Share

Hasrat yang terpendam

Rindu dan kedua sahabatnya pergi ke toilet untuk mengganti pakaiannya. Sesampainya di dalam toilet, tiga gadis cantik itu mengganti pakaian mereka dan sangat cepat selesai. Rindu menunggu bulan dan Bintang, ia berdiri di depan pintu masuk.

“Hai, kamu Rindu kan? Kenalin namaku Dio, jurusan IPS. Kita satu angkatan lho,” ujar lelaki yang bernama Dio pada Rindu.

“Terus, memangnya kenapa kalau kita satu angkatan? Kamu mau apa?” tanya Rindu pada Dio.

“Aku hanya ingin kenalan sama kamu, Rindu. Memangnya gak boleh ya!” jawab Dio sopan pada gadis cantik itu.

“Namaku Rindu, aku kelas dua belas jurusan IPA. Makanan kesukaanku, coklat, mie goreng, ayam goreng, terus hobi rebahan aja. Untuk saat ini aku menutup pintu hati buat lelaki mana saja,” jelas Rindu panjang lebar.

Dio melongo melihat tingkah gadis cantik itu padanya, ia tidak menduga masih ada gadis yang seperti itu zaman sekarang. Biasanya para wanita hanya memperkenalkan nama saja, terus para lelaki akan menanyakan hal lain untuk kenal lebih dekat.

“Baiklah, Rindu. Lain kali kita bicara lagi ya! aku duluan,” Dio melangkah pergi meninggalkan gadis cantik itu.

Rindu hanya menatap kepergian Dio tanpa ekspresi apa pun. Ia tidak perduli pada lelaki itu, baginya berteman dengan lawan jenis hanya menyusahkan saja, karena sejatinya tidak ada pertemanan antara lelaki dan wanita.

“Heh! Bengong aja, nanti kesurupan baru tau rasa,”ucap Bintang pada gadis cantik yang bersandar di tepi pintu.

“Apaan sih! ayo pergi, nanti terlambat lagi,” tukas Rindu pada Bintang.

Tiga siswi cantik itu melangkah menuju lapangan tempat mereka olahraga. Di sana sudah banyak siswa dan siswi dari berbagai macam kelas, dan dengan bermacam-macam kegiatan. Rindu dan kedua sahabatnya berbaris dengan teman sekelas mereka, karena sebentar lagi guru akan mengambil absen mereka.

“Pagi, semuanya! Saya harap kalian bersemangat dalam pelajaran olahraga kali ini, karena kita akan mempraktekkan teori yang kemain saya ajarkan,” sapa Deren pada seluruh siswa dan siswinya.

“Pagi juuga, Pak. Kami akan belajar dengan baik,” ucap siswa dan siswi serempak.

“Sebelum itu saya akan mengabsen terlebih dahulu, agar kita tahu siapa yang hadir dan izin, oke!” Deren memegang absensi dan pena di tangannya.

Deren kemudian memanggil satu per satu nama siswa dan siswinya. Semuanya hadir lengkap yang membuat Deren merasa bahagia, karena tidak ada yang izin atau tidak ada kabar di dalam kelasnya.

“Baiklah, kita akan memulai permainannya. Jadi di sini kita akan berpasangan, kalian boleh memilih siapa yang menjadi pasangan kalian,” ucap guru muda itu.

Tubuh Rindu di perebutkan oleh Bintang dan Bulan, mereka tidak mau berpasangan dengan siapa pun karena tidak terlalu akrab. Rindu mencoba menahan emosinya dengan tingkah kedua sahabatnya, hingga ia tidak tahan lagi diperlakukan seperti itu.

“Yaa! Bisa gak sih kalian itu jangan kayak gini, tubuh aku sakit banget tau,” ujar Rindu pada kedua sahabatnya.

“Tapi aku mau sama kamu, aku gak mau dengan yang lain,” balas Bulan tidak mau kalah.

“Aku juga gak mau sama yang lain, masa kalian berdua terus aku sama orang lain,” timpal Bintang.

“Gimana kalau kamu sama aku aja, Bintang. Kita akan memulai permainan dengan sangat baik,” suara orang asing itu membuat tiga gadis cantik itu berhenti sejenak.

“Maksud kamu, kita satu tim gitu? Kamu mau satu tim sama aku, Devan?” Bintang mencoba meyainkan dirinya bahwa itu bukan ilusi semata.

“Iya, aku gak bercanda kok. Biarin aja mereka berdua,”ujar Devan pada Bintang.

Bintang melepaskan tangannya dari tubuh Rindu, dan mendekat pada Devan. Tidak ada rasa canggung yang seperti ia rasakan sebelumnya, namun senyum dibibirnya tidak pernah berhenti karena dirinya terlalu bahagia saat ini.

“Biasa aja kali wajahnya! Lebih baik kita mulai aja,” tukas Bulan menyadarkan Bintang.

Semua siswa dan siswi terlihat bersemangat mempraktekkan teori yang mereka pelajari, tapi tidak dengan Rindu, memang pada dasarnya gadis cantik itu tidak menyukai olahraga dan hanya bersikap biasa saja, agar dirinya mendapat nilai saja.

Satu jam berlalu, seluruh siswa dan siswi selesai dan bubar dari lapangan, meskipun masih ada beberapa di antara mereka yang masih asyik bermain di lapangan. Rindu dan kedua sahabatnya duduk di tempat yang tersedia di sana untuk menetralkan tubuh masing-masing.

“Minum ini, kalian terlihat capek banget. Jarang olahraga ya!” Deren menyuguhkan tiga botol air mineral pada tiga siswi cantik itu.

