Langit menampakkan kesenduan yang beraroma mistis. Hawa dingin seakan membeku seketika. Aura gelap mengelilingi Bianca dalam sekejap. Sepasang mata berwarna merah terlihat mengganas. Senyuman yang licik tak dapat terkendali. Aura iblis mengelilingi Bianca. Kini, Bianca terlihat berbeda.
Sosok Vivian yang berada didalam tubuhnya akan mengubah seluruh kehidupan Bianca. "Hahaha... Akhirnya setelah sekian lama aku menginginkan tubuh manusia, tak kusangka aku berhasil mendapatkannya," ujar Vivian dengan sorotan mata yang tajam. Dia tampak bersemangat dengan tubuh barunya.
Semua memori pada kehidupan Bianca menyatu pada diri Vivian. Wanita itu sudah mengetahui semua hal yang terjadi pada Bianca dengan memori itu. Selain itu, dia memiliki energi yang mematikan. Akankah Vivian membawa sebuah malapetaka? Kenyataannya, dia menatap tajam Axel dan ibu tiri Bianca. Senyuman jahat mendarat pada bibir manisnya. "Kalian ini, sangat menjijikkan," batin Vivian seraya mendekati mereka.
"Suamiku, apa yang kamu lakukan disini?" tanya Vivian. Sepasang tangannya bergerak liar pada dada Axel. Pria itu sangat terkejut melihat kehadirannya. Begitu juga dengan Meili. Axel tak menyadari kehadiran Vivian. Suara langkahnya saja tak terdengar. Melihat sosoknya, Axel langsung mendorong Meili sesaat.
"Sayang, akhirnya kamu datang! Aku tidak menyangka, dia menggodaku. Sayang, kamu percaya sama aku, kan?" celetuk Axel. Vivian hanya tertawa dalam hati.
"Pria licik ini sungguh pintar. Pantas saja, Bianca kesulitan menghadapi pria seperti ini. Tenang saja, selama ada aku, aku akan membuat pria ini bertekuk lutut dihadapanku," batin Vivian. Vivian bergelayut manja pada punggungnya. Dia memeluk Axel tanpa rasa malu.
Vivian berbeda dengan Bianca. Jika Bianca mungkin akan menangis atau memukuli Axel memergokinya selingkuh. Namun, dia Vivian, roh iblis yang bergentayangan di dunia manusia selama ribuan tahun. Untuk menyelesaikan masalah mereka, bukanlah hal yang sulit. Hanya saja, caranya unik.
"Bianca, jangan mempercayainya! Dia ini pria yang tengah menggodaku. Bukanlah aku adalah ibumu. Kamu harus percaya dengan kata-kataku," ujar Meili berbohong. Padahal, dia sendiri yang menggoda Axel. Vivian tersenyum miring. Lalu, dia berjalan mendekati Meili.
"Ibu, aku tahu siapa yang benar dan yang salah. Sebenarnya, aku sudah merekam semua perbuatan ibu dari awal. Jika aku menunjukkan ini pada ayah, bagaimana perasaan ayah? Mungkinkah kalian akan bercerai?" ucap Vivian dengan berani.
Dia pintar, padahal dia berbohong. Walau tak memiliki video perselingkuhan mereka, tetapi dia dapat menggunakan kekuatannya untuk menciptakan bukti itu sendiri. Baginya, itu bukanlah hal yang sulit.
"Bianca, kamu sudah dibutakan olehnya. Kamu telah salah menilaiku. Tolong, jangan katakan apapun soal ini pada ayahmu."
"Gimana ya? Masalahnya aku sudah mengirim bukti rekamannya pada sekretarisku. Mungkin, sebentar lagi dia pasti akan..."
"Ibu, mohon jangan lakukan hal itu," Meili bersujud memohon pengampunan Vivian. Walau, ia tak ingin melakukan hal seperti itu, dia terpaksa melakukannya. Vivian berjongkok seraya memegang pundak Meili.
"Kenapa? Takut tidak dapat harta dari ayahku ya? Kamu itu selalu menggunakan tubuhmu untuk mengendalikan ayahku, sungguh tidak tahu malu!" bisik Vivian.
"Bagaimana dia tahu? Apa mungkin, selama ini dia diam-diam menyelidiku dan berpura-pura polos di depanku?" batin Meili. Dia mengerutkan kening. Vivian menyentuh dagu Meili dengan jari telunjuknya. Dia tersenyum lebar.
"Jadi, kamu mengakui kesalahanmu?"
"I┄Iya aku mengakuinya. Aku salah. Ini semua salahku. Tetapi, bisakah kamu melepaskanku?" Kedua telapak tangan Meili saling bergesekan meminta pengampunan, raut wajahnya tampak gelisah.
"Maafin gak ya? Masalahnya, kamu sudah memanfaatkan kepolosanku. Kamu bukan ibu tiriku yang baik. Aku menyesal telah menjadikanmu ibu tiriku," kata Vivian. Wanita itu licik dan tak berperasaan, berbeda dengan Bianca yang mudah luluh.
"A┄Aku akan melakukan apapun agar kamu bisa memaafkanku. Jadi, Bianca biarkan kali ini saja ya? Hmm?"
"Aku tidak menyuruhmu loh ya. Kamu sendiri yang memintaku untuk membuat permintaan."
"I┄Iya, aku akan setuju setiap permintaanmu."
"Aku ingin kamu mengembalikan nama baikku yang selama ini kamu tutupi dari ayahku. Aku tahu, kamu selalu menggodanya dan tanpa sengaja ayahku malah mempercayai semua ucapanmu."
"Bagaimana dia tahu? Apa dia ini manusia?" batin Meili.
