Share

Sang Pewaris Terkaya
Sang Pewaris Terkaya
Penulis: Banin SN

Bab 1 - Panggilan Wawancara Kerja

“Sayang, akhirnya aku diterima wawancara,” pekik Henry bersemangat.

Ia baru saja mendapatkan panggilan untuk wawancara kerja di Bizzare Group. Setelah puluhan kali mengirimkan lamaran kerja, baru kali ini ada perusahaan yang memanggilnya untuk wawancara kerja. Biasanya, Henry selalu mendapat penolakan keras bahkan sebelum tahap panggilan wawancara.

“Lihat, mereka bahkan menyebut di dalam email bahwa aku sudah terjamin diterima kerja dan hanya perlu datang wawancara sebagai formalitas!”

Lily bergegas lari memeluk suaminya, itu adalah kabar baik pertama yang ia dengar bahkan setelah dua tahun menikah bersama Henry James. “Kita harus merayakan keberhasilanmu diterima di perusahaan itu, Sayang! Selamat, aku tahu kau pasti bisa!”

Henry James dan Lily Wilson sudah dua tahun menikah. Henry sebenarnya hanyalah anak adopsi di keluarga Wilson. Ia dibenci oleh seluruh keluarga Wilson kecuali Lily. Lily dan Henry saling jatuh cinta dan mereka memutuskan untuk menikah meski sejatinya pernikahan itu tak mendapat restu keluarga Lily.

“Sayang, kau bisa mengabari ibumu. Katakan padanya bahwa menantunya sudah bukan lagi pengangguran!” Henry membalas dekapan Lily, rasa bahagia membuncah di hatinya. Akhirnya ia akan menjadi suami yang ‘berguna’ sejak hari ini. “Doakan suamimu ini supaya semuanya berjalan dengan lancar dan aku bisa memperbaiki kehidupan kita.”

Lily tersenyum manis dan mengedipkan matanya. “Tentu saja. Aku bahkan tak pernah berhenti berdoa untukmu,” ucap Lily sembari mengusap-usapkan kepalanya ke dada Henry.

“Haha, berarti keberhasilanku kali ini adalah berkat doamu, Sayang.” Henry mengecup rambut istrinya namun sedetik berikutnya, Lily menarik tubuhnya dari Henry. Ekspresi Lily mendadak berubah.

“Aku baru ingat sesuatu…”

“Ada apa?” tanya Henry penuh keterkejutan.

Lily menarik napas dalam lalu berujar, “Bukankah hari ini adalah pesta pernikahan Judith, apakah aku harus datang sendiri? Oh, itu sama saja dengan pergi ke kandang macan dengan tanpa pengamanan!”

Henry menepuk dahinya, ia lupa jika hari ini seharusnya ia mendampingi sang istri ke pesta pernikahan sepupunya. Dan, ucapan Lily memang sepenuhnya benar. Datang ke pesta pernikahan kerabat dengan statusnya yang miskin dan pernikahannya tak direstui keluarga adalah serupa dengan memasuki kandang harimau bengis.

“Bagaimana jika kau datang ke sana dulu, nanti aku akan menyusulmu segera setelah wawancara selesai,” usul Henry.

Setelah berpikir beberapa waktu, Lily mengangguk dengan sedikit ragu. “Baiklah, kuharap kau tak akan lama.”

Menjelang sore hari, Lily telah mempersiapkan semua keperluan Henry untuk wawancara kerja. Dia juga telah berdandan cantik dengan ciri khas kesederhanannya yang menawan.

“Oh, sial! Melihat parasmu semanis ini, aku nyaris melupakan niatku untuk pergi ke Bizzare Group, Sayang!” Henry menggeleng-gelengkan kepala memandangi wajah Lily yang tersipu-sipu malu.

Lily tak berhenti memukul-mukul pundak sang suami, wajahnya merah sambil sesekali ia menggigit bibir karena tersipu. Jika bukan karena diburu waktu, mungkin Henry akan menyeret istrinya ke kamar lalu mengunci pintu.

“Ssst…. Taksi pesanan kita sudah hampir tiba.” Lily mencubit perut suaminya lalu menarik lengan Henry dan mengajaknya bergegas.

Lima menit kemudian, Henry dan Lily sudah berdiri di trotoar jalan menunggui kedatangan taksi yang mereka pesan. Dengan taksi yang sama mereka menuju ke kantor Bizzare Group terlebih dahulu, lalu taksi akan membawa Lily ke tempat pernikahan Judith.

