“Sayang, akhirnya aku diterima wawancara,” pekik Henry bersemangat.
Ia baru saja mendapatkan panggilan untuk wawancara kerja di Bizzare Group. Setelah puluhan kali mengirimkan lamaran kerja, baru kali ini ada perusahaan yang memanggilnya untuk wawancara kerja. Biasanya, Henry selalu mendapat penolakan keras bahkan sebelum tahap panggilan wawancara.
“Lihat, mereka bahkan menyebut di dalam email bahwa aku sudah terjamin diterima kerja dan hanya perlu datang wawancara sebagai formalitas!”
Lily bergegas lari memeluk suaminya, itu adalah kabar baik pertama yang ia dengar bahkan setelah dua tahun menikah bersama Henry James. “Kita harus merayakan keberhasilanmu diterima di perusahaan itu, Sayang! Selamat, aku tahu kau pasti bisa!”
Henry James dan Lily Wilson sudah dua tahun menikah. Henry sebenarnya hanyalah anak adopsi di keluarga Wilson. Ia dibenci oleh seluruh keluarga Wilson kecuali Lily. Lily dan Henry saling jatuh cinta dan mereka memutuskan untuk menikah meski sejatinya pernikahan itu tak mendapat restu keluarga Lily.
“Sayang, kau bisa mengabari ibumu. Katakan padanya bahwa menantunya sudah bukan lagi pengangguran!” Henry membalas dekapan Lily, rasa bahagia membuncah di hatinya. Akhirnya ia akan menjadi suami yang ‘berguna’ sejak hari ini. “Doakan suamimu ini supaya semuanya berjalan dengan lancar dan aku bisa memperbaiki kehidupan kita.”
Lily tersenyum manis dan mengedipkan matanya. “Tentu saja. Aku bahkan tak pernah berhenti berdoa untukmu,” ucap Lily sembari mengusap-usapkan kepalanya ke dada Henry.
“Haha, berarti keberhasilanku kali ini adalah berkat doamu, Sayang.” Henry mengecup rambut istrinya namun sedetik berikutnya, Lily menarik tubuhnya dari Henry. Ekspresi Lily mendadak berubah.
“Aku baru ingat sesuatu…”
“Ada apa?” tanya Henry penuh keterkejutan.
Lily menarik napas dalam lalu berujar, “Bukankah hari ini adalah pesta pernikahan Judith, apakah aku harus datang sendiri? Oh, itu sama saja dengan pergi ke kandang macan dengan tanpa pengamanan!”
Henry menepuk dahinya, ia lupa jika hari ini seharusnya ia mendampingi sang istri ke pesta pernikahan sepupunya. Dan, ucapan Lily memang sepenuhnya benar. Datang ke pesta pernikahan kerabat dengan statusnya yang miskin dan pernikahannya tak direstui keluarga adalah serupa dengan memasuki kandang harimau bengis.
“Bagaimana jika kau datang ke sana dulu, nanti aku akan menyusulmu segera setelah wawancara selesai,” usul Henry.
Setelah berpikir beberapa waktu, Lily mengangguk dengan sedikit ragu. “Baiklah, kuharap kau tak akan lama.”
Menjelang sore hari, Lily telah mempersiapkan semua keperluan Henry untuk wawancara kerja. Dia juga telah berdandan cantik dengan ciri khas kesederhanannya yang menawan.
“Oh, sial! Melihat parasmu semanis ini, aku nyaris melupakan niatku untuk pergi ke Bizzare Group, Sayang!” Henry menggeleng-gelengkan kepala memandangi wajah Lily yang tersipu-sipu malu.
Lily tak berhenti memukul-mukul pundak sang suami, wajahnya merah sambil sesekali ia menggigit bibir karena tersipu. Jika bukan karena diburu waktu, mungkin Henry akan menyeret istrinya ke kamar lalu mengunci pintu.
“Ssst…. Taksi pesanan kita sudah hampir tiba.” Lily mencubit perut suaminya lalu menarik lengan Henry dan mengajaknya bergegas.
