[Nama: Arthur Gardner]
[Saldo: 9.989.994.999.995,00 USD
[Tubuh: 20 (Lemah)]
[Pikiran: 35 (Bagus)]
[Poin VIP: 10]
[Keterampilan: Butuh Poin VIP untuk membuka keterampilan baru]
[Pasangan - 1]
[Edna Ross (22) - 65%]
[Komentar Sistem: Anda mulai memahami cara menikmati hidup, Anda bahkan berhasil menyelamatkan gadis pertama Anda! Anda bertingkah seperti pria normal, meskipun Anda masih perjaka. Sepertinya Anda benar-benar menyukai wanita, ya Tuan?]
"Apa apaan!" Arthur berseru tak percaya, menatap komentar yang ditampilkan layar.
Seperti pria pada umumnya, Arthur menginginkan kekayaan, ketenaran, dan wanita; itu adalah ambisi bersama. Dia bertekad mencapai apapun yang dia inginkan dalam hidup. Untuk tujuan ini, dia memilih Edna sebagai asistennya, ia butuh seseorang yang dapat dipercaya dan diandalkan.
Arthur memperhatikan total saldo di akunnya tercermin dalam sistem, serta nama rekannya. Terkejut, dia mengamati bahwa persentase Edna meningkat dari 55% menjadi 65% dalam hitungan menit.
Arthur mendapatkan 10 poin VIP, tetapi dia tak terlalu memperhatikannya, pilih fokus pada hal lain.
Arthur terkejut akan performa Edna, kemampuannya bekerja tetap baik meskipun mendapat perlakuan kasar dari bosnya. Ini mengeratkan hubungan antar mereka dan memotivasi Arthur merekrutnya.
"Edna," kata Arthur, "aku akan segera memberimu tugas besar, pastikan kau siap. Namun jangan khawatir, jika kelihatan terlalu sulit kau bisa meminta bantuan sebanyak yang kau butuhkan. Aku mau kau jadi asisten utamaku dan memahami kebutuhanku, serta memenuhinya."
Arthur ingin memastikan Edna memahami perannya. Wanita itu tahu soal bisnis, dan Arthur berharap Edna bisa membantu mengelola bisnis jika Arthur membelinya.
"Tuan Gardner," Edna meyakinkannya, "Anda tak perlu khawatir. Saya tak akan mengecewakan Anda. Saya kuliah di jurusan akuntansi manajemen, jadi saya memahami ilmu manajemen. Saya juga sudah mengambil kursus bisnis. Anda bisa mengandalkan saya untuk melakukan sebagian besar hal yang Anda butuhkan; saya akan pastikan Anda tidak membeli kucing dalam karung." Edna memastikan jika dia sanggup. Ia berkomitmen melayani dengan setia dan tidak akan pernah membuat Arthur menyesal telah memberinya kesempatan yang luar biasa.
"Tuan Gardner," kata Bob sambil menelan ludah. "Tuan Charless telah memberitahu saya bahwa dia menawarkan 30 miliar dolar (450 triliun rupiah) jika Anda ingin membeli bisnis tersebut. Anda dapat menambahkan 10 miliar dolar (150 triliun rupiah) yang Anda bayarkan sebelumnya, dan proses transfer akan segera dilakukan. Dalam waktu singkat, semua bisnis ini akan menjadi milik Anda."
Bob merasa seolah-olah hidupnya sudah berakhir. Dia baru saja menghina pria di depannya, dan sekarang dia akan kehilangan semua yang telah dia kerjakan seumur hidupnya.
Arthur mengangguk setuju dan dengan cepat menyelesaikan transaksi, menjadikannya pemilik tunggal saham.
"Bob," katanya dengan tegas, "Aku tahu akhir-akhir ini kau bersikap tidak sopan, tapi aku masih membutuhkanmu di sini. Jadi, aku akan memberi Edna peran manajer umum dan kau akan bekerja di bawah arahannya. Dan jangan membuatku menyesali keputusan ini, atau aku akan menyingkirkanmu dan menjadikan hidupmu seperti neraka."
Bob berlutut, menundukkan kepalanya dengan hormat di hadapan Arthur. "Tuan, permintaan maaf saya yang terdalam untuk semua yang telah saya lakukan. Saya tak percaya saya layak atas pengampunan Anda, namun saya bersumpah untuk melakukan yang terbaik, untuk membantu Anda dan membantu Nona Edna dengan cara apa pun yang memungkinkan," katanya.
Bob, meskipun tampaknya mengeksploitasi staf di perusahaan ini, dia hanya mengikuti perintah dari atasannya. Dia sebenarnya sangat efisien dalam menjalankan tugasnya.
Dia malu karena hasratnya pada Edna telah membuatnya bertindak sembrono, tetapi perasaan itu sirna saat dia melihat sosok tangguh di depannya. Ia putuskan mendedikasikan dirinya pada pekerjaan dan melakukan semua yang dia bisa demi memenuhi harapan bos barunya, dia bertekad kerja lebih keras lagi.
***
Arthur kemudian meminta Edna menemaninya melihat kamar termewah di hotel tersebut, yang dihubungkan langsung oleh jembatan antara dua bangunan dari restoran.
