Jono melihatnya sekilas.
Dari penglihatannya yang tak sempurna itu, dia juga melihat dua tiket bioskop."Ooh, baik. Masukkan kembali tiket tersebut dan uang yang kau temukan lagi," perintah Jono kemudian."Baik, Pak," ucap Laila hormat.Di sisi lain, Pak Burhan menunggu di ruang tamu, dan tak lama kemudian Laila keluar dengan membawa dompet tersebut."Ini Pak, dompetnya," ujar Laila sambil menyerahkan dompet Winda pada Pak Burhan.Pria itu pergi dan Jono sebenarnya sedang melihat dengan seksama pria yang tempo hari mengatakan semua hal tentang ayahnya.Antara percaya dan tidak percaya, Jono akhirnya memutuskan untuk memercayai pria itu."Laila, bisakah kau memanggil Pak Burhan untukku?" kata Jono setelah Pak Burhan pergi. "Katakan bahwa ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadanya."Laila mengangguk dan segera berlari ke arah Pak Burhan. Pria itu melihat Laila yang berlari ke arahnya akhirnya urung menyalakan kendaraannya.Tak lama kemudian, Jono berjalan pelan seperti orang yang benar-benar tidak bisa melihat seperti biasa, meskipun sebenarnya ia mulai bisa melihat warna hitam putih dan terkadang sedikit warna kekuningan. Ia bisa melihat siluet tubuh pak Burhan dan juga Laila meskipun tanpa wajah, ia sangat bersyukur sekarang.Setelah Laila pergi untuk melanjutkan pekerjaannya, Jono dan Pak Burhan berbincang-bincang."Pak Burhan, apakah apa yang bapak katakan bukalah sesuatu yang berlebihan? Saya merasa semua itu hanya cerita yang tidak bisa dipercaya. Orang seperti saya yang sedari kecil hidup tanpa sanak keluarga, dan kenapa setelah usia saya setua ini, ada orang yang mengaku-ngaku keluargaku?""Saya tidak mungkin berbohong, Pak. Bahkan saya segera akan mempertemukan anda dengan Pak Jovan jika anda sudah siap. Pak Jovan hanya berpesan kalau dia sudah sangat ingin bertemu dan meminta maaf sebesar-besarnya atas yang terjadi selama ini," katanya.Hati Jono mulai tersentuh dan sedikit percaya itu bukan cerita dongeng.Sesungguhnya kehidupan pahit yang dialaminya selama ini membuatnya sering berpikir betapa kejamnya kedua orang tuanya yang telah membuatnya terlantar dan terbuang.Namun dengan ucapan itu, hatinya tersentuh dan merasa iapun juga membutuhkan pengakuan yang tulus dari seorang ayah.Ya, bahkan hanya pengakuan saja hatinya merasa sejuk dan berdebar.Ia pun mulai menitikkan air matanya karena merasa sedih.Sama halnya pak Burhan, pria tua itu menitikkan air matanya karena terharu."Tunggu, bisakah semua itu dirahasiakan dahulu sampai aku merasa siap? Aku harus melakukan sesuatu untuk hidupku yang sudah berantakan ini! Apakah kamu mengerti?" kata Jono memohon supaya Pak Burhan tidak terburu-buru.Pria itu tersenyum dan memaklumi kondisi Jono yang masih shock dengan berita yang diterimanya.Setelah Pak Burhan pergi, Jono kemudian masuk ke rumahnya dan iapun duduk di kursi makan."Maaf Pak, masakan sudah siap dan juga obat sudah disiapkan seperti biasa. Sore saya akan datang lagi, dan memasak untuk bapak," ujarnya."Baik, terima kasih Laila," jawab Jono singkat.Laila pulang dan Jono menikmati makan siang dengan baik. Akan tetapi, ia menunda meminum obat untuk mengurangi rasa kantuk yang sering melandanya jika dia sedang mengonsumsi obat.Ia berencana berkeliling sekitar rumahnya yang terletak di sebuah paviliun milik Desta. Ia lalu berkeliling di sana dan menikmati pemandangan yang indah di sana.merasa kagum meskipun tak bisa melihat dengan jelas."Ini sungguh keajaiban. Aku bisa bersyukur karena terlepas dari penjara hidupku. Sebuah nikmat yang tak pernah aku sadari selama ini," lirihnya sambil