Share

Bab 14

Penulis: Benjamin
Semua orang menunggu-nunggu mesin pemindai tersebut berubah menjadi hijau, yang berarti Daffa telah benar membayar pakaiannya. Namun, bukan itu yang terjadi. Warnanya malah berubah menjadi merah, yang hanya berarti satu hal.

‘Transaksi Anda gagal.’

Sarah dan Dilan tertawa terbahak-bahak ketika mereka mendengar suara tersebut setelah mesinnya berubah menjadi merah. Ternyata mereka benar. Daffa hanya berpura-pura menjadi orang kaya. Dia hanya datang ke sini untuk membuang-buang waktu mereka. Mereka benar. Daffa tidak mungkin bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Mereka benar-benar berkhayal ketika sesaat memercayai bahwa dia bisa membayarnya.

Dana, pramuniaga yang membantu Daffa memilih pakaian-pakaiannya sangat sedih dan kecewa. Dia pikir kepercayaan diri yang Daffa tunjukkan ketika dia menawarkan untuk membayar pakaiannya berarti dia benar-benar bisa membayarnya. Ternyata itu semua hanya kebohongan.

Beberapa orang yang berkumpul untuk menonton drama itu mulai bergosip dengan lantang.

“Wah, bisakah kamu memercayainya? Dia benar-benar memilih beberapa pakaian seharga 9,15 miliar rupiah padahal dia tidak bisa membayarnya.”

“Iya, ‘kan? Aku tidak pernah melihat seseorang setidak tahu malu itu sebelumnya.”

“Apakah dia tidak merasa bersalah? Ternyata dia ke sini hanya bermain-main dengan para staf di sini.”

“Dari awal kenapa dia diperbolehkan masuk ke sini? Memangnya satpamnya tidak melihat pakaiannya? Mereka seharusnya lebih memerhatikan hal-hal seperti ini.”

Sarah dan Dilan bersungut-sungut ketika mereka mendengar komentar-komentar menghina yang ditujukan kepada Daffa. Sarah merasa sangat girang dengan drama di hadapannya. Dia sangat senang melihat Daffa terus-terusan dihina oleh banyak orang.

Sementara itu, Daffa sangat terkejut. Dia tahu betul ada 150 triliun rupiah di dalam kartu itu, karena kakeknya tidak mungkin berbohong padanya, tapi kenapa dia tidak bisa membayar pakaiannya?

Daffa melihat ke sekitar dan menyadari orang-orang sedang membuat komentar menghina kepadanya. Dia menghela nafas. Dia berpikir untuk membayar pakaiannya dengan mentransfer uangnya dengan ponselnya, tapi membatalkannya. Dari yang bisa dia lihat, orang-orang di sini sudah mantap ingin menghinanya. Mereka tidak akan percaya dia mampu membayar pakaiannya.

Sarah, sudah puas menertawakan situasi Daffa, angkat bicara lagi. Kali ini, ada senyum lebar di wajahnya.

“Lihat? Sudah kubilang dia itu miskin. Dia hanya berpura-pura kaya. Membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah? Yang benar saja! Dia hanya ingin bermain-main denganmu. Sebaiknya kamu mengusirnya keluar sekarang, kalau tidak beberapa pakaian ini mungkin saja benar-benar akan hilang.”

Pramuniaga itu telah memandang Daffa dengan berbeda. Dia kira Daffa merupakan pelanggan sungguhan, tapi ternyata dia hanya datang untuk menghabiskan waktu mereka. Sebagai seseorang yang telah melayaninya, tentu dia yang merasa paling marah pada Daffa.

“Tuan, sebaiknya Anda pergi. Anda tidak bisa membayar pakaian-pakaian ini, jadi saya akan mengembalikannya,” kata Dana.

Daffa tidak rela. Dia mengerti sikap yang Dana tunjukkan padanya sekarang. Siapa yang tidak marah jika seseorang datang ke tokonya dan memilih-milih banyak barang tapi malah tidak bisa membayarnya? Setidaknya Daffa tahu dia juga akan marah jika dia di posisi Dana.

“Tunggu dulu. Pindai kartunya lagi. Sudah kubilang aku bisa membayarnya,” pinta Daffa. Dia tidak ingin niatannya disalahpahami oleh Dana.