Kabar bahwa pemilik hotel baru saja berpindah tangan dengan cepat menyebar, dan mereka pun segera menyadarinya ketika Edna yang dikabarkan mengambil alih posisi general manager sedang menemani pria tersebut saat itu.
"Apa?! Apakah kau bercanda?" seru seseorang.
"Pria yang datang berpakaian seperti pengemis beberapa menit yang lalu baru saja membeli hotel dan restoran terbesar di Southlake? Dia juga berhasil membujuk Edna menjadi asisten pribadinya! Aku bahkan tak bisa membayangkan berapa banyak uang yang dia miliki untuk membeli Edna. Semua orang menginginkannya, tapi sepertinya dia telah dibeli seorang pria yang datang entah dari mana. Tak ada yang mengetahui darimana asal pria itu, dia benar-benar sangat misterius."
"Gadis itu, Edna Ross, adalah wanita paling menakjubkan yang pernah saya lihat. Dia sekarang telah diakuisisi bos baru kita, dan saya tak dapat membantah pilihannya; dia amat cantik dan begitu memikat."
"Hush! Bisakah kau jaga bibirmu agar tertutup? Dia bos terpenting kita saat ini. Apa kau ingin hidupmu hancur kalau mereka dengar apa yang kau bilang?"
Arthur memutuskan mengambil lantai hotel paling atas, lantai 70, merupakan bagian dari gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Dia kemudian meminta hotel mengosongkan lima lantai di bawahnya dan memesan khusus untuknya.
Arthur memilih kamar hotel satu lantai yang mewah, yang menelan biaya lima puluh ribu dolar dolar (750 juta rupiah) per malam, menjadikannya akomodasi paling mewah di kota.
Arthur mendekati tempat tidur besar di tengah ruangan, terbungkus sprei emas. Dia merasakan kenyamanan yang belum pernah dialami sebelumnya kala berbaring. Mengambil waktu sejenak untuk merasakannya, kemudian melihat Edna berdiri di depannya, tersenyum manis.
"Edna," ujarnya, "kau bisa pakai kamar satu lantai di bawahku. Aku ingin kau ada di dekatku kapan pun aku membutuhkanmu. Aku yakin ini keputusan bijak."
"Anda yakin saya bisa menggunakan ruang VIP di lantai bawah ini, Tuan Gardner?" tanya Edna, keheranannya terlihat jelas saat dia diberikan sesuatu yang bahkan tidak pernah diimpikan sebelumnya.
"Tentu, kau asisten pribadiku sekarang, jadi aku ingin kau ada saat aku membutuhkanmu. Oke, sekarang aku harus keluar dan beli beberapa baju dan mobil baru, dan aku mungkin butuh kamu menemaniku."
"Baiklah, Tuan Gardner!"
Arthur bahkan memiliki lift pribadi dengan akses terbatas buat dirinya sendiri dan garasi besar sepenuhnya untuk dia gunakan. Sayangnya, dia belum memiliki mobil.
Mungkin sudah waktunya bagi Arthur melanjutkan berbelanja barang-barang mahal lainnya?
Keputusasaan terlihat jelas di wajah setiap orang. Semua harapan seolah telah hilang dari mereka. Ketika waktu yang telah ditentukan oleh Mr. Zee segera berakhir, mereka mulai takut akan kemungkinan terburuk."Bos, aku yakin kamu akan datang tepat waktu," gumam Sylvia dengan kekhawatiran, suaranya bergetar saat dia berbicara.Gemuruh suara helikopter terdengar dari suatu tempat di atas. Orang-orang bertukar pandang, tidak ada yang benar-benar percaya dengan apa yang mereka dengar sampai suara helikopter semakin keras."Apa itu? Apakah mereka datang dengan anggota lebih banyak?" seseorang berspekulasi, suaranya dipenuhi kegelisahan.“Apakah itu masih belum cukup? Kita bahkan tidak bisa melakukan apapun sekarang." orang lain menimpali dengan hampa.Semua mata tertuju pada helikopter yang melayang di atas mereka dengan perasaan tidak menyenangkan, bertanya-tanya apa yang akan menjadi nasib mereka selanjutnya.Mr. Zee dipenuhi dengan kegembiraan. Sudut bibirnya melengkung membentuk cibira
Arthur bersiap menghadapi kemungkinan terburuk ketika Sylvia meneleponnya. Pikirannya segera mulai berpacu, merencanakan rencana perlawanan terhadap musuh yang ada di hadapan mereka saat ini. "Celine," Arthur memanggil Celine melalui ponselnya, berkata dengan nada mendesak. "Aku butuh bantuanmu sekarang." "Bos," jawab Celine hati-hati. “Apakah ini berkaitan dengan berita di televisi?”“Ya, Sylvia ada di sana. Dia baru saja menelepon dan mengatakan ada sesuatu yang aneh yang sedang terjadi. Aku ingin mengetahui sejauh mana kemungkinan terburuk yang akan terjadi." Arthur menjelaskan sebelum berhenti untuk mengambil napas dalam-dalam.“Kalau begitu, aku akan mengirimkan beberapa kamera drone ke lokasi itu agar kamu bisa memantau situasi di sana, bos,” kata Celine tanpa ragu.“Baiklah,” jawab Arthur dengan tekad dalam suaranya. Dia tahu bahwa hanya masalah waktu saja sebelum segalanya menjadi lebih buruk, jadi dia harus bertindak secepat mungkin jika ingin menjaga mereka semua tetap ama
