pun melepaskan tangannya dari mulutku. Gilanya dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Astaga … apa lagi ini!
“Jangan takut. Itu temanku,” bisiknya lembut.
“Teman?” Geraldy menimbulkan tanda tanya besar untuk diriku.
Aku bertanya-tanya mengapa itu temannya dan mengapa dia membisik lembut kepadaku. Temannya adalah hantu dan mengapa hantu mau berteman dengannya. Dan mengapa pula saat ini dia belum juga melepaskan pelukannya. Mau tak mau aku melepaskan diriku dari cengkramannya karena aku mendengar suara langkah kaki mendekati kami.
“Udah siap? Ayo kita segera ke lokasi syuting,” ajak Mas rudi segera setelah dia membuka pintu dan mendapati aku masih benggong dengan wajah memucat.
“Loh, kok, Jaeryn pucat?” Tanya Mas Rudi khawatir.
Disaat yang bersamaan, Geraldy kembali menatapku tajam. Aku menebak kalau Geraldy tidak ingin aku mengadu pada Mas Rudi tentang apa yang telah terjadi di dalam ruangan ini sebelum dia datang. Aku pun menjawab dengan penuh kebohongan dengan mengatakan aku belum sarapan tadi pagi.
***
Aku berniat pergi ke kantin untuk menyantap makan siang. Aku sudah sangat kelelahan karena dihujami begitu banyak pertanyaan sulit yang ditanamkan Geraldy kepadaku pagi tadi.
Aku berputar ke sana ke mari karena tidak tahu di mana kantin berada. Aku pun memutuskan untuk bertanya saja kepada staff informasi. Aku pun turun ke lantai 1 melalui lift.
Di dalam lift aku bertemu seorang pria. Karena ingin berteman dan pria itu terlihat ramah, aku menyapa pria yang terlihat seumuran denganku itu terlebih dahulu. Aku memulai basa-basiku dengan bertanya pada bagian apa dia bekerja. Ternyata dia adalah ahli gizi di sini. Pas sekali aku sedang mencari kantin. Dia pun menunjukkan jalan menuju kantin padaku yang ternyata berada di ujung lantai 1. Kami pun mulai berbincang santai lewat basa-basiku tadi.
Pria yang aku ajak berkenalan itu bernama Daniel. Dia sangat humoris sampai aku terpingkal karena gurauanya. Daniel membuatku merasa sedikit lebih nyaman berada di sini. Dia bahkan menemaniku makan siang hari ini.
“Kamu udah berapa lama kerja di sini? Kok gak pernah kelihatan, ya?” Tanya Daniel.
“Baru hari ini.”
“Ah … pantas saja aku tidak pernah melihatmu. Kamu bekerja sebagai makeup artisnya Geraldy, ya?”
Aku hanya mengangguk megiyakan karena membenci fakta bahwa aku bekerja sama dengan orang yang sangat aneh.
“Baik-baiklah kepadanya. Dia itu anak CEO. Walaupun cuma anak tiri, tapi dia itu tetapi saja harus kamu segani,” tukas Daniel.
“Anak CEO? Anak tiri?”
Aku tertegun dan mendadak berhenti melahap makananku. Aku baru saja mendengar dua fakta yang mengejutkan. Pertama, Geraldy adalah anak CEO. Kedua, dia adalah anak tiri.
