Share

Sang Pewaris Buta
Sang Pewaris Buta
Penulis: Dewanu

Satu

"Pak Jono, saya sebenarnya adalah utusan Pak Jovan."

Jono mengerutkan kening, bingung. Pria yang tak lama ini menjadi buta akibat kecelakaan itu benar-benar tak tahu siapa pria yang dimaksud oleh sopir sang sahabat.

"Pak Jovan? Siapa Jovan?" tanyanya.

"Kemungkinan besar, Pak Jovan adalah ayah dari Pak Jono."

Deg!

"Ayahku?" Jono terkejut. "Sejak kecil, saya tidak punya orang tua, Pak. Mana mungkin ada orang yang bisa menemukan anaknya padahal sudah puluhan tahun lamanya?" Jono menyipitkan matanya, berusaha menatap tajam pria paruh baya di hadapannya, meskipun tak berhasil melihat raut wajahnya.

"Saya rasa bapak salah orang," tegasnya.

"Tidak, saya sudah memastikan. Selain itu dari postur tubuh dan juga wajah... kalian punya kemiripan," kata pak Burhan meyakinkan.

"Hahaha...." Jono tertawa miris. "Sudahlah Pak, biarkan saja orang tuaku menjalani hidupnya sendiri. Saya tidak akan mengganggu mereka. Apalagi mana ada yang mau mengakui seorang anak buta seperti ini."

"Saya sudah sangat bersyukur memiliki istri dan sahabat yang setia," kata Jono lagi.

Selama ini, pria itu tumbuh di panti asuhan tanpa megetahui bagaimana asal-usul dirinya.

Bagaimana mungkin tiba-tiba saja ada orang yang mengaku sebagai ayahnya?

Tiba-tiba lelaki tua itu mengeluarkan selembar kertas, yang seharusnya membuat Jono percaya.

"Saya tidak bohong, Pak. Ini adalah bukti DNA pak Jono dan Pak Jovan yang sama."

Ucapan Burhan membuat Jono termenung.

Ia pun meremas tongkat di tangannya erat. Terlebih kala mendengar penuturan selanjutnya.

"Selama ini, Pak Jovan mencarimu tanpa henti. Akan tetapi, pencarian ini tidak mudah. Dan karena itulah Pak Jovan tidak pernah menikah lagi dan tidak memiliki keturunan selain Anda. Pak Jovan adalah orang yang sukses, dan dia butuh orang yang bisa mewarisi perusahaannya. Jadi--"

Ceklek!

Ucapan Burhan itu terhenti kala Laila menyelesaikan belanjanya.

Saat masuk ke mobil, pembantu Jono dan istrinya itu dapat merasakan suasana yang sangat canggung, sehingga ia pun berkata, "Apakah aku mengganggu percakapan kalian?"

"Tidak Laila, masuklah, apakah kau sudah mendapatkan semuanya?"

"Hmm, tentu Pak. Saya sudah mendapatkan semuanya. Dan ini, saya juga membeli makanan buat Pak Burhan dan Pak Jono," katanya sambil menyerahkan martabak masing-masing sekotak untuk dua pria itu,

Setelahnya, ketiga orang itu pun pergi ke rumah sakit untuk mengantarkan Jono melakukan perawatan.

Hanya saja, pria buta itu tak sempat berbicara kembali dengan Burhan sampai ke rumah.

Meski demikian, Jono sangat gelisah dengan berita itu.

Ia pun menunggu istrinya pulang untuk berdiskusi dengannya.

Selain itu, Jono juga ingin mengabarkan sebuah berita penting pada Winda.

Akhirnya, Jono mulai merasa ada perkembangan di indra penglihatannya meskipun saat ini dia hanya bisa melihat dalam warna hitam-putih dan sedikit cahaya kekuningan.

Sayangnya, Winda ternyata pulang larut malam. Pukul 12 malam!

Begitu tiba rumah, wanita itu berdendang ceria dan langsung ke ke kamar mandi dalam balutan pakaian seksi.

Entah mengapa tingkah istrinya semakin mencurigakan.

Jadi, saat mendengar Winda mengguyur air di tubuhnya, Jono berinisiatif untuk membuka ponsel milik istrinya tersebut.

Ditekannya password ponsel Winda dan tak lama kemudian ponsel itu terbuka.

Jono segera masuk ke aplikasi pesan.

Di sana, ada sebuah nomor asing tanpa nama di sana.