Mr. Zee, sosok misterius yang memakai jubah hitam, berdiri tegap di tengah lapangan seolah tak terkalahkan. Kehadirannya menimbulkan suasana yang menakutkan bagi semua orang, dan semua mata tertuju padanya saat pertanyaan berputar di dalam diri setiap orang: "Siapa pria ini?"Tiba-tiba, sebuah helikopter muncul dari langit dan melayang di atas stadion. salah satu penumpangnya berteriak kepada semua yang hadir, “Selamat siang, pemirsa! Bisakah kalian melihat apa yang terjadi di bawah sana? Semua orang berlarian dalam kekacauan, mencoba melarikan diri dari pria misterius itu dan para pengikutnya, tapi semua jalan keluar telah dikunci dengan ketat.”Jelas sekali bahwa dia adalah seorang reporter dari salah satu stasiun televisi yang menyiarkan acara tersebut secara langsung.Reporter tersebut melanjutkan laporannya dengan suasana kegembiraan yang semakin meningkat, “Seperti yang kalian lihat di sini, ada lusinan pria yang mengenakan pakaian serba hitam dan topeng menyeramkan yang terseba
Lima helikopter turun dari langit dan melayang di atas lapangan, membuat semua pemain panik.Walaupun bingung, satu kata bergema di benak mereka semua: "Lari!"Mereka berpencar dan berlari mati-matian dari area lapangan untuk menjauh.Pelatih meneriakkan perintahnya. "Cepat masuk!"Dia mendesak semua anggota tim sepak bola untuk bergerak lebih cepat demi keamanan mereka.Salah satu pemain berhenti, berbalik untuk melihat helikopter yang mengancam yang melayang di atas pertandingan mereka. Dia berjalan mendekati pelatih yang sedang mengeluarkan perintah dan berteriak padanya."Apa yang sedang terjadi?" Teriaknya, berusaha untuk didengar di tengah suara mesin helikopter yang semakin lama semakin keras.Pelatih membalas tatapannya dengan tatapan penuh tekad. Dengan suara yang tenang namun tegas, dia menjawab dengan kuat, "entahlah. Yang jelas aku ingin kamu selamat!"Dia kemudian dengan cepat mengeluarkan peluitnya dan meniupnya beberapa kali, sambil melambaikan tangannya ke depan untuk
Hari ini adalah hari yang dinantikan oleh seluruh warga Southlake City; kota mereka akan menjadi tuan rumah salah satu klub sepak bola paling sukses di negara ini. Tidak ada yang lebih bersemangat daripada Sylvia, yang bergegas ke Golden Chamber Hotel seperti angin puyuh. Dia menyelesaikan persiapannya untuk pertandingan besar dengan semangat membara, mengemas makanan ringan dan mengumpulkan berbagai macam pernak-pernik lainnya."Aku tidak menyangka kamu akan selesai dengan tugasmu dengan begitu cepat," komentar Arthur dari tempat duduknya di sofa. "Kamu berubah dari orang yang tidak tertarik beristirahat menjadi menganggap sepak bola seolah itu adalah hidupmu!" Ucapannya membuat Sylvia sedikit tersipu; dia belum sempat mengungkapkan cintanya pada permainan itu kepadanya sebelumnya."Ya, Bos," jawabnya sambil memutar-mutar sehelai rambut di jarinya. “Ayahku selalu mengajakku menonton sepak bola bersama sejak aku masih kecil, jadi aku tidak mau ketinggalan saat mereka bertanding.”Eksp
Arthur terjebak dalam aktivitas kantor yang menarik. Hiruk pikuk di tempat kerja membuatnya melupakan waktu yang terus berlalu. Dia pun bahkan tidak menyadari bahwa hari telah bergeser ke malam. Sylvia yang telah bekerja keras selama ini membuat Arthur cemas, lalu ia memaksanya untuk berlibur dari stres pekerjaannya.Ia telah duduk di kursi kerjanya sejak pagi, fokus pada layar laptop di hadapannya. Tanpa disadari, ia lupa waktu. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara ketukan di pintu, "Ya." jawabnya dengan suara tenang.Edna masuk ke ruangan dengan setelan eksekutif berwarna putih dan rok selutut berwarna krem. Rambut pirangnya yang tebal dikait rapi ke belakang menjadi sanggul. Dengan perlahan, ia berjalan mendekati Arthur dan meletakkan tangannya dengan lembut di atas mejanya."Halo, Bos. Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahat siang?" kata Edna dengan hati-hati. "Aku rasa Anda perlu istirahat sekarang." Dia melanjutkan dengan antusias, "Aku akan meminta koki di kantor untuk meny