Home / Fantasi / Sang Penguasa / 6. Awan Perang dan Bayangan yang Mengerikan

Share

6. Awan Perang dan Bayangan yang Mengerikan

Author: Alyssa123
last update Last Updated: 2024-09-22 20:20:22

Matahari belum sepenuhnya terbit ketika suara genderang perang mulai bergema di kejauhan. Pasukan Almarik yang terluka kembali ke kota Castelon dalam keputusasaan. Namun, pertempuran di luar hanyalah permulaan dari permainan kekuasaan yang lebih besar, di mana sihir kuno, ambisi politik, dan kekacauan masyarakat bertemu.

Kesepakatan Rahasia di Balik Tirai

Di istana Castelon, Lord Valerian melangkah dengan langkah ringan menuju ruang rahasia tempat pertemuan yang sangat dinantikan akan segera berlangsung. Bayangan intrik politik semakin pekat saat Valerian mengatur pertemuan dengan Ratu Lyana. Ia tahu bahwa kekuatan Lyana, yang selama ini tersembunyi di bawah bayang-bayang Almarik, bisa menjadi kunci untuk menggulingkan raja tiran tersebut.

Ketika Valerian memasuki ruangan, Lyana sudah menunggu. Wajahnya yang cantik terpahat dalam topeng ketenangan, tetapi di balik matanya, ada kekuatan yang tertahan.

"Kau datang," kata Lyana tanpa emosi, matanya menatap Valerian tajam.

"Aku selalu tahu, Ratu, bahwa kekuasaan yang sebenarnya tak pernah ada di tangan Almarik," Valerian tersenyum licik. "Aku datang untuk menawarkan aliansi."

Lyana terdiam sejenak. "Dan apa yang kau tawarkan?"

Valerian mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aku bisa menggulingkan Almarik. Aku memiliki dukungan dari bangsawan dan pasukan yang cukup untuk membuatnya jatuh. Tapi aku butuh dirimu, Lyana. Jika kita bergabung, kau bisa memerintah kerajaan ini setelah dia tersingkir."

Mata Lyana menyipit. "Dan apa yang kau inginkan sebagai gantinya, Valerian? Kekuasaan semata?"

Valerian tersenyum licik. "Kekuasaan adalah alat, tapi yang kuinginkan adalah stabilitas. Dengan Almarik, kita berada di ambang kehancuran. Tapi denganmu di atas takhta, aku bisa membantu menciptakan kerajaan yang lebih stabil, meskipun itu berarti menggunakan jalan yang kejam."

Lyana menimbang kata-katanya. Dia tahu bahwa kekuasaan bukanlah hadiah yang bisa diraih dengan mudah. Tapi tawaran Valerian memberinya kesempatan untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman Almarik, sekaligus meraih kekuatan yang selama ini dia idamkan.

"Baiklah," kata Lyana akhirnya. "Kita akan bekerja sama. Tapi ingat, Valerian, aku tidak akan menjadi alat bagi siapa pun."

Valerian tersenyum. "Kita akan lihat, Yang Mulia."

Kesepakatan itu mengukuhkan konspirasi yang semakin dalam. Dua sosok paling berbahaya di istana kini bersatu dalam tujuan yang sama: menggulingkan Almarik dan membentuk kerajaan baru yang mereka impikan.

Peperangan dan Sihir Tua yang Bangkit

Di luar kota, pasukan pemberontak Elira terus berjuang menghadapi kekuatan Almarik. Namun, tidak hanya manusia yang terlibat dalam pertempuran ini. Bayangan yang menyertainya, yang dikenal sebagai Bayangan Kegelapan, mulai memperlihatkan kekuatan sebenarnya.

Ketika senja datang dan medan perang menjadi sunyi, Elira berdiri di antara prajuritnya yang terluka. Ia merasakan keputusasaan, tetapi kehadiran Bayangan memberinya sedikit harapan.

