Share

Pekerjaan Baru

Bintang dan Bulan berabjak dari tempat duduknya, mereka pamit pulang kepada Rindu dan Linda. Kedua sahabat Rindu sudah merasa lega dengan kondisi gadis cantik itu, mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.

“Rindu, kita pulang dulu ya! takutnya nanti orangtua aku khawatir lagi,” ucap Bintang lembut pada gadis cantik yang menemani sahabatnya itu keluar rumah.

“Iya, Bintang dan Bulan. Makasih ya, kalian udah ada saat aku terpuruk begini,” balas Rindu pada kedua sahabatnya.

“Hei, kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Kita akan selalu ada buat kamu,” timpal Bulan pada gadis cantik itu.

Bulan dan Bintang keluar dari perumahan Rindu. Mereka berdua menuju rumah masing-masing yang tidak jauh dari tempat tinggal Rindu. Sementara itu, Rindu masuk ke dalam rumahnya dan bergegas menuju kamar. Gadis cantik itu merebahkan tubuhnya yang sebenarnya tidak begitu lelah, tetapi batinnya yang sedikit kacau.

“Kamu sudah melakukan yang terbaik, Rindu. Kamu harus semangat!” ujar Rindu pada dirinya.

Matahari hampir tenggelam, tetapi gadis cantik itu masih asyik dengan kegiatannya memandang dinding langit entah berapa lama. Ia segera turun dari kasur menuju kamar mandi, karena seharian ini tubuhnya belum merasakan kesegaran yang diperoleh dari air mandi. Rindu selesai dengan ritual mandinya dan keluar hanya menggunakan handuk yang melilit tubuhnya yang kecil.

Gadis cantik itu menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 16:00 sore. Ia heran kenapa seseorang yang ada dalam benaknya belum juga pulang, gadis cantik itu mulai khawatir. Rindu keluar dari kamar setelah berpakaian lengkap menuju dapur tempat Linda beraktivitas.

“Bu, Kak Rinjani belum pulang ya? tumben jam segini belum sampai rumah,” ujar Rindu pada Linda.

“Ibu juga gak ngerti, Nak. Mungkin kakakmu banyak tugas, sehingga dia terlambat pulang hari ini,” balas Linda pada putri bungsunya.

Linda dan Rindu berkolabirasi dalam kegiatan memasak. Canda dan tawa menghiasi ruangan itu, seolah mereka melupakan kejadian yang baru beberapa jam yang melanda mereka. Dari jauh, sepasang mata menatap ibu dan anak itu penuh dengan senyuman, ia segera menghampiri Linda dan Rindu.

“Kayaknya ada yang lagi senang ni ye! Bagi-bagi dong!” ucap Rinjani yang baru sampai di dapur.

“Gak ada yang spesial, Kak. Kapan lagi coba kita bercanda gurau kayak gini, capek tau ngurusin masalah hidup tiap hari,” balas Rindu sopan pada kakaknya.

“Kamu benar, Rindu. Kakak bangga sama kamu, tetap semangat ya!” Rinjani melangkah dari dapur menuju kamarnya.

Rindu mengerutkan keningnya, ia tidak paham apa maksud dari ucapan sang kakak. Akan tetapi, ia tak mau memikirkan hal itu dan terus saja melanjutkan pekerjaannya yang sedikit lagi selesai.

Sore telah berlalu, hingga malampun tiba. Rindu dan keluarganya duduk di ruang makan untuk bersiap-siap menyantap makanan yang masih hangat di atas meja. Terutama gadis cantik yang sedari tadi memandangi sambal yang ia masak, hampir saja air liurnya keluar.

“Selamat makan, semuanya! Ayo ambil, jagan sungkan,” ujar Linda pada kedua putrinya.

Rindu dan Rinjani segera mengambil makanan yang mereka suka. Sesekali kedua gadis cantik itu saling menatap tajam memperebutkan makanan yang sama. Linda hanya tertawa melihat tingkah kedua putrinya seperti anak kecil. Makan malampun selesai, tanpa ada gangguan dan kesedihan yang melanda.

Linda duduk di sofa diikuti kedua putrinya, masing-masingnya enggan untuk membuka perbincangan karena masih menikmati cemilan yang ada di tangan mereka. Linda menghela nafas panjang seolah ada suatu hal yang harus ia sampaikan kepada Rindu dan Rinjani.

“Rinjani, Rindu, ibu mau nanya sesuatu tapi jangan marah ya! boleh gak kalau ibu kerja?” tanya Linda lembut pada kedua putrinya.

“Boleh dong, Bu. Bukannya selama ini ibu kerja, kita gak larang ibu, asalkan jaga kesehatan,” jawab Rinjani pada ibunya.

“Buat apa sih kami larang ibu kerja. Ibu juga pasti bosan di rumah terus, memangnya ibu mau kerja apa?” Rindu balik bertanya pada Linda.

Tangan Linda gemetar mendengar pertanyaan putri bungsunya, ia sedikit berpikir untuk mencari alasan yang masuk akal sehingga kedua putrinya tidak curiga untuk kedepannya. Wanita paruh baya itu menatap Rindu dan Rinjani intens dan membuka bibirnya.

“Ibu kerja di cafe sebagai pelayan, Nak. Lumayankan buat biaya kita sehari-hari,” ucap Linda.

“Aku dukung kok, Bu. Yang penting ibu jaga kesehatan dan janga terlalu dipaksakan,” Rindu berdiri menuju kamarnya untuk istirahat.

