Keesokan harinya, penyerbuan dari para prajurit kerajaan Kuta Tandingan pun terjadi, peperangan berkecamuk di pinggir hutan yang menjadi batas wilayah daerah kekuasaan kerajaan Kuta Tandingan dan kerajaan Kuta Waluya yang diduduki oleh pasukan dari kerajaan Sanggabuana.
Perkelahian antar prajurit kedua kerajaan pun tak dapat terhindari, mereka saling mengeluarkan senjata masing-masing dan menyerang satu sama lain demi kejayaan kerajaan mereka. Sargeni dan Soarna pun kemudian pergi ke bagian depan barak yang masih dihangatkan oleh perkelahian yang sengit. Api yang dinyalakan oleh para prajurit Sanggabuana terus disulutkan ke meriam-meriam yang berjajar rapi di halaman terdepan barak tersebut, guna menghadang para prajurit musuh agar tidak dapat menerobos barisan terdepan para prajurit kerajaan Sanggabuana.Anggadita memberi banyak petunjuk kepada Sargeni dan Soarna. “Mereka butuh senjata, kalian berikan mereka anak panah dan busurnya!" teriak Anggadita dengan memegang sebilah pSetibanya di istana, Panglima Anggadita dan ketujuh prajurit pengawalnya langsung disambut hangat oleh para petinggi istana dan mereka teramat senang mendengar berita baik dari Panglima Anggadita atas kemenangan prajuritnya dalam melakukan perlawanan terhadap para prajurit kerajaan Kuta Tandingan. "Mereka dapat pengalaman yang berarti dalam pertempuran tersebut dan akan menjadikan mereka lebih terasah kemampuan beladiri mereka." Ki Bayu Seta tersenyum bahagia atas kemenangan prajurit kerajaan Sanggabuana yang merupakan para pendekar didikannya selama berada di Padepokan Kumbang Hitam."Berarti langkah kita semakin dekat saja, untuk segera menguasai wilayah-wilayah kerajaan Kuta Waluya. Dan rencana kita untuk menghancurkan kerajaan Kuta Tandingan alangkah baiknya kita tunda dulu!" kata Prabu Erlangga. "Kita fokus membebaskan kerajaan Kuta Waluya dari cengkraman penguasa jahat itu, setelah itu baru kita jalankan misi kedua yakni menghancurkan kerajaan Kuta Tanding
Malam itu, Prabu Erlangga tampak gelisah dan gundah seperti ada firasat yang kurang baik terhadap istana. Ketika Prabu Erlangga sedang termenung dalam kegundahan, terdengar suara lirih tanpa wujud, "Prabu harus menghadang makhluk itu, agar tidak masuk ke istana!" ucap suara gaib tersebut menggema dalam gendang telinga sang Raja. "Aku tidak mampu menahannya, hanya Prabu saja yang dapat mengalahkan kesaktian makhluk itu!" sambungnya."Kamu siapa?" teriak sang Raja bangkit dan membuka jendela kamarnya.Namun tak satu orang pun ia dapati di balik jendela kamarnya, kemudian ia langsung menutup kembali jendela tersebut. Ada suara keras kembali memintanya untuk segera keluar dari keraton, "Keluarlah, Prabu. Kami butuh bantuanmu!"Prabu Erlangga terperanjat dan ia pun langsung bangkit melepas jubah kebesarannya, dan saat itu ia langsung berpakaian layaknya seorang pendekar langsung keluar dari keraton. Keempat prajurit yang sedang berjaga di depan keraton tampak kaget melihat
Bayu Seta mulai memberikan masukkan kepada sang raja terkait kekuatan para prajurit kerajaan Sanggabuana, yang dulunya merupakan lara pendekar dari Padepokan Kumbang Hitam yang dipimpin oleh dirinya."Demikianlah, maka satu demi satu lawan-lawan kita akan segera dilumpuhkan. Ujung tanduk mereka telah hilang dan prajurit kita mampu menguasai dengan mudah wilayah kekuasaan musuh," Bayu Seta berkata penuh kelembutan di hadapan sang Prabu dan para petinggi istana.Anggadita dan ketujuh prajuritnya tidak dapat mengingkari lagi kenyataan yang terjadi di medan perang. Apalagi Ki Bayu Seta yang menganggap selama ini pasukan kerajaan Kuta Waluya dan pasukan kerajaan Kuta Tandingan hanya merupakan musuh biasa yang dapat ditandingi dan ditebak peta kekuatan mereka.Kini mereka harus mengalami sendiri, betapa beratnya bertempur melawan para prajurit kerajaan Sanggabuana yang mereka anggap remeh. Selain prajurit-prajurit yang sakti, ternyata mereka bukan hanya sekadar
