Share

Bab 2 - Pernikahan Judith

Sementara itu, di pernikahan Judith, Lily Wilson berjalan pelan memasuki ke ruangan pesta. Gedung mewah yang telah disewa oleh keluarga Judith terlihat begitu elegan dan indah. Lily mengambil napas dalam seolah-olah mengumpulkan kekuatan dan keberanian untuk menghadapi orang-orang di sana.

"Hai, Lily, bagaimana kabarmu? Aku kira kamu tak akan berani datang ke pesta ini!"

Lily mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan, lalu tersenyum manis sebelum dia berbalik. “Hai, Jasmine. Aku baik-baik saja. Kamu tampak cukup sehat dan segar."

Jasmine tersenyum manis, dia adalah saudara iparnya. “Tentu saja aku sehat dan segar. Semua itu karena aku merawat tubuh secara rutin,” balas Jasmine dengan nada sedikit menyombongkan dirinya sendiri selagi memberi kesan mengejek Lily yang dia anggap tak mampu merawat diri sendiri.

Lily hanya bisa merasakan sesak di dadanya. Dia sudah menduga ejekan-ejekan semacam ini akan ia terima, singkatnya, Lily sudah mempersiapkan mental untuk itu.

Tetapi tetap saja, mendengar dan melihat secara langsung seseorang meremehkan kondisi ekonominya membuat Lily terpukul. Terhitung sejak dia menikahi Henry, Lily selalu menjadi bahan olok-olok ketika bertemu dengan keluarga besarnya. “Ah, ya. akhir-akhir ini aku jarang merawat diri karena sibuk," ucap Lily sambil mengambil duduk.

Jasmine yang duduk di sebelah Lily menggumam. "Sibuk atau kamu tidak punya uang untuk pergi ke salon? Ckckck… Jangan pura-pura sibuk untuk menutupi kemiskinanmu! Tch, betapa menyedihkannya hidupmu sejak menikahi pria miskin itu!”

Lily memicingkan matanya ke arah jasmine, membuat ekspresi tak terima. "Jasmine, tolong pahami bahwa aku bahagia hidup dengan Henry!" bantah Lily dengan nada marah.

Jasmine mengangkat alisnya. "Bahagia? Bahagia seperti apa? Coba kita ingat bagaimana pesta pernikahanmu dulu? Ah, tentu saja tak ada yang bisa diingat karena memang tidak pernah terjadi, ha ha!” Jasmine tertawa puas setelah berhasil membuat serangan kepada Lily, tak puas sampai di situ, Jasmine melanjutkan ocehannya. “Sekarang, lihatlah takdir Judith, lihat itu, bahkan gaunnya senilai ribuan dolar. Dia beruntung bisa menikahi anak tunggal keluarga Nelson.”

Lily mengambil napas dalam, dia masih berusaha tersenyum pada Jasmine. “Ya, dia memang sangat beruntung mendapatkan pria kaya. Tapi aku juga tidak kalah beruntung, Henry adalah suami yang sangat baik dan setia.”

Jasmine menggeleng-gelengkan kepala sembari mencibir. "Pria baik hati saja tidak cukup, Lily. Tidak bisakah kamu melihat bagaimana penampilanmu sekarang? Lihatlah gaun yang kau kenakan! Aku ingat kamu mengenakan gaun ini pada hari pernikahanku. Model ini sangat ketinggalan zaman. Dan lihat kulitmu sekarang, begitu kusam. Kau sangat berbeda dari Lily yang dulu kukenal. Kau dekil, lusuh, dan kuno!"

Lily terdiam, tak bisa membalas hinaan Jasmine karena semua yang baru saja diucapkan oleh Jasmine memang nyata. Dua tahun ini dia sibuk bergulat melawan kemiskinan sehingga tak punya banyak waktu untuk merawat tubuh. Tapi, bukan berarti Lily kehilangan kecantikannya. Ia hanya tak memiliki benda-benda mewah yang menempel di tubuhnya.

Di saat yang sama, dari kejauhan, Judith terlihat sedang berjalan ke meja Lily dan Jasmine. Dia memeluk Jasmine dengan senyuman yang semakin melebar. Dan ketika dia melihat Lily, selama beberapa detik dia memandangi penampilan Lily dari atas ke bawah seolah-olah memeriksa penampilan Lily hari itu.