***
“Ya, begitulah. Dari gosip yang kudengar, dulu ayah tirinya Geraldy adalah seorang penata rias untuk ibunya. Dulu zamanya kita masih kecil, ibunya adalah artis papan atas. Setelah ayah kandung Geraldy meninggal karena bunuh diri, sang ibu memilih untuk menikah dengan penata riasnya sendiri. Mau tidak mau, Geraldy jadi punya ayah tiri, deh. Bahkan seluruh kekuasaan diserahkan kepada ayah tirinya Geraldy, sedangkan sang Ibu memilih untuk pensiun dari dunia hiburan dan memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup dengan jalan-jalan,” sambung Daniel memperjelas pernyataannya tadi.Senyuman kecil yang kaku aku guratkan pada bibir. Tak kusangka latar belakang Geraldy tidak sesempurna bayanganku. Ayah yang bunuh diri? Sungguh tak terbayang jika hal itu terjadi kepadaku.Salah satu fakta baru tentang Geraldy kutelan bersamaan dengan nasi putihku siang ini.Aku pun berterima kasih kepada Daniel karena sudah menemaniku makan siang, dan telah memberit
Jam menunjukkan pukul 7 malam, Geraldy akhirnya mendapatkan break untuk makan malam. Aku pun memutuskan untuk makan malam juga, karena sepertinya shooting ini akan berakhir larut.“Duduk di sini aja Jaeryn.” Mas Rudi mengajakku duduk di sebelahnya untuk berbagi makanan.“Malam ini kita semua bakalan bergadang. Soalnya shooting harus lanjut sampai subuh,” ungkap Mas Rudi memberikan informasi.“Hah?” Aku hampir tersedak.“Iya, udah kejar tayang, nih, dramanya. Terpaksa harus lanjut sampai subuh. Kalau kamu ngantuk, kamu bisa tidur sebentar di tenda Geraldy. Soalnya tenda di sini terbatas. Nanti kalau lagi perlu kamu, aku bangunin, deh,” jelas Mas Rudi.Mendengar hal itu, aku menjadi tidak berselera menelan makan malamku.“Berada di sini sampai subuh? Bersama Geraldy? Menggunakan tenda Geraldy? Yang benar saja!” batinku.Namun mau bagaimana la
Aku menyusun alat makeup ke dalam tas sambil tertunduk murung. Mataku sudah berkaca-kaca, aku tak mampu berpura-pura bahwa aku baik-baik saja. Rasanya aku benar-benar ingin menumpahkan semua air mata setelah Geraldy kembali memulai shooting. Setelah bercermin untuk melihat hasil riasan, Geraldy bergegas membuka kancing tenda. Tetapi sebelum ia beranjak ke luar, ia menatapku terlebih dahulu. Karena merasa sedang diperhatikan, aku lantas menegakkan kepala dan menatap tepat pada matanya. Tanpa basa-basi Geraldy mengusap area mataku dengan ibu jarinya. Aku spontan memundurkan tubuhku karena kaget. Setelah itu Geraldy langsung beranjak ke luar dari tenda tanpa berbicara. Aku semakin tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Geraldy. Dia bersikap kasar kepadaku dan tidak meminta maaf. Tetapi dia tiba-tiba mengusap mataku saat menyadari bahwa hatiku terluka. “Maksud dia apa, sih?” Apa yang sebenarnya sedang Geraldy renca
Sinar matahari menembus tenda, aku dapat merasakan kehangatannya. Serta merta aku merasa aneh mengapa ada sesuatu yang berat menindih pahaku. Aku menghela nafas dan akhirnya mencoba membuka mataku. Aku berusaha menoleh ke kanan, tapi silau sekali. Akhirnya kuputuskan untuk meraba hal berat yang menindih pahaku.“Hah? Kok ada paha?” Gumamku binggung.Aku membuka lebar mataku sekali lagi. Kali ini aku mengambil posisi setengah duduk. Oh tidak! Aku ketiduran lagi dan Geraldy menumpang paha kanannya di atas pahaku. Dengan perlahan, aku berusaha menyingkirkan pahanya yang sedaritadi menindihku.Aku mengecek ponsel, sudah jam 8 pagi. Tak bisa kupercaya semalam aku benar-benar ketiduran. Lebih tepatnya menjelma menjadi mayat yang masih bernafas.“Ah, kepalaku sakit sekali.”Aku berusaha mengingat kejadian tadi malam. Padahal aku merasa tidak mencoba untuk tertidur. Dan anehnya, Mas Rudi sama sekali