merentangkan tangannya menatap langit yang membentang luas.Ia pun mulai menikmati kesendirian dan memikirkan apa yang terjadi padanya. Ia merasa Winda telah berubah dan itu mengganggunya."Apa yang harus kulakukan pada Winda dan Desta?"Jono termenung. Hanya karena ia tidak bisa melihat dengan matanya, istrinya tega bermain-main di belakangnya.Hanya karena ia hidup dalam kemiskinan, teganya Winda menganggapnya lemah.Jelas saja, Jono tidak akan tinggal diam. Dia akan membuat keduanya membayar pengkhianatan ini.Namun, dia harus mengumpulkan bukti sebelum pembalasan dimulai!"Benar juga, mereka memiliki dua tiket bioskop, seharusnya itu adalah bukti yang bisa menguak semua rahasia ini," katanya kemudian.Jadi malam harinya, Jono memanggil taksi online diam-diam.Ia memastikan tidak ada seorangpun yang tahu bahwa ia keluar rumah malam ini.Jono lalu masuk ke kamar dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sesuai.Dia harus tahu keberadaan kantor Desta dan dimana posisi bioskop yang akan mereka kunjungi. Maka iapun segera bergegas keluar rumah meskipun itu sulit baginya.Bagaimanapun kondisinya masih belum sepenuhnya stabil dan penglihatannya masih buruk. Hanya saja rasa penasaran menguatkan tubuhnya untuk pergi.Sebelum benar-benar gelap, Jono sampai di depan kantor Desta. Anehnya sesampainya di sana kondisi kantor tersebut sangat sepi. Iapun menemui seorang satpam yang ada di sana."Maaf, Pak. Apakah saya bisa ketemu Pak Desta sekarang?"Bapak siapa?" tanya satpam itu."Saya kerabat jauhnya, Pak.""Oh gitu, begini Pak, biasanya pak Desta sudah pulang lebih dulu sekitar pukul empat sore. Hari ini juga sudah pulang Pak.""Uhmm, apakah dia sendiri?""Maksudnya?""Apakah pulang dengan pacarnya atau....""Tunggu, sepertinya memang akhir-akhir ini ada perempuan di mobilnya, tapi...," satpam itu menautkan alisnya, ia tak yakin siapa wanita yang bersama Desta karena kaca mobil yang gelap.Jono tersenyum miris.Jika satpam itu mengatakan kantor selalu tutup jam lima sore, kenapa Winda selalu pulang larut malam dan mengatakan kantor selalu lembur?Ke mana lagi Winda setelah pulang dari bekerja selama ini?****Di sisi lain, seorang pria tua tengah menatap pada sebuah potret yang dikirimkan anak buahnya.Dari sekilas pandang saja, ia bisa merasakan darahnya mengalir dalam diri pria bernama Jono itu.Akan tetapi, perasaannya begitu campur aduk. Ternyata anak yang dicarinya selama ini, buta karena kecelakaan beberapa waktu lalu. Bahkan, istrinya berkhianat darinya.Sebuah kabar yang sungguh menyayat hatinya sebagai seorang ayah.Ia pun segera mengirim teks supaya anak buahnya mendekati Jono dan mebawanya kembali segera."Bagaimanapun keadaanmu, kau adalah putraku, Jono," katanya pelan seolah berbicara pada kertas di tangannya. Dia harus meminta Burhan untuk segera mempertemukan Jono dengannya!Di sisi lain, Jono tengah mempersiapkan dirinya untuk segala kemungkinan setelah mendapat informasi dari satpam.Ia harus melihat sendiri bagaimana dan ke mana kedua orang tersebut pergi. Jono berdiri di dekat area parkir bioskop dan berharap bisa melihat dengan jelas perbuatan mereka.Pria itu mengikuti ke mana mereka akan pergi sehingga bisa mendengar percakapan mereka berdua."Winda, kamu senang bekerja di tempatku?"Terdengar suara Desta tak jauh dari Jono bersembunyi, karena meskipun terlihat, mereka tidak akan menyadari karena masih menganggap Jono buta dan tidak berdaya."Iya dong Mas, inilah hidup yang aku inginkan sebenarnya. Aku bisa bekerja dan juga menikmati hidup dengan uangku sendiri. Selain itu aku bisa mengenal pria hebat sepertimu.""Lalu, bagaimana dengan Jono?"Jono terdiam. Dia masih terus mendengar percakapan mereka meskipun batinnya mendidih."Mau bagaimana lagi, Mas? Dia buta sekarang. Untuk saat ini, biarkan saja dia berada di rumah. Toh ada Laila yang menguru
