Share

Bab 13

Author: Benjamin
Sarah dan Dilan di sisi lain juga sama terkejutnya seperti Daffa. Mereka tidak menyangka akan bertemu seseorang seperti Daffa di tempat seperti ini.

Dilan Handoko sedang membawa Sarah jalan-jalan untuk memanjakannya dengan hadiah-hadiah mewah. Dia sudah membelikannya untuknya dan ingin membelikan beberapa baju lagi sebelum mengakhiri harinya. Namun, tidak disangka mereka malah bertemu dengan Daffa di sini. Perlahan, ekspresi terkejut pada wajah Sarah mulai berubah menjadi amarah. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Daffa.

Dilan juga langsung dipenuhi amarah ketika melihat Daffa. Dia tidak akan pernah melupakan penghinaan yang Daffa sebabkan di malam ketika dia menembak Sarah. Dia telah benar-benar menghancurkan kesan populernya yang telah dia bangun. Sejak malam itu, dia selalu membenci Daffa. Dia telah berjanji akan menangani Daffa, tapi Daffa tidak bisa ditemukan sejak malam itu. Siapa sangka dia akhirnya malah bertemu dengannya di sini?

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Sarah, nada suaranya terdengar marah.

Daffa merasa hatinya tersentak menyakitkan ketika mendengar nada bicara Sarah yang mempertanyakannya. Itu bukanlah Sarah yang dia kenal dan rayu selama enam bulan. Dia tidak tahu seseorang bisa berubah sejauh itu hanya karena uang.

“Aku bertanya padamu. Jawab aku! Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Sarah lagi. Dia tidak tahu mengapa, tapi dia selalu merasa gelisah ketika melihat Daffa.

Daffa menghela nafas sebelum menjawabnya.

“Apakah aku sekarang harus melaporkan segala kegiatanku padamu?” tanya Daffa.

“Apa masalahnya bagimu kalau aku ada di sini? Terakhir kuperiksa, mal ini bisa dimasuki oleh siapa saja,” ucap Daffa. Walaupun dia merasa sakit ketika melihat mereka berdua bersama, dia tidak ingin membuang-buang waktu untuk berbincang dengan mereka. Dia hanya ingin membayar pakaiannya dan pergi.

Sarah memiliki ekspresi yang jelek di wajahnya. Dia tidak menyukai cara Daffa membalas perkataannya. Dia baru saja akan menjawab ketika dia melihat jumlah tas belanja yang banyak yang diletakkan dengan rapi di lantai.

“Oh? Jangan bilang kamu di sini untuk membeli pakaian,” ejek Sarah, dan ekspresi jahat terlihat di wajahnya.

Daffa tidak menyukai nada bicaranya yang terdengar mengejek. Dia tidak melakukan apa pun padanya, kenapa dia terus mengganggunya?

“Aku permisi,” ucap Daffa. Dia tidak ingin membuang lebih banyak waktu untuk mereka. Lagi pula, orang-orang di toko itu mulai memerhatikan pertikaian kecil mereka.

“Jangan ke mana-mana, dasar rakyat jelata!” seru Sarah. Dia juga telah menyadari orang-orang sedang memerhatikan pertikaian mereka, jadi dia ingin menggunakan kesempatan itu untuk menjatuhkan Daffa sebisa mungkin.

Daffa mengerutkan dahi, tapi memutuskan untuk mundur. Dia ingin tahu apa yang akan Sarah lakukan kali ini.

Namun, Sarah tidak berbicara padanya. Dia mengalihkan pandangannya pada pramuniaga di samping Daffa dan berkata dengan suara lantang supaya semua orang yang memerhatikan mereka bisa mendengarnya dengan jelas.

“Kenapa kamu melayani rakyat jelata ini? Memangnya kamu tidak bisa melihat pakaian yang dia kenakan?” ujar Sarah.

Pramuniaga tersebut mengerutkan dahi ketika dia memerhatikan Daffa lagi dan menyadari pakaiannya. Dia adalah pramuniaga baru di sana sehingga tidak terlalu memerhatikan pakaian Daffa. Dia hanya ingin melayaninya supaya dia bisa mendapatkan komisi dari penjualannya. Namun, kelihatannya itu adalah sebuah kesalahan. Orang yang dia layani berpakaian dengan sangat jelek. Dia terlihat tidak bisa membeli makanan untuk dirinya sendiri!