"Apa yang sebenarnya kau cari?" tanya Elira, akhirnya menanyakan pertanyaan yang telah mengganggu pikirannya.

Bayangan memandang ke arah cakrawala yang memudar. "Aku bukan dari sini, Elira. Aku berasal dari dunia yang terpecah akibat kekuatan sihir kuno yang sama seperti yang dimiliki Almarik. Sihir itu telah mencemari segala sesuatu di kerajaan ini, dan jika dibiarkan, akan membawa kehancuran total."

"Jadi ini bukan hanya tentang Almarik?" Elira merasa ketakutan, namun sekaligus penasaran.

"Tidak," jawab Bayangan. "Ini tentang menjaga keseimbangan kekuatan antara dunia manusia dan sihir. Ketika Almarik menggunakan sihir kuno yang ia temukan, dia membuka pintu menuju kehancuran yang lebih besar. Pasukan kita hanya bisa menang jika kita menghancurkan sumber sihir itu."

Elira menggigit bibirnya, memahami betapa besar taruhannya. "Di mana kita bisa menemukan sumber sihir itu?"

Bayangan mengangkat tangannya dan menunjukkan arah utara. "Di dalam istana Castelon, di bawah tanah, ada artefak kuno yang memberi kekuatan kepada Almarik. Jika kita menghancurkannya, sihirnya akan melemah, dan kita bisa mengalahkannya."

Elira merasakan dadanya berdegup kencang. Ini bukan hanya peperangan fisik, tapi juga pertempuran dengan kekuatan yang tak kasat mata. "Lalu apa yang akan terjadi pada dunia kita setelah itu?"

"Jika kita gagal, dunia ini akan jatuh ke dalam kegelapan abadi," jawab Bayangan, suaranya penuh kewaspadaan. "Dan tak ada yang bisa menghentikan kehancuran itu."

Keruntuhan Distopia

Di dalam tembok Castelon, rakyat semakin merasakan dampak kekejaman Almarik. Pasukan kerajaan terus memungut pajak dari penduduk yang kelaparan, dan banyak yang mulai berbisik tentang pemberontakan. Namun, ketakutan akan hukuman membuat banyak orang enggan bertindak.

Sorrel, seorang pemimpin pemberontak di desa Ravar, berdiri di hadapan rakyatnya. Mereka sudah lama hidup di bawah penindasan Almarik, tapi kini mereka semakin tak sanggup menanggungnya. "Kita tidak bisa terus hidup seperti ini," kata Sorrel dengan suara gemetar. "Rakyat mulai mati kelaparan, dan kita hanya menunggu giliran."

Seorang pemuda di antara kerumunan, Rehan, bangkit dengan amarah di wajahnya. "Apa gunanya menunggu pemberontak? Mereka belum datang! Kita harus melakukan sesuatu sekarang!"

Sorrel menatap Rehan. "Aku tahu, tapi melawan tanpa strategi akan membuat kita semua mati. Kita harus menunggu sinyal dari pemberontak di Castelon."

Rehan menggertakkan giginya. "Kita sudah menunggu terlalu lama. Dunia ini sudah mati. Almarik telah merusaknya, dan kita adalah korban dari kebrutalan itu."

Sorrel menunduk, tahu bahwa Rehan benar. Kehidupan di bawah tirani Almarik telah membawa rakyat Karstiel ke jurang kehancuran. Banyak desa telah jatuh, dan kota-kota besar menjadi tempat yang tak lagi aman bagi rakyat kecil. Pekerja paksa, kelaparan, dan ketidakadilan merajalela, membuat masyarakat merasa seolah hidup mereka hanya bayangan dari dunia yang lebih baik.

Meskipun rasa putus asa mulai merambat, Sorrel tetap berusaha memegang kendali. "Pemberontakan ini akan datang, Rehan. Dan ketika saatnya tiba, kita akan mengakhiri kekuasaan Almarik."

