Share

Dua

Jono melihatnya sekilas.

Dari penglihatannya yang tak sempurna itu, dia juga melihat dua tiket bioskop.

"Ooh, baik. Masukkan kembali tiket tersebut dan uang yang kau temukan lagi," perintah Jono kemudian.

"Baik, Pak," ucap Laila hormat.

Di sisi lain, Pak Burhan menunggu di ruang tamu, dan tak lama kemudian Laila keluar dengan membawa dompet tersebut.

"Ini Pak, dompetnya," ujar Laila sambil menyerahkan dompet Winda pada Pak Burhan.

Pria itu pergi dan Jono sebenarnya sedang melihat dengan seksama pria yang tempo hari mengatakan semua hal tentang ayahnya.

Antara percaya dan tidak percaya, Jono akhirnya memutuskan untuk memercayai pria itu.

"Laila, bisakah kau memanggil Pak Burhan untukku?" kata Jono setelah Pak Burhan pergi. "Katakan bahwa ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadanya."

Laila mengangguk dan segera berlari ke arah Pak Burhan. Pria itu melihat Laila yang berlari ke arahnya akhirnya urung menyalakan kendaraannya.

Tak lama kemudian, Jono berjalan pelan seperti orang yang benar-benar tidak bisa melihat seperti biasa, meskipun sebenarnya ia mulai bisa melihat warna hitam putih dan terkadang sedikit warna kekuningan. Ia bisa melihat siluet tubuh pak Burhan dan juga Laila meskipun tanpa wajah, ia sangat bersyukur sekarang.

Setelah Laila pergi untuk melanjutkan pekerjaannya, Jono dan Pak Burhan berbincang-bincang.

"Pak Burhan, apakah apa yang bapak katakan bukalah sesuatu yang berlebihan? Saya merasa semua itu hanya cerita yang tidak bisa dipercaya. Orang seperti saya yang sedari kecil hidup tanpa sanak keluarga, dan kenapa setelah usia saya setua ini, ada orang yang mengaku-ngaku keluargaku?"

"Saya tidak mungkin berbohong, Pak. Bahkan saya segera akan mempertemukan anda dengan Pak Jovan jika anda sudah siap. Pak Jovan hanya berpesan kalau dia sudah sangat ingin bertemu dan meminta maaf sebesar-besarnya atas yang terjadi selama ini," katanya.

Hati Jono mulai tersentuh dan sedikit percaya itu bukan cerita dongeng.

Sesungguhnya kehidupan pahit yang dialaminya selama ini membuatnya sering berpikir betapa kejamnya kedua orang tuanya yang telah membuatnya terlantar dan terbuang.

Namun dengan ucapan itu, hatinya tersentuh dan merasa iapun juga membutuhkan pengakuan yang tulus dari seorang ayah.

Ya, bahkan hanya pengakuan saja hatinya merasa sejuk dan berdebar.

Ia pun mulai menitikkan air matanya karena merasa sedih.

Sama halnya pak Burhan, pria tua itu menitikkan air matanya karena terharu.

"Tunggu, bisakah semua itu dirahasiakan dahulu sampai aku merasa siap? Aku harus melakukan sesuatu untuk hidupku yang sudah berantakan ini! Apakah kamu mengerti?" kata Jono memohon supaya Pak Burhan tidak terburu-buru.

Pria itu tersenyum dan memaklumi kondisi Jono yang masih shock dengan berita yang diterimanya.

Setelah Pak Burhan pergi, Jono kemudian masuk ke rumahnya dan iapun duduk di kursi makan.

"Maaf Pak, masakan sudah siap dan juga obat sudah disiapkan seperti biasa. Sore saya akan datang lagi, dan memasak untuk bapak," ujarnya.

"Baik, terima kasih Laila," jawab Jono singkat.

Laila pulang dan Jono menikmati makan siang dengan baik. Akan tetapi, ia menunda meminum obat untuk mengurangi rasa kantuk yang sering melandanya jika dia sedang mengonsumsi obat.