Lima menit kemudian, Henry dan Lily sudah berdiri di trotoar jalan menunggui kedatangan taksi yang mereka pesan. Dengan taksi yang sama mereka menuju ke kantor Bizzare Group terlebih dahulu, lalu taksi akan membawa Lily ke tempat pernikahan Judith.
Karena sibuk bercanda di dalam Taxi, keduanya tak sadar jika taxi yang mereka naiki telah tiba di bangunan Bizzare Group. Henry pun mencium kening istrinya. “Aku pergi dulu. Kau hati-hati, ya…”
“Aku menunggumu, jangan sampai terlambat, oke?!”
Henry menganggukkan kepala kemudian melangkahkan kakinya dengan mantap memasuki gedung Bizzare Group. Di sana, ia segera menghampiri Front Desk untuk menunjukkan email yang ia terima kepada petugas Front Desk.
“Selamat siang, saya Henry James. Tadi saya menerima telepon dan juga pesan di email. Saya diminta untuk menghadap HRD,” ucap Henry sembari menunjukkan pesan email yang ia dapatkan.
Resepsionis itu tersenyum, “Baik, Tuan Daniel sudah menunggu Anda, mari saya antar ke ruangannya.”
Henry berjalan membuntuti langkah sang resepsionis menuju ke sebuah ruangan.
KNOCK! KNOCK!
“Masuk!”
Resepsionis membukakan pintu untuk Henry dan saat pintu terbuka seorang lelaki seumuran dengan Henry tampak sedang berdiri seperti sedang menunggunya. Pria itu tersenyum namun senyumnya terlihat seperti bukan sejenis sapaan melainkan sebentuk senyum sinis.
“Well, jadi, berapa uang yang sudah kau persiapkan?” tanya lelaki yang dipanggil Tuan Daniel itu kepada Henry pada awal pertemuan mereka.
Henry mengerutkan dahi karena merasa bingung. “Maafkan saya, uang apa maksud anda, Tuan?”
Daniel melangkah dan duduk di kursinya tanpa mempersilakan Henry untuk duduk. “Bukankah sudah jelas kau tak memiliki pengalaman kerja apa pun dan di mana pun! Satu-satunya yang bisa membuatmu diterima di sini adalah membayar $10.000!”
$10.000?!!
“A… Apa yang baru saja anda katakan?” Henry mengerutkan dahi, raut wajahnya sedikit ragu karena khawatir ia salah dengar atau salah mengartikan ucapan Daniel.
Daniel menatap mata Henry cukup tajam, “Kau tak menyiapkan uang ‘pelicin’?”
Henry menelan ludah. Ternyata beberapa waktu lalu telinganya tak salah dengar. Daniel benar-benar memintanya membayar $10.000!
“Tapi… Saya mencari pekerjaan karena saya ingin mendapatkan uang, Tuan. Maksud saya, saya tak punya uang apalagi sebanyak itu.”
Daniel mengerutkan dahi dan memandang jijik ke arah Henry. “Cih! Kalau begitu, aku yakin seumur hidupmu kau tak akan pernah mendapat pekerjaan! Pantas saja keluarga Wilson menjadikanmu budak. Lihat, kau memang lebih cocok menjadi budak pekerja!”
Henry terkejut. Bagaimana bisa HRD itu mengetahui bahwa ia adalah anak adopsi yang dijadikan budak di keluarga Wilson. Tetapi, sebelum Henry bertanya, Daniel sudah bersiap-siap mengusir Henry.
“Sudahlah, aku tak berminat dengan pelamar kerja yang bahkan tak punya persediaan ‘dana pelicin’ sepertimu! Enyah kau dari sini!”
Henry menarik napas dalam, belum bersiap pergi. “Lalu, jika memang saya tidak diterima, kenapa saya dipanggil untuk wawancara dan anda mengatakan bahwa saya sudah dijamin akan diterima?” tanya Henry menyatakan kebingungannya.