Namun, di dalam hati kecilnya, Sorrel juga takut bahwa mungkin sudah terlambat. Distopia telah mencengkeram kerajaan, dan harapan semakin memudar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Penguasa    bab 49: Awal Kehidupan yang Berbeda

    Masa bayi Luna dan putra Raja Rehan berjalan dalam dua dunia yang berbeda. Di istana, putra Rehan tumbuh dikelilingi oleh kemewahan dan kemuliaan. Setiap langkahnya diawasi oleh pelayan dan pengasuh yang setia, sementara para ahli dan penasihat kerajaan mengawasi perkembangan mental dan fisiknya dengan teliti. Setiap suara tangis dari sang pangeran akan disambut dengan segera oleh orang-orang yang siap menenangkan, memberinya kenyamanan dan perlindungan penuh.Di sisi lain, Luna tumbuh di rumah sederhana di pinggir istana, di dalam lingkungan yang tenang namun jauh dari kemewahan. Ibunya, Rose, menyayanginya dengan segenap jiwa. Meski tidak memiliki semua keistimewaan yang dimiliki pangeran, Luna tumbuh dengan cinta yang tulus. Rose mengajarkan Luna tentang kehidupan sederhana, kerja keras, dan kebijaksanaan. Dari hari ke hari, kecantikan Luna semakin terpancar, dan di balik matanya yang cerah tersimpan rasa ingin tahu yang tak terpadamkan.Perbedaan Nasib dan Awal PertemuanWaktu ber

  • Sang Penguasa    bab 48: Hadiah untuk Rose dan Kelahiran Luna

    Di luar istana, suasana pagi tak kalah meriah. Di hari yang sama dengan kelahiran pewaris takhta kerajaan Edholm, seorang bayi perempuan lain dilahirkan di dalam benteng pelayan. Bayi itu, meski tidak lahir dari keluarga bangsawan, membawa kebahagiaan yang sama besarnya bagi ibunya, Rose, seorang pelayan setia yang telah mengabdi kepada keluarga kerajaan selama bertahun-tahun.Bayi itu diberi nama Luna, sebuah nama yang diambil dari sinar rembulan yang menerangi malam kelahirannya. Luna lahir dengan kecantikan alami yang segera membuat banyak orang terpesona. Matanya yang cerah dan kulitnya yang lembut seperti porselen menjadi anugerah bagi Rose, seorang ibu yang penuh cinta dan kebanggaan.Kehamilan yang Diketahui oleh Raja RehanBeberapa bulan sebelum kelahiran ini, Raja Rehan sendiri mengetahui tentang kehamilan Rose secara tidak sengaja ketika ia sedang berkeliling memeriksa persiapan di istana. Melihat perut Rose yang mulai membesar, Raja Rehan berhenti dan menanyakan keadaannya.

  • Sang Penguasa    bab 47: Hadiah dari Kerajaan Tetangga

    Pagi itu, suasana istana Edholm dipenuhi dengan kegembiraan dan antusiasme. Setelah berita kelahiran pewaris takhta tersebar ke seluruh kerajaan, utusan dari berbagai wilayah tetangga mulai berdatangan membawa hadiah sebagai tanda penghormatan dan perayaan. Setiap kerajaan, besar maupun kecil, ingin menunjukkan dukungan dan rasa hormat kepada Raja Rehan dan Ratu Natasya. Mereka mengirim hadiah-hadiah istimewa yang menggambarkan kebesaran dan kekayaan negeri masing-masing.Di aula besar istana, Natasya duduk di kursi kebesarannya, bayi kecilnya beristirahat dalam dekapan lembut. Sementara Rehan berdiri di sisinya, mengawasi jalannya upacara penyerahan hadiah dengan wajah penuh kebanggaan.Hadiah dari Kerajaan EldoriaUtusan pertama yang datang adalah dari Kerajaan Eldoria, salah satu kerajaan tetangga yang paling kuat dan makmur. Mereka dikenal akan seni dan keahlian kerajinan tangan yang luar biasa. Utusan tersebut, seorang pria berusia lanjut dengan jubah keemasan yang disulam dengan