Setibanya di istana, dua orang prajurit tersebut langsung melaporkan tentang pertarungan mereka dengan para penyusup yang diduga kuat merupakan para prajurit kerajaan Kuta Waluya."Maafkan kami, Gusti Prabu. Ada penyusup ke wilayah kita, tapi kami tidak mampu menghadangnya dan beberapa prajurit pun tewas olehnya dan hanya kamu berdua yang dapat menyelamatkan diri," ujar salah seorang prajurit tersebut."Apa kalian tahu. Siapakah mereka, yang sudah berani lancang masuk ke wilayah kerajaan ini?" tanya Prabu Rawinta bernada tinggi.Berkata salah seorang prajurit itu, menjawab pertanyaan dari sang Raja, "Mereka adalah para prajurit kerajaan Kuta Waluya, Gusti Prabu.""KURANG AJAR." Mendengar laporan tersebut, Prabu Rawinta tampak geram dan langsung memanggil Rendakuti untuk segera melakukan penyerangan terhadap kerajaan Kuta Waluya."Rendakuti!" teriak Prabu Rawinta.Rendakuti langsung melangkah kemudian sedikit membungkukkan badan di hadapan sang Raj
Tiga hari berikutnya, Prabu Erlangga dan Senopati Randu Aji sedang dalam perjalanan hendak melakukan kunjungan ke barak para prajurit yang dipimpin oleh Anggadita."Ki, Aki!" teriak seorang warga berlari ke arah Ki Rona yang saat itu sedang berada di beranda kediamannya."Ada apa, Junta?" tanya Ki Rona memandang wajah Junta yang merupakan seorang pemuda yang kesehariannya bekerja di barak sebagai juru masak."Sore ini, Prabu Erlangga akan tiba di desa ini, menurut keterangan dari para prajurit yang ada di barak rombongan sang Prabu sudah berada di perjalanan," kata Junta menjawab pertanyaan dari Ki Rona."Baiklah, aku akan segera ke sana dan segera beritahu penduduk untuk menyambut kedatangan sang Raja!""Baiklah, Ki," pungkas Junta langsung bangkit dan berlalu dari hadapan Ki Rona yang merupakan orang nomor satu di desa tersebut.Beberapa saat kemudian, rombongan dari istana sudah tiba di barak tersebut. Kehadiran sang Raja sangat disambut hangat
Setelah mengalami kekalahan, para prajurit dari kerajaan Kuta Waluya langsung kembali ke istana. Mereka melaporkan hal tersebut kepada sang Raja yakni Prabu Durdona sebagai penguasa tertinggi di kerajaan Kuta Waluya. Prabu Durdona tampak murka dengan berita buruk itu."Kalian sangat gegabah dan tidak dapat memprediksi kekuatan musuh sebelum melakukan penyerangan," ujar Prabu Durdona berbicara di hadapan Panglima Gonadarma dan para prajuritnya."Maafkan hamba, Gusti Prabu," ucap Gonadarma tertunduk di hadapan sang Raja.“Bukan pekerjaan yang sulit. Jika saat itu, kalian benar-benar punya trik dan kepintaran dalam membumi hanguskan barak tersebut," kata Prabu Durdona. "Kalau sikap kalian tetap ceroboh seperti ini, maka tidak akan ada di antara kalian yang akan mampu membangun kerajaan ini dengan baik dan kita akan kehilangan banyak wilayah kekuasaan," sambung Prabu Durdona."Kami mengakui itu semua kesalahan kami, Gusti Prabu." Tertunduk Gonadarma dan tidak b
Kadipaten Kuta Gandok, sudah mulai berbenah diri. Para prajurit dan rakyat sangat antusias dalam membangun Kadipaten baru itu, berbagai sarana penting untuk pemerintahan kota sudah dibangun, ditopang oleh pasilitas lengkap sarana umum untuk rakyat, pasar dan tempat peribadatan pun sudah lengkap. Kuta Gandok digadang-gadang sebagai kota kedua terbesar yang ada di wilayah kerajaan Sanggabuana. Hal itu menjadi kecemburuan sosial bagi para penguasa kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya."Harusnya aku mempunyai satu orang petinggi lagi," ucap Adipati Anggadita lirih. "Untuk membantuku dalam menjalankan roda pemerintahan kadipaten ini," tambahnya di sela perbincangannya dengan Aryadana dan Ki Rona."Aku rasa Ki Rona adalah orang yang tepat untuk menjadi wakilmu, Raden!" saran Aryadana sedikit menoleh ke arah Ki Rona.“Ah, Raden bisa saja,” Ki Rona tertawa kecil, ia tampak tersipu dengan perkataan dari Aryadana."Nah ... kira-kira Aki bersedia tidak?" tan
Ki Bayu Seta ternyata menaruh perhatian lebih kepada cerita itu. Maka ia pun bertanya, “Jadi, sang Prabu sekarang sudah merencanakan siasat dalam peperangan nanti?"Prabu Erlangga menjawab lirih pertanyaan dari sang penasihat istana, bersikap ramah dan tidak mengurangi rasa hormatnya terhadap sang Guru, “Ya, aku sudah menyiapkannya dari jauh-jauh hari, dan itu masih akan aku pertimbangkan lagi bersama para panglima perang.”Senopati Randu Aji pun mulai angkat bicara di hadapan sang Raja dan ia sedikit memberanikan diri untuk bertanya, “Dari mana kita akan mengawali penyerangan itu, Gusti Prabu?”“Di daerah Conan sebelah Utara, karena menurutku di Utara adalah tempat yang tepat untuk melakukan istirahat dan mengatur siasat sebelum melakukan penyerangan!" tegas sang Raja penuh pertimbangan.“Conan Utara?” tanya Senopati Randu Aji mengerutkan kening.Ia belum mengetahui tentang daerah tersebut, bahkan belum pernah