Laila tersenyum tipis, mendengar bagaimana Jono tidak merasa bersalah samasekali dengan sikapnya selama ini."Maaf, aku marah bukan karena perduli denganmu, tapi aku perduli dengan diriku sendiri. Apa pandangan orang jika aku membiarkan seorang wanita melakukan hal tak senonoh di rumah istrinya."Setelah mengatakan hal itu, tubuh Laila terasa menggigil, ia mulai merebahkan tubuhnya lagi di tempat tidur. "Jika kau sibuk, sebaiknya urusi saja adik tirimu itu, tak perlu kuatir denganku," katanya dan membalikkan tubuhnya membelakangi Jono.Jono hanya kebingungan sendiri, saat Laila membelakangi dan terlihat marah padanya."Hei, jangan salah sangka. Huft, kenapa kau membuatku bingung... sekarang yang terpenting kau harus ke rumah sakit, kau harus memeriksakan diri," ujarnya."Tidak perlu, aku hanya mau tidur, pergilah.""Jangan keras kepala, aku ini manusiawi, apa aku masih kurang baik? Ah, kalau kau tidak mau bangun, aku akan memanggil ambulans untuk membawamu ke rumah sakit."Sontak saj
"Eh, itu...ehmm... tidak ada, aku hanya merasa kuatir dengan kondisimu, kau memang harus memeriksakan diri," gugupnya. Ia merasa sangat gugup karena takut Laila mendengar ucapannya."Jangan terlalu percaya dengan dokter, kau tahu ini cuma mimisan, bukan penyakit serius. Bahkan anak-anak kecil saja hanya ditolong dengan selembar daun sirih, semua sudah beres."Lihatlah, wanita ini pasti ketakutan penyakitnya diketahui orang lain. Dia pasti tahu penyakit memalukan itu bisa menghancurkan reputasinya."Apa kau yakin? Tapi setidaknya kita akan memastikan kalau kau memang baik-baik saja. Sebagai suami, aku akan memaksamu melakukan pemeriksaan menyeluruh, aku tidak mau disalahkan banyak orang karena dianggap tidak perhatian," tegasnya."Astaga... kau sangat memaksa," keluh Laila dan iapun kembali memejamkan matanya menikmati perjalanan yang sedikit melelahkan.Ia merasa lelah, ia tidak tahu apakah Jono bisa merasakan betapa sedih hatinya saat ini.Sekian lama, setelah kedua orang tuanya tiad
Laila berkedip, sadar kalau ia menatap pria itu dan membuatnya begitu gugup.Iapun tidak bisa memungkiri betapa gugup dan terkejutnya ia saat ini.Pria yang begitu dingin dan acuh ternyata bisa bersikap sangat manis dan menghangatkan hatinya. Ia sadar betapa ia membutuhkan perlakuan Jono seperti ini. Ia sungguh berdebar merasakannya."Eh, iya... terimakasih," jawabnya kaku.Jono membantu Laila duduk, lalu mengambil semangkuk bubur untuk menyuapinya."Aku... bisa makan sendiri," kata Laila merasa tidak enak."Sudahlah, aku sudah biasa melakukan hal semacam ini. Aku besar di panti asuhan, aku biasa membantu teman-teman yang sakit dengan memberinya obat atau menyuapi," katanya kemudian. "Ayo, buka mulutmu, aaa..."Meskipun merasa canggung, akhirnya Laila menurut menerima suapan dari Jono. Sesekali matanya menangkap sosok pria itu tersenyum manis, membuat hatinya semakin menghangat."Berhenti saja dari pekerjaanmu, supaya tidak semakin memperparah penyakitmu. Aku punya banyak uang untuk
Bulan madu? Hah, benar juga, seharusnya ini adalah hari-hari bulan madu sepasang pengantin. Akan tetapi sepertinya itu tidak akan berlaku baginya.Jono termenung, memikirkan perkataan Laila yang sempat ia dengar dari gadis itu.__"Aku mungkin menyedihkan, tapi aku tidak akan menjalani hidup yang lebih menyedihkan bersamamu. Aku sungguh ingin terlepas dari beban ini," katanya dengan raut yang murung."Kau mau apa? Mau uang, mobil atau apa? Aku akan membantumu memiliki semua itu tapi jangan hidup menyedihkan. Seolah kau tidak membutuhkan semua ini tapi kau malah bekerja dengan pekerjaan kotor.""Akan tetapi bukan itu yang kubutuhkan, apakah kau tidak mengerti?" lirih Laila dengan mata yang berkaca-kaca."Lalu apa memangnya yang kau butuhkan?""Aku... aku butuh ketulusan... aku butuh seseorang yang melihatku dengan hatinya. Aku tau sekarang bahwa seseorang itu bukanlah orang sepertimu," ujarnya dan buliran air mata mulai menetes di pipinya.___"Perempuan gila itu berharap ketulusan darik