  • Sang Penguasa    bab 46: Hari Pertama Natasya Menjadi Seorang Ibu

    Fajar menyingsing dengan lembut di atas istana Edholm, memandikan dunia dengan sinar keemasan yang hangat. Hari itu, tidak ada yang lebih berarti bagi Natasya selain keheningan pagi yang baru saja pecah oleh suara-suara kecil dari sang bayi yang tengah menggeliat di dalam dekapan hangatnya. Matanya belum terbuka penuh, tapi tubuh mungilnya sudah mencari kehangatan ibunya, insting alami yang menyatukan mereka berdua dalam keajaiban yang begitu murni.Natasya, yang kini telah menjadi seorang ibu, duduk di atas ranjang berkanopi sutra. Wajahnya tampak lelah setelah malam yang panjang, namun kelelahan itu tertutupi oleh cahaya lembut yang terpancar dari sorot matanya. Ia memandangi wajah bayinya—wajah yang begitu sempurna, dengan pipi halus dan bibir mungil yang sesekali bergerak, seolah menggumamkan janji-janji masa depan.Bayi itu adalah anugerah bagi Natasya, namun ia juga membawa tanggung jawab yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dunia yang dulu terasa begitu luas dan penuh petua

  • Sang Penguasa    bab 45: Perayaan Sang Pewaris

    Pagi di Edholm kali ini berbeda. Matahari memanjat langit dengan keagungan yang lebih cerah dari biasanya, cahayanya menyinari seluruh sudut kerajaan, menyentuh lembah-lembah hijau dan bukit-bukit emas, memberikan kehangatan yang tak biasa. Udara dipenuhi semerbak bunga musim semi yang dibawa angin lembut, dan di atas sana, burung-burung berkicau seakan turut merayakan peristiwa yang paling ditunggu-tunggu oleh segenap rakyat Edholm.Di seluruh penjuru kerajaan, rakyat bersuka cita. Suara lonceng besar di menara pusat berdentang keras, mengirimkan kabar gembira bahwa anak Raja Rehan dan Permaisuri Natasya telah lahir. Seluruh Edholm bergetar dalam gemuruh perayaan, tak ada seorang pun yang bisa melawan dorongan hati untuk bersorak bahagia. Sebuah era baru telah dimulai, dan bersama kelahiran bayi kerajaan, muncul harapan baru yang begitu dinantikan oleh rakyat yang selama ini hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian.Rakyat Edholm Bersuka CitaDi pasar-pasar yang biasanya dipenuhi ter

  • Sang Penguasa    bab 44: Sang Cahaya Baru di Langit Edholm

    Malam di Edholm terasa berbeda dari biasanya. Bintang-bintang tampak lebih terang, seolah alam semesta menyaksikan momen yang begitu agung. Angin malam berhembus pelan, menyelusup lembut di antara pepohonan istana, membawa bisikan-bisikan dari zaman yang telah lama berlalu. Di istana megah itu, waktu seakan terhenti; segenap kehidupan seolah tertumpu pada satu titik—di mana Natasya, permaisuri tercinta, tengah berada di ambang keajaiban yang telah lama dinantikan. Di dalam kamar yang dipenuhi cahaya lilin lembut, Natasya terbaring, matanya memancarkan kekuatan dari dalam dirinya. Ia telah melewati perjalanan yang panjang, sembilan bulan yang penuh cinta, harapan, dan impian. Kini, waktunya telah tiba. Tubuhnya adalah samudra yang menggulung gelombang, setiap tarikan napasnya seperti pasang yang naik, memanggil kehidupan yang akan segera hadir. Rehan berada di sisinya, menggenggam erat tangan Natasya, seolah tak ingin melepaskannya pada detik-detik genting ini. Wajahnya tegang, namun