Begitu juga dengan Rinjani, matanya sudah tidakkuat lagi. Mahasiswi cantik itu melangkah mengikuti adiknya masuk ke dalam kamar. Linda menatap kedua putrinya dengan wajah sendu, karena ia telah merahasiakan sesuatu hal yang sangat besar.

“Maafkan ibu, Nak! Hanya ini jalan satu-satunya agar kita bisa bertahan hidup,” lirih Linda pada dirinya.

***

Pagi-pagi sekali Linda sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk kedua putrinya. Ia tidak mengubah kebiasaannya meskipun dirinya saat ini sudah menjadi janda walaupun belum resmi. Akan tetapi tindakan Jordi membuat hal itu memang sudah terjadi.

Rindu dan Rinjani melangkah bersama ke ruang makan untuk sarapan pagi. Dua gadis cantik itu tersenyum manis pada wanita paruh baya yang sudah duduk menyambut mereka. Linda melayani kedua putrinya dengan sangat baik, ia tidak mau jika Rindu dan Rinjani kekurangan kasih sayang dari orangtua, meskipun keluarga mereka tidak lengkap lagi.

“Rindu, Rinjani, nanti ibu mungkin akan pulang terlambat, Nak. Kalian gak usah khawatir karena peraturan dari cafe itu seperti itu adanya,” ucap Linda pada kedua putrinya.

“Iya, nggak apa-apa kok, Bu. Kita paham, karena bekerja dnegan orangkan harus patuh sama aturan,” balas Rinjani.

Rindu hanya diam tanpa komentar apa pun, gadis cantik itu enggan untuk buka suara pagi ini. Selesai sarapan, kedua gadis cantik itu pamit pada ibunya dan keluar dari rumah menuju tujuan mereka masing-masing.

Setelah kepergian kedua putrinya, Linda keluar rumah dengan penampilan yang sudah ia tata sebelumnya pada tubuhnya. Wanita paruh baya itu tengah menunggu seseorang di depan gerbang rumahnya, dan tidka berapa lama sebuah mobil hitam berhenti di depannya.

Seorang lelaki yang cukup berumur keluar dari mobil itu dan tersenyum pada Linda. Ia membuka pintu mobil untuk janda beranak dua itu, lalu meyusul masuk ke dalam mobil. Mobil itu meluncur entah kemana, Linda hanya mengikuti lelaki itu.

“Kenalkan nama saya, Prasetyo. Nama kamu siapa, Dek?” tanya Prasetyo sopan pada Linda.

“Nama saya Linda, Mas. Kalau boleh tahu, kita mau ke mana?” Linda bertanya balik pada Prasetyo.

“Hari ini kita akan bersenang-senang. Kamu jangan khawatir, saya gak akan berbuat jahat sama kamu kok,” ujar Prasetyo mengelus rambut Linda dengan lembut.

Mobil Prasetyo berhenti tepat di sebuah restoran mahal yang ada di kota besar itu. Lelaki itu keluar dari mobil dan diikuti oleh Linda. Prasetyo menggandeng tangan Linda layaknya sepasang suami-istri dan masuk ke dalam restoran itu.

Lambaian tangan seseorang menjadi petunjuk bagi Prasetyo dan Linda, keduanya menghampiri orang itu. Linda tersenyum pada orang yang ia jumpai dan segera duduk di dekatnya, begitu juga dengan Prasetyo, ia duduk di dekat Linda.

“Tina, kamu di sini juga? Ini kebetulan atau apa sih?” tanya Linda pada Tina.

“Aku udah lama bergelut dalam dunia ini, Mbak. Jadi mbak gak usah terkejut gitu,” jawab Tina santai pada Linda.

“Lalu apa yang harus aku lakuakn selanjutnya, Tina. Saat ini aku butuh uang banget, soalnya utangku udah numpuk pada semua tetangga kita,” ujar Linda pada Tina.

“Mudah banget, Mbak. Mbak cuma nemanin mas Prasetyo kemana aja dia mau, maka mbak akan mengahasilkan uang,” balas Tina pada Linda.

Sedikit perkenalan tentang Tina, wanita itu adalah ibu dari Bulan sahabatnya Rindu. Tina memang sudah lama menjanda dan tidak mau menikah lagi, ia memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Berbagai pekerjaan ia lakukan, dan akhirnya ia menetap sebagai agen para janda yang membutuhkan dana.

“Hanya itu aja, Tina. Kalau gitu aku setuju deh, kapan kita mulai?” tanya Linda penuh semangat.

Prasetyo dan Tina beradu pandangan dan saling tersenyum melihat ekspresi Lindayang begitu semangat untuk memulai pekerjaannya.

***

Di sekolah, Rindu dan kedua sahabatnya berjalan menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Tiga gadis cantik itu masuk ke dalam kelas yang dipenuhi oleh siswa dan siswi yang sudah lengkap dengan pakaian olahraganya.

“Rindu, mending kita ganti baju dulu. Sebentar lagi pelajaran olahraga dimulai,” ucap Bintang pada Rindu.

Rindu membuka tasnya dengan malas dan mengambil pakaian olahraga di dalamnya. Gadis cantik itu sangat malas berolahraga, ia lebih suka dengan pelajaran yang menguras otak. Berbeda dengan Bintang, ia lebih menyukai olahraga dari pada pelajaran lainnya, karena ia dapat menikmati pemandangan indah di lapangan, seperti cowok ganteng dari berbagai kelas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status