“Lily! Ya Tuhan, hampir saja aku tak mengenalimu. Kau sangat berbeda sekarang, apa suamimu tak pernah memberimu nafkah? Ah, Henry memang suami yang mengerikan. Kau pasti menderita hidup dengannya!” ejek Judith dengan blak-blakan.

Tanpa memeluk Lily, Judith duduk dan bergabung dimeja tempat Lily dan Jasmine mengobrol. Selagi Judith menatap Lily dengan pandangan merendahkan, Lily hanya mencoba melirik ke arah pintu masuk, berharap suaminya datang dan menyelamatkannya dari situasi sulit seperti itu.

“Hampir saja aku tak mengenalimu, Lily. Ternyata setelah menikah kau…” Judith terhenti. Dia melirik Jasmine, dan keduanya tersenyum dengan nada mencemooh. “Oh, maaf, aku memang terlalu biasa berkata jujur apa adanya…”

Jasmine yang melihat gelagat Lily yang seperti sedang mencari seseorang, segera menyadari satu hal, ia lantas bertanya. "Oke, di mana suamimu? Mengapa kamu tak bersamanya? Apa kau malu membawanya ke pesta ini?”

Belum sempat Lily membalas pertanyaan Jasmine, Judith menimpali, “Akhirnya, kau pun mengakui bahwa dia tak pantas menjadi bagian dari keluarga Wilson, bukan? Ha ha, kau bahkan tak mengajaknya ke sini karena malu memiliki suami miskin.”

Lily menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak pernah malu. Hanya saja hari ini Henry mendapat panggilan kerja," kata Lily dengan sorot mata yang berkilau, entah bagaimana, jika teringat bahwa hari ini suaminya akan mendapatkan pekerjaan, Lily tak bisa menahan diri untuk tersenyum.

“Panggilan kerja? Di mana? Aku ragu ada perusahaan yang akan menerima Henry James!” ejek Jasmine lagi.

Judith tampak menahan tawa selagi Lily tampak mencoba membela suaminya. "Tidak, aku yakin Henry akan mendapatkan pekerjaan kali ini."

Seseorang tampak berjalan mendekati meja Lily dan kemudian berkata dengan keras. "Jangan bermimpi, Lily! Henry sudah ditolak oleh lebih dari lima puluh perusahaan. Hari ini dia juga pasti akan ditolak!”

Lily mengangkat kepala, dia melihat Catherine Wilson memandangnya. Catherine kemudian duduk di meja itu. Catherine Wilson adalah ibu Lily.

"Ibu, jangan berkata demikian," protes Lily sedih. Dia mulai merasa putus asa begitu ibunya sendiri yang mengejek Henry.

“Hei, Lily, apa maksudmu aku tak boleh berbicara soal fakta? Coba panggil suamimu. Aku bisa menjamin di atas 100% dia ditolak kerja!” sergah Catherine dengan percaya diri, seolah-olah dia benar-benar tahu apa yang terjadi di Bizzare Group. "Tunggu apa lagi? Segera panggil suamimu sekarang juga!"

Merasa tertekan, Lily akhirnya mengeluarkan ponselnya dan menelepon suaminya.

"Nyalakan pengeras suara," pinta Catherine.

Lily mengambil napas dalam dan mengikuti permintaan ibunya. "Hai sayang, kau di mana? Apa wawancara berjalan baik?" tanya Lily ketika telepon terhubung.

Sejenak, terdengar suara helaan napas panjang dari sisi lain. "Maaf, Sayang. Aku gagal, mereka memanggilku wawancara hanya untuk menghinaku. Maafkan aku karena tidak bisa membuatmu bahagia."

Jasmine dan yang lainnya pun tertawa puas. Kesialan Henry benar-benar membuat mereka senang sekaligus bersemangat. Sementara itu, Henry yang mendengar suara tawa, ia yakin bahwa Lily pasti sedang dihina oleh para kerabatnya.

Segera, Henry buru-buru menuju pesta Judith untuk menjemput Lily. Lagi-lagi, tanpa memedulikan panggilan nomor misterius yang berulang kali mencoba menghubunginya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status