"Kalau kamu menolak, bukti rekaman yang ada pada Sarah, akan langsung terkirim pada email ayahku. Mungkin, saat itu kamu akan mati ditangan ayahku." Vivian menyeringai. Axel melihat keanehan dalam diri wanita itu. Bianca yang biasanya tak dapat bersikap seperti itu.
"A┄Aku akan melakukannya. Aku akan..."
"Besok. Aku ingin hasilnya besok."
"Be┄Besok? Tetapi ini..."
"Kenapa? Kamu gak setuju? Ya sudah, aku akan..." Vivian berpura-pura mengambil ponsel Bianca.
"Tunggu! Baiklah. Besok, ayahmu akan berubah bersikap baik padamu. Aku jamin itu."
"Karena kamu sudah mengatakannya, aku sudah tidak ingin melihatmu lagi disini. Jadi, get out dari sini!" Vivian dengan berani mengusir Meili.
"Ka┄Kamu mengusirku?"
"Kenapa? Toh, ini acara pernikahanku. Aku hanya tidak ingin melihat wajahmu disini. Sebelum aku.."
"Aku akan pergi. Bianca, kamu akan menyesal suatu saat nanti!" Meili tampak marah.
"Aku lebih menyesal karena melihatmu disini." Vivian menatap tajam Meili. Tak lama, Meili meninggalkannya. Axel mendekati Vivian seraya menggenggam tangannya.
"Sayang, aku senang kamu bisa mempercayaiku," ujar Axel tanpa rasa malu apa yang ia lakukan tadi bersama Meili.
"Aku mungkin bisa membiarkanmu kali ini. Tetapi, aku akan membuat hidupmu menangis darah hingga kamu tak sanggup untuk hidup lagi." Vivian mencium bibir Axel dengan rakus. Ciuman itu membuat Axel terperangkap. Pria itu tak bisa berkutik. Itu pertama kalinya bagi seorang playboy seperti dia.
Vivian melepaskan ciuman itu. Dia tersenyum licik. Tangannya bergerak liar pada dada Axel. Pria itu merasakan sensasi yang menggelitiknya. Axel menarik Vivian hingga menciumnya. Gerakan bibirnya begitu buas dan tak terkendali. Vivian mampu menyamainya. Dia adalah roh iblis, percintaan baginya hanyalah camilan semata.
Hanya ciuman saja, menggetarkan setiap gairah yang ada didalam diri Axel. Pria itu tak sabar, ingin sekali bersatu dengan Vivian. Namun,Vivian penuh trik. Dia menggunakan kekuatannya untuk membuat Axel tak bergerak. "Suamiku sayang, terlalu terburu-buru untuk menyentuhku sekarang. Kamu tahu kenapa? Karena kamu tidak layak," bisik Vivian seraya meninggalkan Axel begitu saja.
Seperti bom atom meledak yang siap menghancurkan Axel. Dia telah salah bermain-main dengan wanita itu. Kenyataannya, Vivian bukan wanita yang mudah dikalahkan. Dia sosok pemberani dengan setiap trik liciknya.
Axel telah bertemu dengan wanita yang seimbang, yang tidak mudah ditaklukkan olehnya. Akankah ini salah satu bentuk karma yang terjadi pada Axel, karena dia telah lama menyakiti Bianca?
Ini baru permulaan. Vivian yang cerdas dengan trik licik pada dirinya, menjadi malapetaka bagi Axel. Wanita itu dapat melakukan apa saja. Jangankan Axel, untuk menyingkirkan manusia lainnya pun sangat mudah baginya. Hanya saja, dia bukan tipe wanita yang terburu-buru.
Setiap rencana yang ia susun dengan rapi, pasti menjadi mimpi buruk bagi orang-orang seperti Axel dan Meili. Tetapi, dia masih ingin menikmati hidupnya sebagai manusia, entah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tinggal di dunia manusia karena keinginannya yang dulu belum terpenuhi.
Ia masih memiliki banyak waktu di dunia manusia. Lalu bagaimana dengan Bianca? Hanya Vivian sendiri yang tahu tentang nasibnya. Yang terpenting saat ini, dia akan hidup sebagai Bianca. Tidak akan ada lagi satu orang pun yang merendahkannya.
Vivian hanya ingin merasa bebas dengan Bianca sebagai tubuh barunya. Akankah Vivian hidup sebagai Bianca menimbulkan perkara yang panjang? Kemunculan Vivian akan mengubah segalanya. Dan ini baru dimulai.
Axel mendesah. Gairahnya memuncak. Sentuhan Vivian memang tak bisa ia tolak. Axel memperdalam ciumannya. Mereka saling melirik pada film yang mereka tonton, hingga durasi adegan panas pada film itu habis. Mereka saling melepaskan diri. "Kamu sungguh cepat. Aku kira kamu akan kalah dariku," kata Axel. "Aku adalah roh iblis. Sulit bagiku untuk kalah dari pria sepertimu." "Baiklah. Mari kita tunggu adegan selanjutnya. Kali ini, aku akan menang." "Oh ya? Kamu tidak akan menang dariku." Vivian mendekati Axel hingga wajah mereka begitu dekat. Wanita itu tersenyum miring. "Honey, kamu melanggar salah satu aturan." "Aku tidak melanggar apapun." "Tetapi, kamu baru saja menggodaku, Honey." "Aku tidak menggodamu." "Caramu mendekatimu itu seperti menggodaku." Jari telunjuk Axel menyentuh hidung wanita itu lembut. "Kamu saja yang berpikiran aneh. Selama aku tidak menciummu atau menyentuhmu, itu tidak masalah." Vivian melipat kedua tangan. "Kamu lupa ya apa aturan tadi, Honey? Aku mengat
Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian
Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang
Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau
Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p
Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,