“Makasih, Pak. Seharusnya gak perlu kayak gini,” Bulan mengambil minuman itu karena dirinya memang sudah haus.

Sementara Rindu masih asyik menikmati semilir angina yang berhembus pada wajahnya. Matanya tertutup agar menambah kenikmatan atas kegiatannya sehingga ia tidak terlalu menghiraukan Deren yang ada di sana.

“Rindu, ini untukmu. Kamu harus sering olahraga, agar tubuhmu sehat dan pikiranmu tenang,” ujar Deren pada Rindu.

“Makasih, Pak. Saya tidak suka olahraga dan tidak akan pernah berolahraga,” ucap Rindu pada Deren sambil mengambil miuman yang disuguhkan guru muda itu.

Deren tersenyum tipis dan memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Rindu memasukkan air mineral itu ke dalam mulutnya tanpa memperhatikan kepergian Deren. Ia memang sangat haus karena kegiatan yang baru saja gadis cantik itu lakukan.

“Rindu, kita balik ke kelas yok! Kita harus ganti baju lagi,” ujar Bulan pada Rindu.

Rindu dan Bintang beranjak dari duduknya dan melangkah menuju kelas. Di dalam kelas masih tidak ada siapa pun, tiga gadis cantik itu meraih tasnya masing-masing dan membawanya ke toilet untuk berganti pakaian.

Tidak butuh waktu lama, Rindu dan kedua sahabatnya selesai dan keluar dari toilet. Di depan pintu toilet, tiga gadis cantik itu di hadang oleh tiga orang lelaki yang menatap sinis pada mereka. Salah satu di antara mereka adalah Dio yang tidak berhenti memandang Rindu.

“Kalian mau apa? kenapa tiba-tiba di sini, gak malu apa sama yang lain. Masa lelaki harus berada di depan toilet wanita,” ujar Bintang pada Dio dan teman-temannya.

“Saya mau berurusan sama wanita yang bernama Rindu, yang mana di antara kalian,” balas salah satu lelaki pada Bintang.

“Aku yang bernama Rindu, memangnya kenapa? Ada masalah apa kalian sama aku, sehingga kalian buang waktu buat nyari aku?” Rindu menatap tajam pada lelaki itu.

Lelaki itu mundur satu langkah dan berbalik, ia membicarakan sesuatu pada Dio dan temannya yang lain. Setelah selesai, tiga lelaki itu tersenyum hangat pada Rindu dan kedua sahabatnya.

“Gini Rindu, kami mau kenalan aja. Saya dengar dari Dio, kalau ada cewek cantik dan baik hati di sekolah ini. Jadi kami penasaran aja,” ucap lelaki itu pada Rindu dengan sopan.

Rindu tidak menanggapi hal itu, ia berjalan seperti biasanya setelah Dio dan teman-temannya memberikan jalan. Tiga lelaki itu terlalu takut menghadapi gadis cantik itu yang memilki temperamen berbeda dengan wanita lainnya.

Di dalam kelas, Rindu dan kedua sahabatnya duduk di kursi masing-masing dan menunggu guru dengan tenang.

***

Di sebuah restoran mahal Linda masih berbincang hangat dengan kedua rekan yang baru saja ia temui. Sesekali tawa terdengar di antara mereka, dan Linda melupakan segala masalah yang ada dalam hidupnya.

“Linda, kamu maukan nemenin mas hari ini? Kita akan mulai bekerja,” ujar Prasetyo pada Linda.

“Tentu, Mas. Sebelumnya saya harus ngapain, saya kurang paham dengan pekerjaan ini,” balas Linda yang memang tidak mengerti dengan pekerjaannya.

Prasetyo berdiri dari duduknya dan meraih tangan Linda, mereka berdua keluar dari restoran setelah pamit pada Tina. Tina hanya tersenyum tipis menatap kepergian dua manusia yang baru saja bergabung dengannya.

“Semoga kamu mendapatkan kenikmatan syurga dunia itu, Linda. Kamu tidak akan menyesal dengan hal itu,” ucap Tina pada dirinya.

Di dalam mobil, Prasetyo bersiap untuk mengendarai mobilnya. Akan tetapi hal itu belum sempat terjadi karena Linda ada kendala dalam pemasangan sabuk pengaman. Lelaki itu mendekat pada tubuh Linda dan memperbaiki sabuk pengaman itu.

Jantung Linda berdegup tak menentu, ia sudah lama tidak mendapat perlakuan hangat seperti itu dari lelaki mana pun, apalagi dari sang suami yang telah meninggalkan dirinya. Wajahnya merah merona, dan hawa panas menguasai tubuhnya.

“Kamu kenapa, Sayang? Apa aku membuatmu tidak nyaman?” bisik Prasetyo pada Linda.

Linda menundukkan kepalanya, ia malu jika Prasetyo melihat wajahnya yang mungkin saat ini semakin memerah. Akan tetapi Prasetyo tidak kehilangan akal, ia meraih dagu wanita paruh baya itu dan menatapnya dengan intens.

Perlahan Prasetyo mendekatkan wajahnya pada wajah Linda, deru nafas mereka saling bersahutan. Ada hasrat yang terpendam dalam diri Linda yang ia harapkan pada lelaki yang sedang bersamanya. Prasetyo mengecup kening Linda dengan lembut dan mengusap rambut wanita dua anak itu penuh kasih sayang.

“Kamu sabar dong, Sayang. Bukan saatnya kita bermain, nanti ya!” ujar Prasetyo lembut pada Linda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status