Winda berdiri melihat ke arah Jovan dan Jono bergantian dengan senyuman manis. Matanya berkedip dan melangkah maju."Begini, Pak. Saya datang bukan untuk membicarakan masalah pekerjaan. Jika diijinkan ada hal yang ingin saya sampaikan," kata Winda penuh percaya diri."Benarkah begitu? Soal apa?"Winda melirik ke arah Jono sebentar."Saya merasa sangat tidak adil karena sebagai istri Jono dahulu, saya tidak mengetahui apapun soal keluarganya. Setidaknya saya juga ingin tahu dan memiliki keluarga meskipun itu cuma bekas suami, bukankah begitu?"Jono langsung menyebik, memangnya apa yang harus disesalkan, hubungan itu sudah berakhir dan sekarang dia bahkan mengaku sebagai orang yang tertipu?"Uhmm, aku masih tak mengerti," jawab Jovan."Begini, waktu itu kehidupan kami sangatlah sulit, bahkan Jono mengalami buta yang membuatku sangat kesulitan. Akan tetapi akulah yang bekerja memenuhi semua kebutuhannya, aku tidak pernah menyangka dia menyembunyikan sesuatu," kisahnya.Jono langsung ters
Melihat Jono begitu serius mengatakannya, Jovan akhirnya menghempaskan nafasnya kuat."Entahlah, apakah aku terlalu tua untuk cemburu, Jonathan? Apakah ayahmu tidak berhak untuk merasa kecewa?"Jono merasa bersalah, melihat raut ayahnya yang terlihat sedih dan layu. Padahal baginya,. ayahnya adalah orang yang begitu tegar dan setia, kenapa ibunya begitu tega?"Menikah saja dengan perempuan lain, aku lebih setuju.""Hahahaha, kau pikir menikah membuat ayah melupakan ibumu? Enggak putraku, itu justru akan lebih menyakiti istriku kelak karena aku masih memikirkan ibumu."Tiba-tiba saja ayahnya tergelak mendengar usulan Jono untuk menikah lagi. Bukan apa-apa, pria tua itu bisa melihat bibir kebencian di mata putranya. Itu tidak boleh terjadi!"Ah sudahlah, terserah ayah saja," rutuk Jono kesal.###Laila merasa sedikit segar setelah minum obat dan tertidur pulas beberapa waktu lamanya. Iapun melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas siang. Lalu dengan sedikit tenaga ia me
Luapan emosi Laila terlihat jelas. Padahal biasanya Laila sangat bisa menutupi rasa marah dan emosional. Setelah mengatakannya iapun membalas tatapan Jono dengan cukup tajam."Laila, apa maksudmu sebenarnya? Hubungan apa yang kau maksud?" tanya Jono tak mengerti."Benarkah? Kau pasti sedang berpura-pura untuk membuatku semakin bodoh dalam sandiwara kalian. Sudahlah, mari kita bercerai dan aku akan mengembalikan seluruh biaya yang kau keluarkan untukku.""Tapi Laila, aku sungguh tidak punya hubungan dengan siapapun. Percayalah... aku juga menjaga pernikahan ini sebaik mungkin. Bagaimana bisa kau menuduhku seperti itu?"Mereka berhadapan dan saling menatap satu sama lain.Laila menatap tajam ke arah Jono sementara Jono membalas menatapnya dengan tatapan tak mengerti."Bukankah hubungan kalian sangat kentara? Kenapa kau masih mangkir?" ketus Laila."Kalian _kalian_ Aku sungguh tak tau siapa yang kau maksud dengan kalian, Laila. Tolong lebih jelas lagi, hmm?" kesal Jono karena masih tak
Laila mencubit pelan lengan Jono yang membuat pria itu terkekeh.Siapapun akan mengira mereka adalah pasangan yang romantis dan mesra. Pada saat sedang saling berbisik, seorang wanita datang dengan pakaian dan penampilan yang sedikit mencolok.Dia memperhatikan apa yang ada di hadapannya sedikit memicingkan matanya. Ia seperti mengenali wanita yang berada di sisi Jono namun tidak terlalu yakin.Setelah cukup dekat,. sekarang ia baru menyadari siapa sebenarnya wanita tersebut."Bukankah kamu Laila? Gadis yang menjadi pembantuku dulu?" Suara Winda membuat banyak orang memperhatikan dan melihat kearah mereka.Jono sedikit tersentak dan Laila juga menoleh ke arah Winda."Bu Winda... uhmm..."Tangan Jono reflek menarik Laila dan menyembunyikan Laila di belakang tubuhnya. Ia tau Winda tidak akan bersikap baik pada Laila."Ooh, jadi kamu ini berkerja denganku punya maksud tertentu ya? Kamu mengincar suamiku? Atau sebenarnya... suamiku yang menjanjikan sesuatu padamu?" kata Winda dengan emos