[Aku senang kamu suka bajunya. Makasih juga yang service-mu tadi. Bikin ketagihan!]

Dada Jono sontak bergemuruh.

'Apakah Winda selingkuh?' batin Jono bergemuruh.

Terlebih masih banyak chat mesra lanjutan yang ia sudah tak sanggup membacanya.

Apa karena Jono buta, istrinya itu berpikir dia tak akan melihat selamanya dan menemukan hal ini?

Jono terus memejamkan mata dan merenungi jalan pernikahannya dengan Winda.

Suara air yang berhenti membuat Jono seger menutup ponsel istrinya dan meletakkannya pada tempat semula. Meski demikian, dia masih berpikir keras dengan siapa Winda berselingkuh.

Setahunya, Destalah yang paling dekat dengan sang istri. Tapi, apakah mungkin sahabatnya itu tega merebut Winda darinya?

"Aku harus memastikan ini," batinnya, pura-pura tertidur agar Winda tak curiga.

Jangankan membicarakan perihal ayah kandungnya. Yang ada, dia kini penuh emosi yang tak terkira!

***

Sesuai rencana, Jono kini bersembunyi, menguntit kepergian Winda.

Dia harus melihat siapa pria yang menjemput istrinya di pagi hari.

Sungguh, Jono berharap kecurigaannya ini salah. Hanya saja, dia justru menemukan Winda memeluk hangat sahabat Jono itu dengan erat, Mereka bahkan sempat berciuman panas!

Padahal, Winda tadi tampak buru-buru karena katanya ada banyak tugas yang harus dikerjakan.

Tapi, apa-apaan yang dilihatnya ini?

Jono terpekur, merenungi kenyataan pahit yang harus dia hadapi sekarang ini.

Istrinya menjadi orang yang paling menyakiti perasaannya--melebihi kebutaan yang pernah ia alami.

Jono menunggu Winda untuk mengaku.

Namun hari-hari berikutnya, ia justru melihat Winda semakin menjadi.

Meski ia bersyukur karena ia tak harus menjadi orang bodoh terus menerus, tetapi pengkhianatan ini jelas sangat menyakitkan.

Suatu pagi, pria itu duduk di kursi makan dalam diam dan tanpa sadar meneteskan air matanya.

"Pak Jono menangis?"

Suara Laila mengejutkannya.

"Maaf, tadi saya panggil tapi Pak Jono tidak menyahut," ujarnya canggung karena melihat raut wajah Jono yang memang berbeda.

"Tak apa, saya cuma sedikit bosan," kata Jono beralasan.

Laila kemudian pergi dan melanjutkan pekerjaannya membersihkan rumah, memasak dan menyiapkan keperluan. Tak lama kemudian ia menemui Jono.

"Pak Jono, ini ada uang dua juta rupiah milik ibu Winda, saya letakkan di dalam laci meja ya, Pak," kata Laila.

"Hmm, uang dua juta?"

"Iya, Pak. Sepertinya milik ibu tertinggal."

"Baiklah, letakkan saja di laci itu," kata Jono kemudian.

Jono melihat dengan jelas bahwa Laila meletakkan uang tersebut dengan hati-hati. Pantas Winda melepaskan begitu saja pekerjaan Laila, ternyata gadis ini memang jujur dan bertanggung jawab dalam bekerja.

Padahal Laila pasti berpikir kalau tuannya buta, tapi nyatanya gadis itu tetap bersikap santun. Sungguh berbeda dari istrinya yang....

Tok tok tok!

Terdengar ketukan pintu dari ruang tamu dan Laila bergegas untuk membukanya, ia melihat Pak Burhan ada di sana.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Laila pada orang paruh baya itu.

"Ibu Winda minta dompetnya saya ambil, penting katanya."

"Dompet?" Laila merasa tidak menemukan dompet. Tapi ia menemukan uang itu di bawah meja. Mungkinkah ada dompet juga?

"Kata Bu Winda, dompet itu ada di atas lemari, Laila."

"Ouh, baik saya akan mengambilnya," kata Laila.

Jono mendengar hal tersebut. Dia pun meminta Laila membuka dompet tersebut.

"Tolong buka dan beritahu aku apa isi dompet itu, Laila," perintah Jono.

Laila menurut dan membuka dompet tersebut.

Namun, dia terkejut melihat dua potongan kertas kecil di sana

"Ehmm, ini... eh...ini, ini adalah tiket bioskop yang tayang kemarin, Pak," ujar Laila sedikit ragu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status