Sarah menyadari bahwa pramuniaga tersebut mulai bimbang dan meragukan Daffa, kemudian lanjut berbicara.

“Kamu benar-benar berpikir kalau orang yang berpakaian seburuk dia bisa membayar semua pakaian ini?” tanya Sarah.

“Biar kuberi tahu. Aku kenal orang ini dan dia benar-benar miskin. Dia bahkan tidak bisa membeli makanan seharga 1,5 juta rupiah untuk dirinya sendiri, apalagi membeli pakaian sebanyak ini dari Louis Vuitton!” seru Sarah.

Kelihatannya perkataan Sarah berhasil meyakinkan pramuniaga tersebut karena dia sekarang melihat Daffa dengan cara yang berbeda. Sejujurnya, walaupun Daffa tinggi dan tampan, itu tidak bisa menutupi pakaian murahan yang dia kenakan. Kelihatan tidak mungkin bagi seseorang dengan pakaian seharga tidak lebih dari 450 ribu rupiah bisa membeli begitu banyak pakaian di Louis Vuitton.

“Aku sarankan kamu panggil satpam untuk mengusirnya sekarang. Dia bisa saja kemari untuk mencuri pakaian-pakaian ini bukannya membayarnya,” simpul Sarah, menyilangkan kedua tangannya dan terlihat sombong.

Daffa sudah tidak bisa diam lagi menerima semua cemoohan dan tuduhan yang Sarah lontarkan padanya. Dia menyadari orang-orang yang ada di sana mulai melihat dirinya dengan aneh. Dia tidak peduli apa yang mereka pikirkan tentangnya, tapi dia tidak tahan dihina seperti itu.

“Apa maksudmu? Tolong kemasi pakaian-pakaian ini untukku. Akan aku bayar sekarang juga!” kata Daffa pada pramuniaga itu dengan nada yang meyakinkan. Dia akan menunjukkan kepada mereka siapa dirinya!

“Tolong kemasi saja untuk dia. Aku ingin melihat dia membayar semuanya. Namun, aku jamin orang ini hanya akan membuang-buang waktumu,” timpal Dilan. Dia sangat menikmati drama kecil yang sedang terjadi.

Daffa tidak mengacuhkan perkataannya. Sekarang, semua orang di toko sudah berkumpul untuk menonton drama tersebut.

Pramuniaga itu mengemasi semua pakaian yang dipilih Daffa dengan rapi sebelum memindai harga dari semuanya.

“Total harga semua pakaiannya adalah 9,15 miliar rupiah,” kata pramuniaga itu.

Daffa tidak memedulikan harganya. Walaupun itu 15 miliar rupiah pun, dia pasti akan membayarnya tanpa ragu-ragu. Dia ingin menunjukkan pada Sarah bahwa dia sudah tidak lagi menyedihkan dan miskin.

Sarah dan Dilan tersentak ketika mereka mendengar harganya.

Sembilan miliar lima belas juta rupiah?

Itu luar biasa mahal!

Mereka makin khawatir ketika menyadari ekspresi santai Daffa. Dia tidak terlihat peduli pada harga pakaian itu sama sekali. Apakah itu benar Daffa yang tidak bisa membeli makanan seharga 1,5 juta rupiah?

“Apakah Anda ingin membayar dengan uang tunai atau dengan kartu?” tanya pramuniaga itu.

Daffa menimbang-nimbang dan memutuskan untuk membayar dengan kartu.

“Aku akan bayar dengan kartu,” jawab Daffa. Dia mengeluarkan kartu hitam yang diberikan oleh kakeknya dan memberikannya pada pramuniaga itu.

Dengan antisipasi yang besar, semua orang menyaksikan pramuniaga tersebut mengambil kartu hitam itu dan menggeseknya di mesin. Mereka ingin tahu apakah orang yang dibilang miskin ini bisa membayar pakaian seharga 9,15 miliar rupiah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Suherman Syah
kasi tau tu si sara biar melongo mulut dia tu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 665

    Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 664

    Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 663

    Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 662

    Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 661

    Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 660

    Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status