Hening beberapa waktu selagi Daniel hanya menatap wajah Henry dengan senyum sinisnya. Beberapa waktu berselang, Daniel mencibir, “Kau tahu, sesekali aku juga butuh hiburan seperti ini. Mempermainkan orang miskin sepertimu tak akan merugikan posisiku, ha ha! Satu lagi, aku memanggilmu wawancara juga untuk memastikan jika memang kau tidak layak untuk bekerja di mana pun! Kau dikutuk untuk menjadi pengangguran!”
Henry James menelan ludah yang terasa pahit di tenggorokannya. Telinganya terasa panas ketika mendengarkan hinaan dari Daniel. Karena Daniel menghinanya dengan sangat intens, Henry tak menyadari bahwa ponselnya telah bergetar beberapa kali.
Henry tidak sadar bahwa sosok penting sedang mencoba menghubunginya. Panggilan itu sesungguhnya adalah panggilan yang akan mengubah hidup Henry James!
Akhirnya, hari pernikahan antara Daisy Miller dan Richard Forger telah tiba. Andai bukan keluarga Miller, mungkin persiapan pernikahan tak mungkin bisa usai hanya dalam waktu tiga hari. Tapi, semua bisa diurus dengan uang dan koneksi. “Daisy! Ingat, jaga suamimu baik-baik. Aku tak ingin dia membuat malu seluruh keluarga kita. Kalau memang dia melakukan hal-hal bodoh, kau harus menanggung semuanya sendiri dan tak boleh melibatkan kami semua!” Sandra memberi pesan pada Daisy beberapa saat sebelum mereka memasuki gedung pernikahan. Daisy mengangguk lantas menatap calon suaminya. “Richard, kau dengar itu? Kau harus jaga sikap. Pernikahan ini dihadiri oleh kolega-kolega kakekku. Mereka semua orang penting dan kau tak bisa asal bersikap.” Kala itu, Richard tampak menunjukkan sikap gelisah. Seperti ada sesuatu yang ia tahan. Karena semua pandangan tertuju pada Richard, Richard akhirnya tak memiliki alasan untuk tak menyembunyikannya. Richard menarik napas dalam sebelum akhirnya membuat pen
Teleconference dengan James Miller telah usai. Selain memutuskan untuk menggelar pernikahan tiga hari ke depan, James Miller juga meminta Sandra untuk memberikan kamar untuk Richard. James berkata, mulai dari hari itu, Richard Forger telah menjadi bagian dari keluarga Miller meski pernikahan resmi baru akan digelar tiga hari mendatang. “Daisy! Karena dia akan menjadi suamimu, kau yang harus mengurus keberadaannya di sini!” Sandra memerintahkan Daisy untuk membawa Richard ke kamar di lantai dua kediaman keluarga Miller. Daisy mengangguk lesu sementara Richard berbasa basi berterima kasih kepada Sandra. Ketika keduanya berlalu pergi, Sandra memijit keningnya berkali-kali. “Oh… Daisy sudah cukup sering membuat keluarga Miller kehilangan muka. Sekarang dia dijodohkan dengan pria payah seperti Richard. Sial, aku akan lebih bahagia andai Daisy bukan cucu kandungku.” Mendengar ibunya mengeluh dan bersedih, Nancy datang dan menepuk-nepuk pundak Sandra. “Ibu, tenang, kita masih memiliki Bel
Richard Forger menelan ludah, ia tak menduga jika gadis muda yang baru saja mempersilakannya masuk kini mendapati masalah karena dirinya. “Nona, aku memiliki kartu…” Richard berniat menjawab tudingan Bellatrix terhadap Daisy tetapi Bellatrix segera mengacungkan telunjuknya tepat ke jidat Richard. “Damn! Siapa yang memberimu izin untuk berbicara padaku? Shit, aku sedang berbicara pada sepupuku yang bodoh ini!” Bellatrix lantas berganti menudingkan telunjuknya ke arah Daisy yang menunduk tak nyaman. “Bella, dia membawa kartu undangan dari kakek. Percayalah… Kita harus menyambutnya atau…” “Aku tak peduli! Seperti biasa, semua keputusan yang kau ambil akan berujung pada petaka. Kali ini, kuperingatkan sekali lagi! Usir gembel ini atau…” Bellatrix belum sempat melanjutkan kalimatnya ketika dari arah belakang, terdengar suara omelan khas perempuan tua, dialah Sandra Miller, perempuan berusia tujuh puluhan tahun yang merupakan istri dari James Miller. Sandra membenci keributan meski di s