Diam-diam, Winda mencermati wajah suaminya, mencoba mencari ekspresi apa yang ada di sana. Mungkinkah Jono mengetahui sesuatu?Bagaimanapun juga ia harus memastikan Jono tidak curiga dengan perubahan yang ada pada sikapnya.Jadi setelah selesai mandi, Winda pun mendekati Jono."Mas, apa kau mencium aroma wangi sekarang?" tanya Winda mencoba sedikit menggoda Jono. Ia harus bisa bersikap senormal mungkin untuk bisa bersenang-senang dengan Desta atau semua akan rusak sebelum waktunya.Seperti yang diharapkan, Jono mendengus seperti kucing mencium aroma ikan di sisi tubuhnya."Hmm, lumayan, kau memang sangat wangi. Kalau begitu kau bisa melayaniku malam ini?" Jono berpura-pura membutuhkan, padahal sebenarnya ia bertekad tak akan menyentuh istrinya lagi!Winda menegang. Setelah sekian lama semenjak kecelakaan yang membutakan mata Jono, tak pernah sekalipun Jono menyentuhnya. Itu karena Jono tak bisa melakukan sembarang gerakan karena akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa di kornea ma
Tok tok tok!"Maaf, Tuan. Rapat akan segera dimulai. Apakah saya harus menundanya sebentar?"Seorang asisten masuk dan memutus percakapan mereka.Pria tua itu pun menghela napas. "Tidak. Aku akan segera ke sana."Hanah sendiri masih penasaran. Namun, ia mengatupkan bibirnya karena rasanya tidak sopan kalau dia memaksa untuk tau sekarang.Di sisi lain, ia juga menolak asumsi bahwa Jovan memiliki anak yang lain. Bagaimanapun, ia tak bisa menerima kenyataan yang memungkinkan untuk posisinya tergeser oleh siapapun, walaupun jika itu adalah anak kandung ayah angkatnya."Hanah, pergilah membeli mobil itu bersama Leo, setelah itu segera kau meminta Leo untuk mengantarmu ke desa menemui orang tuamu. Mengerti?" Suara Jovan menekan supaya gadis itu tidak mengganggu pekerjaannya."Ayah, kenapa aku harus pergi dengan manusia es itu? Dari sekian banyak pengawal ayah, haruskah Leo?" protesnya."Benar, hanya Leo yang harus mengantarmu. Oke?" kata Jovan malah menegaskan.Gadis itu memanyunkan bibirny
"Tidakkah kau masih membutuhkan Desta juga untuk membiayai pengobatanmu?" jawab Winda lirih mencari alasan.Hal ini membuat Jono menahan senyum sinis untuk keluar di wajahnya."Kau memang pengertian, itukah sebabnya kau sangat baik dengan temanku itu? Karena jasanya pada suamimu?" kata Jono tapi sebenarnya ada hal lain yang sedang muncul di kepalanya.Setelah melontarkan ucapan itu, Jono menyeret langkahnya keluar rumah, menghirup udara malam yang dingin. Tapi itu lebih baik, daripada melihat istrinya yang memuakkan!Wajah Jono berkerut, seolah menanggung beban yang berat.Memikirkan Desta sepertinya bukan tipe lelaki yang bersih dalam bisnis, seharusnya ia bisa melakukan sesuatu.Spekulasi memang, tapi itulah peruntungan!Erwin pasti sangat berguna membuat Desta mendapatkan masalah secara hukum. Tapi cela itu, bagaimana caranya untuk mengetahui?Segera ia menghubungi pak Burhan, sopir Desta sekaligus utusan ayahnya."Cari kelemahan perusahaan Desta, aku akan membuatnya dipenjara," t