“Oh, tolonglah. Sudah jelas itu adalah kartu palsu yang isinya kosong. Jangan biarkan dia membuang-buang waktumu lagi,” timpal Sarah, sangat menikmati momen ini.

Daffa mengabaikan Sarah dan berbicara pada Dana untuk memindai kartunya lagi. Namun, Dana tidak mau melakukannya.

“Tuan, mohon keluar dari toko ini sekarang. Jika Anda terus mengganggu jam kerja kami, saya tidak memiliki pilihan lain selain memanggil satpam,” ujar Dana dengan tegas. Dia mulai merasa jijik dengan ketidakmaluan Daffa.

Daffa baru saja ingin menjawab ketika suara yang lantang menggema di toko itu dan seorang pria tinggi muncul.

“Apa yang terjadi di sini?” tanya pria tersebut dengan nada yang berwibawa.

Semua orang langsung menghadap pria itu. Pria itu berpakaian dengan rapi, mengenakan setelan Louis Vuitton langka seharga lebih dari 1,05 miliar rupiah, yang berarti orang tersebut bukanlah orang biasa. Dia terlihat berumur akhir 30-an dan terlihat cukup tampan. Dia berjalan perlahan sampai dia tiba di tempat orang-orang berkumpul sebelum bertanya lagi.

“Aku bertanya. Apa yang terjadi di sini?” Pria itu mengulang pertanyaannya, menatap staf yang ada di sana.

“Manajer Gary!” Dana dan staf yang lainnya berseru seraya membungkuk dengan dalam.

Pria yang hadir itu tidak lain adalah manajer dari toko Louis Vuitton. Dia jarang memunculkan kehadirannya kecuali ada orang penting yang hadir, jadi kehadirannya di sini mengejutkan semua orang yang ada di sini. Namun, dia telah mendengar keributan dari ruang kerjanya dan memutuskan untuk turun untuk melihat permasalahannya.

“Selamat siang, Tuan Gary. Saya Dilan Handoko, anak dari Jordan Handoko,” ujar Dilan, mengenalkan dirinya pada manajer itu. Dia tahu manajer dari toko ini juga merupakan orang hebat, karena ini bukanlah satu-satunya toko yang dia atur, jadi dia ingin berada di sisi baiknya.

Manajer menjawab sapaan Dilan dengan singkat, lalu kembali berbicara.

“Kalian semua tidak punya mulut? Aku bertanya apa yang sedang terjadi di sini!” seru manajer itu.

“Bukan apa-apa, Tuan Gary,” jawab Dilan. “Orang miskin ini datang ke sini mengaku bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah. Padahal, dia sendiri tidak bisa membeli makanan seharga 1,5 juta rupiah.”

Gary mengerutkan alis ketika dia mendengar penjelasan Dilan. Ada seseorang yang cukup berani berpura-pura seperti itu ketika dia ada di sekitar sana?

Dia mengalihkan pandangannya pada Daffa dan menatapnya dengan tatapan yang mengintimidasi.

“Apakah itu benar?” tanyanya dengan tegas. Jika pria itu benar-benar datang ke sini hanya untuk berpura-pura, dia akan memastikan pria itu tidak bisa keluar dari toko ini dengan baik-baik.

Namun, Daffa tidak terpengaruh ketika dia melihat tatapan manajer yang mengintimidasi itu. Dia hanya menyerahkan kartu hitam yang diberikan oleh kakeknya dan berkata.

“Sepertinya ada yang salah dengan mesinnya,” ucap Daffa dengan berani. Walaupun dia memohon-mohon pada Dana, dia tidak akan membiarkan orang luar meremehkannya, tidak peduli siapa pun itu.

“Oh?” gumam manajer itu, alisnya mengernyit. Namun, matanya terbelalak terkejut setelah dia memegang kartu hitam dari Daffa dan memeriksanya dengan saksama.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
Mbah Surep
gimana buka kunci ny
goodnovel comment avatar
Mohamad Sauji
pakai iklan aja min
goodnovel comment avatar
Kopi Secangkir
gimana cara nya buka kuncinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 665

    Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 664

    Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 663

    Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 662

    Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 661

    Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 660

    Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status