Sore hari itu juga, Richard Forger berpamitan kepada George Warren dan meyakinkan pria tua tersebut bahwa ia akan membayar kerugian yang dialami oleh George. Meski George Warren sulit mempercayai ucapan Richard, ia membiarkan Richard pergi. “Ehm… Sebelumnya, bisakah aku meminjam beberapa dolar untuk memesan Taxi, Tuan George?” Sebelum benar-benar pergi, Richard baru sadar jika ia sudah tak memiliki apa-apa lagi. Ia cukup malu pada pria tua itu tetapi memang hanya George Warren seorang, sosok di kota Roxburgh yang bersedia membantu Richard. “Ck… Ambillah.” George Warren dengan terpaksa memberikan beberapa dolar di sakunya kepada Richard. “Terima kasih, Tuan George. Kupastikan kau bisa memegang janjiku, aku akan melunasi kerugian yang kau alami.” George Warren mengangguk lesu. Setengah putus asa, ia berharap jika janji Richard bukanlah bualan semata. “Tiga hari dari sekarang! Kupastikan aku akan mengganti kerugianmu. Tuan George!” Setelah mengcapkan kalimat itu, Richard Forger sege
Setelah novel Sang Pewaris Terkaya tamat, saya ingin memperkenalkan novel saya yang lain yang juga bergenre urban dan sudah tamat berjudul "Suami Hebat yang Menyamar", berikut adalah tester 5 bab novel tersebut, jika berkenan membaca lanjutannya, kalian bisa klik di profil Banin SN dan pilih novel berjudul "Suami Hebat yang Menyamar". Terima kasih~~ ---------- Suami Hebat yang Menyamar Bab 1 ----------------------------- Richard Forger sedang mengepel lantai ruangan Luis Jung, CEO Westfield Corporation. Cleaning Service baru itu seperti sedang berada di tempat yang salah dan di waktu yang salah. Bagaimana tidak, saat Richard sedang sibuk membersihkan lantai, Luis Jung tiba-tiba dengan sengaja menumpahkan kopi ke lantai. Setelah pura-pura terkejut, Luis Jung berteriak kepada Richard. “Hei, Babu! Kau tak lihat ada lantai kotor di sini?!” Richard Forger ingin mengumpat, tetapi tentu saja Cleaning Service bukanlah posisi yang membolehkan dirinya mengumpati seorang CEO. Maka, Richar
Kesialan Catherine dan Jacob juga menimpa Celine Wislon dan Judith. Kedua perempuan itu saat ini sedang disiram air dan diseret menuju ke kantor polisi karena secara tak terduga mereka berdua telah mengakui melakukan puluhan tindak kejahatan. Pesta makan malam di mansion Henry benar-benar menjadi acara yang sangat membekas karena telah terjadi hal-hal luar biasa di acara tersebut. Para jurnalis pulang dengan hati riang gembira karena mereka telah memiliki stok bahan berita dengan jumlah fantastis. Saat pesta telah benar-benar selesai dan para tamu telah berangsur pulang, Henry dan Lily berjalan memasuki mansion mereka untuk terakhir kalinya. Malam itu akan menjadi malam terakhir mereka tidur di rumah mewah itu karena keesokan harinya, mansion itu sudah menjadi milik Mr. Prince, seorang kaya raya dari luar negeri yang berhasil memenangkan lelang. Terlepas dari fakta bahwa esok hari mereka berdua akan jatuh miskin, baik Henry maupun Lily tak bisa menutupi rasa bahagia yang menyelimuti