"Apa tidak boleh?" tanya Jono santai."Uhm," deham Desta menormalkan diri, "kenapa tiba-tiba? Bukankah seharusnya kau masih dalam perawatan?" "Begitulah, kami harus kembali karena tidak ada yang bisa kulakukan di sini." Jono lalu merunduk, mengambil sesuatu di bawah meja."Dan ini, ini adalah uang yang pernah kau berikan padaku, aku sudah memilikinya dan sekarang aku kembalikan," katanya sambil menunjuk sebuah amplop besar ditangannya .Brak!Hal itu membuat Desta dan Winda semakin melongo.Desta mendekati amplop tersebut dan membukanya."Sejumlah uang yang banyak ini... bagaimana kau mendapatkannya?" tanya Desta keheranan. "Selama ini kau tidak bekerja, bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"Pria itu lalu mengitari beberapa perabotan mahal miliknya, seolah kuatir sesuatu telah dijual teman butanya."Terima saja uang itu tanpa harus bertanya bagaimana aku mendapatkannya," balas Jono, setidaknya ia tidak terbebani lagi dengan kebaikan Desta.Tak banyak yang bisa Jono simpulkan
"Kau... kau sungguh mau membayarnya, Mas?" Wajah Winda tersirat keraguan, sangat aneh rasanya karena tiba-tiba Jono punya uang dalam jumlah besar."Hmm, tentu saja. Aku yang akan membayarnya."Kini, Laila tak bisa berkata-kata. Ia memang membutuhkan uang itu untuk mengobati sang ibu yang sedang berada di rumah sakit saat ini, dan uang gaji ini memang sangat berarti.Pagi itu, Laila menerima pembayaran dari Jono sebagai gaji terakhirnya. Bagaimanapun, ia sangat berterima kasih karena Jono membayarnya dengan gaji penuh dan juga bonus yang cukup besar.Jono memberikan uang itu disaat Desta dan Winda sedang keluar rumah karena Winda mengantar Desta yang hendak kembali. Saat itulah, Jono memberikan sejumlah uang bonus tersebut tanpa diketahui siapa pun."Terima kasih banyak, Pak. Uang ini sangat berarti buat saya, saya akan berterimakasih dan mudah-mudahan bisa membalas kebaikan pak Jono suatu hari nanti," katanya dengan meneteskan air mata.Setelah itu, Laila pulang dan Winda sudah me
Di sisi lain, Winda yang tidak habis pikir kenapa Jono melakukannya.Ia mulai masuk ke kamar yang satu lagi, kamar yang lebih sempit dan pengap."Lihat saja nanti, aku tidak akan hidup seperti ini lagi," gerutunya. "Aku akan menelepon Desta dan mengirim uang untukku, aku tidak akan sudi tinggal di tempat kumuh ini!"Winda sangat kesal, tapi ia hanya bisa meluapkan amarahnya di balik tembok kamar yang sekarang ia tempati. Sepertinya harapan indah untuk menjadi wanita modis sudah semakin menipis.****Keesokan harinya, Jono bangun pagi dan mendapati rumah masih berantakan. Ia juga tidak melihat ada makanan di meja dapur padahal ia sudah berpesan untuk memasak makanan dengan sejumlah uang yang ia berikan. Tapi nyatanya Winda masih tidur pulas di kamarnya.Ia pun hanya menggelengkan kepalanya dan segera membersihkan tubuhnya. Lalu, pergi dengan mengunci kembali pintu rumahnya.Winda segera bangkit dan tersenyum licik. Ia sengaja pura-pura tidur dan tidak memasak untuk Jono."Rasakan, inil
Dengan gusar pria itu mengepalkan tangannya, ia tak sanggup untuk bercerita."Suatu saat, kau akan tahu bagaimana kisah pernikahan kamu," pelan Jovan kemudian.Jono mengangguk, menerima ucapan ulang ayah."Jono, aku adalah ayahmu, aku berharap kau bisa menggantikan posisiku karena aku sudah tidak muda lagi, kau harus bersedia?" kata Jovan menegaskan."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabnya.Hal itu tentu saja membuat Jovan sedikit kecewa"Terserah padamu, tapi aku tidak bisa menunggu lama," katanya kemudian. "Selain itu kau harus melakukan operasi mata supaya keadaan matamu kembali sempurna.""Tidak, itu tidak diperlukan lagi.""....""Aku membutuhkanmu sebagai seorang ayah, itu sudah lebih dari cukup bagiku.""Apakah karena istrimu?" tanya Jovan ragu.Jono terdiam. Berbicara soal istrinya melukai harga dirinya. Kilatan kebencian jelas terlihat di wajah putranya sehingga Jovan meras