Karena sibuk bercanda di dalam Taxi, keduanya tak sadar jika taxi yang mereka naiki telah tiba di bangunan Bizzare Group. Henry pun mencium kening istrinya. “Aku pergi dulu. Kau hati-hati, ya…”

“Aku menunggumu, jangan sampai terlambat, oke?!”

Henry menganggukkan kepala kemudian melangkahkan kakinya dengan mantap memasuki gedung Bizzare Group. Di sana, ia segera menghampiri Front Desk untuk menunjukkan email yang ia terima kepada petugas Front Desk.

“Selamat siang, saya Henry James. Tadi saya menerima telepon dan juga pesan di email. Saya diminta untuk menghadap HRD,” ucap Henry sembari menunjukkan pesan email yang ia dapatkan.

Resepsionis itu tersenyum, “Baik, Tuan Daniel sudah menunggu Anda, mari saya antar ke ruangannya.”

Henry berjalan membuntuti langkah sang resepsionis menuju ke sebuah ruangan.

KNOCK! KNOCK!

“Masuk!”

Resepsionis membukakan pintu untuk Henry dan saat pintu terbuka seorang lelaki seumuran dengan Henry tampak sedang berdiri seperti sedang menunggunya. Pria itu tersenyum namun senyumnya terlihat seperti bukan sejenis sapaan melainkan sebentuk senyum sinis.

“Well, jadi, berapa uang yang sudah kau persiapkan?” tanya lelaki yang dipanggil Tuan Daniel itu kepada Henry pada awal pertemuan mereka.

Henry mengerutkan dahi karena merasa bingung. “Maafkan saya, uang apa maksud anda, Tuan?”

Daniel melangkah dan duduk di kursinya tanpa mempersilakan Henry untuk duduk. “Bukankah sudah jelas kau tak memiliki pengalaman kerja apa pun dan di mana pun! Satu-satunya yang bisa membuatmu diterima di sini adalah membayar $10.000!”

$10.000?!!

“A… Apa yang baru saja anda katakan?” Henry mengerutkan dahi, raut wajahnya sedikit ragu karena khawatir ia salah dengar atau salah mengartikan ucapan Daniel.

Daniel menatap mata Henry cukup tajam, “Kau tak menyiapkan uang ‘pelicin’?”

Henry menelan ludah. Ternyata beberapa waktu lalu telinganya tak salah dengar. Daniel benar-benar memintanya membayar $10.000!

“Tapi… Saya mencari pekerjaan karena saya ingin mendapatkan uang, Tuan. Maksud saya, saya tak punya uang apalagi sebanyak itu.”

Daniel mengerutkan dahi dan memandang jijik ke arah Henry. “Cih! Kalau begitu, aku yakin seumur hidupmu kau tak akan pernah mendapat pekerjaan! Pantas saja keluarga Wilson menjadikanmu budak. Lihat, kau memang lebih cocok menjadi budak pekerja!”

Henry terkejut. Bagaimana bisa HRD itu mengetahui bahwa ia adalah anak adopsi yang dijadikan budak di keluarga Wilson. Tetapi, sebelum Henry bertanya, Daniel sudah bersiap-siap mengusir Henry.

“Sudahlah, aku tak berminat dengan pelamar kerja yang bahkan tak punya persediaan ‘dana pelicin’ sepertimu! Enyah kau dari sini!”

Henry menarik napas dalam, belum bersiap pergi. “Lalu, jika memang saya tidak diterima, kenapa saya dipanggil untuk wawancara dan anda mengatakan bahwa saya sudah dijamin akan diterima?” tanya Henry menyatakan kebingungannya.

Hening beberapa waktu selagi Daniel hanya menatap wajah Henry dengan senyum sinisnya. Beberapa waktu berselang, Daniel mencibir, “Kau tahu, sesekali aku juga butuh hiburan seperti ini. Mempermainkan orang miskin sepertimu tak akan merugikan posisiku, ha ha! Satu lagi, aku memanggilmu wawancara juga untuk memastikan jika memang kau tidak layak untuk bekerja di mana pun! Kau dikutuk untuk menjadi pengangguran!”

Henry James menelan ludah yang terasa pahit di tenggorokannya. Telinganya terasa panas ketika mendengarkan hinaan dari Daniel. Karena Daniel menghinanya dengan sangat intens, Henry tak menyadari bahwa ponselnya telah bergetar beberapa kali.

Henry tidak sadar bahwa sosok penting sedang mencoba menghubunginya. Panggilan itu sesungguhnya adalah panggilan yang akan mengubah hidup Henry James!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status