“Hapus fotonya!” aku merengek kepada Geraldy.Aku tak lagi peduli jika nanti Geraldy akan memakiku. Saat ini yang lebih penting adalah nama baikku. Jangan sampai Geraldy menggunakan foto itu untuk hal yang tidak-tidak.“Tangkap aku kalau bisa,” tantang Geraldy.Aksi kejar-kejaran pun tidak terelakkan. Ku kerahkan semua tenagaku untuk merebut ponsel milik Geraldy. Aku harus menghapus foto itu dengan tanganku sendiri. Dan tanpa kami sadari, kami berdua kejar-kejaran seperti anak TK.“Sini!” perintahku.Ketika berusaha sekuat tenaga untuk merebut ponsel Geraldy dan kesusahan karena dia sangat tinggi, seketika aku menyadari bahwa kami tengah dijepret oleh seseorang. Ya ampun, aku lupa kalau fans Geraldy pasti sedang memperhatikan dan menjepret kami.Aku yang tadinya berniat menjaga nama baikku, kini mungkin telah memperburuk situasi. Jangan-jangan setelah ini akan ada gosip yang mencuat!Karena takut se
Orang bilang, apabila kita bermimpi tersesat di hutan, maka mimpi itu melambangkan bahwa seseorang yang kita anggap baik, nyatanya adalah seseorang yang buruk. Apakah semua ini adalah pertanda? Apakah ini tentang Mas Rudi? Atau justru Geraldy?Namun, aku yakin sekarang ini tidak sedang terjebak dalam mimpi.Aku yakin bahwa jari-jari hangat yang sedang melingkar pada lenganku, adalah benar jari manusia. Meskipun pria yang masih terus memegangiku saat ini, tampak seperti pria yang ada di dalam dongeng. Seakan dia itu tidak nyata. Tetapi ini bukanlah mimpi!“Jaeryn, kamu gapapa?” panggilan Mas Rudi menjadi sihir yang mengubah segalanya kembali menjadi normal.“Iya, gapapa,” jawabku lesu.Meskipun yang kubalas adalah pertanyaan Mas Rudi, tetapi yang kutatap adalah wajah Geraldy. Sebab, entah bagaimana wajahnya itu seakan memiliki magnet yang membuatku tak bisa melepaskan pandangan.“Kalau masih nggak enak badan, kam
Aroma obat-obatan yang begitu tajam membuatku terbangun dari mimpi panjangku. Perlahan-lahan aku berusaha membuka mata, tetapi pandanganku sangat kabur. Kasur yang saat ini kutiduri pun terasa begitu asing.Seluruh tubuhku terasa sakit, seakan tulang-tulangku diremukkan. Dan benar saja, ketika aku membuka mataku untuk kedua kalinya, aku melihat samar bahwa beberapa bagian tubuhku tengah dibalut perban.Dapat kusadari jarum infus terpasang pada nadiku. Dapat pula kurasakan hangat tangan seseorang yang sedang memegangi erat jemariku. Sesungguhnya, ada di mana aku ini? Apakah rumah sakit? Tapi mengapa?"Jaeryn, kamu sudah sadar?"Terdengar bisikan suara seseorang yang bertanya kepadaku. Aku pun berusaha menatap tepat pada wajah orang itu."Geraldy?" Gumamku lesu.Aku semakin binggung atas apa yang tampak di depan mataku saat ini. Mengapa ada Geraldy pagi-pagi begini? Apa jangan-jangan ....Argh, sial! Sepertinya aku pin
Hari sabtu tiba, tetapi jadwal Geraldy masih saja padat. Dengan mengenakan mini dress chiffon, aku kembali berangkat ke lokasi shooting.Aku memilih taxi online sebagai transportasi untuk membawaku tiba di sana. Soalnya, hari ini supir agensi yang biasa menjemputku sedang sakit.Sepanjang perjalanan, hatiku sangat gundah. Entah mengapa aku punya firasat buruk.Ah, mungkin karena aku terlalu memikirkan tentang komentar dari fans berat Geraldy tadi malam. Untung saja video yang diposting oleh fanspage @soulmate_Geraldy itu bukanlah video di mana Geraldy memelukku tiba-tiba. Melainkan hanya video di mana Geraldy berusaha menangkap lenganku agar aku tidak terjatuh ke tanah.Tentu saja raut wajahku sangat aneh di video itu. Bagaimana mungkin tidak? Soalnya aku tengah dipanggil-panggil oleh hantu. Untung saja aku tidak cosplay menjadi reog, saking aku begitu ketakutan.Rasanya komentar-komentar dari bucin Geraldy begitu menggelikan bagi