Ia berencana berkeliling sekitar rumahnya yang terletak di sebuah paviliun milik Desta.

Ia lalu berkeliling di sana dan menikmati pemandangan yang indah di sana.merasa kagum meskipun tak bisa melihat dengan jelas.

"Ini sungguh keajaiban. Aku bisa bersyukur karena terlepas dari penjara hidupku. Sebuah nikmat yang tak pernah aku sadari selama ini," lirihnya sambil merentangkan tangannya menatap langit yang membentang luas.

Ia pun mulai menikmati kesendirian dan memikirkan apa yang terjadi padanya. Ia merasa Winda telah berubah dan itu mengganggunya.

"Apa yang harus kulakukan pada Winda dan Desta?"

Jono termenung. Hanya karena ia tidak bisa melihat dengan matanya, istrinya tega bermain-main di belakangnya.

Hanya karena ia hidup dalam kemiskinan, teganya Winda menganggapnya lemah.

Jelas saja, Jono tidak akan tinggal diam. Dia akan membuat keduanya membayar pengkhianatan ini.

Namun, dia harus mengumpulkan bukti sebelum pembalasan dimulai!

"Benar juga, mereka memiliki dua tiket bioskop, seharusnya itu adalah bukti yang bisa menguak semua rahasia ini," katanya kemudian.

Jadi malam harinya, Jono memanggil taksi online diam-diam.

Ia memastikan tidak ada seorangpun yang tahu bahwa ia keluar rumah malam ini.

Jono lalu masuk ke kamar dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sesuai.

Dia harus tahu keberadaan kantor Desta dan dimana posisi bioskop yang akan mereka kunjungi. Maka iapun segera bergegas keluar rumah meskipun itu sulit baginya.

Bagaimanapun kondisinya masih belum sepenuhnya stabil dan penglihatannya masih buruk. Hanya saja rasa penasaran menguatkan tubuhnya untuk pergi.

Sebelum benar-benar gelap, Jono sampai di depan kantor Desta. Anehnya sesampainya di sana kondisi kantor tersebut sangat sepi. Iapun menemui seorang satpam yang ada di sana.

"Maaf, Pak. Apakah saya bisa ketemu Pak Desta sekarang?

"Bapak siapa?" tanya satpam itu.

"Saya kerabat jauhnya, Pak."

"Oh gitu, begini Pak, biasanya pak Desta sudah pulang lebih dulu sekitar pukul empat sore. Hari ini juga sudah pulang Pak."

"Uhmm, apakah dia sendiri?"

"Maksudnya?"

"Apakah pulang dengan pacarnya atau...."

"Tunggu, sepertinya memang akhir-akhir ini ada perempuan di mobilnya, tapi...," satpam itu menautkan alisnya, ia tak yakin siapa wanita yang bersama Desta karena kaca mobil yang gelap.

Jono tersenyum miris.

Jika satpam itu mengatakan kantor selalu tutup jam lima sore, kenapa Winda selalu pulang larut malam dan mengatakan kantor selalu lembur?

Ke mana lagi Winda setelah pulang dari bekerja selama ini?

****

Di sisi lain, seorang pria tua tengah menatap pada sebuah potret yang dikirimkan anak buahnya.

Dari sekilas pandang saja, ia bisa merasakan darahnya mengalir dalam diri pria bernama Jono itu.

Akan tetapi, perasaannya begitu campur aduk. Ternyata anak yang dicarinya selama ini, buta karena kecelakaan beberapa waktu lalu. Bahkan, istrinya berkhianat darinya.

Sebuah kabar yang sungguh menyayat hatinya sebagai seorang ayah.

Ia pun segera mengirim teks supaya anak buahnya mendekati Jono dan mebawanya kembali segera.

"Bagaimanapun keadaanmu, kau adalah putraku, Jono," katanya pelan seolah berbicara pada kertas di tangannya. Dia harus meminta Burhan untuk segera mempertemukan Jono dengannya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status