  • Sang Penguasa    bab 43: Dalam Penantian Sang Pewaris

    Malam itu, bulan menggantung rendah di langit Edholm, membasahi tanah istana dengan cahayanya yang lembut dan tenang. Di balkon utama, Raja Rehan duduk seorang diri, memandang horizon yang seolah tak bertepi. Dedaunan di taman istana berbisik pelan dihembus angin malam, namun hati Rehan tak pernah sepi dari suara-suara yang bergemuruh di dalam dirinya.Ia menanti. Penantian yang panjang dan penuh gairah, namun juga penuh kecemasan yang terselubung dalam harapan.Di dalam istana yang megah ini, di kamar yang penuh kehangatan dan cinta, Natasya beristirahat. Perutnya yang membesar adalah bukti dari kehidupan baru yang tumbuh di dalamnya, buah cinta yang lahir dari ikatan mereka berdua—seorang anak, seorang pewaris, seorang yang akan membawa nama Edholm ke masa depan.Rehan sering bertanya dalam hati, bagaimana rasanya memeluk darah dagingnya sendiri untuk pertama kali? Bagaimana wajah anaknya kelak, apakah ia akan mewarisi senyum lembut Natasya, atau mata tajam yang ia miliki? Setiap ma

  • Sang Penguasa    bab 42: Pengumuman Sang Raja - Bebas Pajak Selama Satu Tahun

    Suasana pagi itu di ibu kota Edholm terasa berbeda dari biasanya. Angin sejuk berhembus lembut, membawa serta aroma embun pagi yang menyegarkan. Warga berkumpul di alun-alun utama di depan istana, wajah-wajah mereka dipenuhi dengan rasa penasaran dan antisipasi. Kabarnya, Raja Rehan akan memberikan pengumuman penting hari ini, sebuah kabar yang berpotensi mengguncang seluruh kerajaan.Rehan, yang biasanya tampak tegas dan berwibawa, hari itu terlihat penuh kebahagiaan. Berdiri di balkon istana bersama Natasya yang tengah hamil, ia memandang lautan rakyatnya dengan senyum hangat. Suara lonceng besar istana berdentang, menandakan bahwa saatnya bagi Rehan untuk berbicara."Rakyat Edholm yang aku cintai," suara Rehan bergema di seluruh alun-alun, menarik perhatian ribuan warga yang menunggu kata-katanya. "Hari ini, aku membawa kabar gembira yang tidak hanya akan mempengaruhi istana, tetapi juga seluruh kerajaan kita."Sorak-sorai kecil terdengar dari kerumunan. Warga mulai saling berbisik

  • Sang Penguasa    bab 41: Kabar Kehamilan Natasya

    Hari itu, suasana istana Edholm dipenuhi dengan kegembiraan yang tak biasa. Bukan karena kemenangan militer atau keberhasilan diplomasi yang berhasil Rehan raih, melainkan berita yang jauh lebih personal dan mendalam bagi kerajaan. Natasya, kekasih dan pendamping setia Raja Rehan, mengandung anak pertama mereka.Berita itu pertama kali sampai ke telinga Rehan saat ia sedang duduk di ruang singgasananya, memeriksa laporan dari dewan penasihat ekonomi. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan Natasya berjalan masuk dengan senyum tipis di wajahnya, matanya berkilau dengan emosi yang tidak biasa."Ada yang harus aku sampaikan, Rehan," ucapnya pelan, namun penuh arti.Rehan, yang biasanya selalu fokus pada urusan kerajaan, langsung menghentikan pekerjaannya dan memandang Natasya dengan penuh perhatian. Ada sesuatu dalam ekspresi kekasihnya yang membuatnya sadar bahwa ini bukanlah kabar biasa."Apa yang terjadi, Natasya?" tanyanya, dengan nada suara lembut namun penuh dengan rasa ingin tahu.N

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status