Share

Vila Gaza

“Mantan calon istri,” keluh Gaza.

“Maksudnya bagaimana?” tambah Natasya masih tidak mengerti.

Seorang bapak tiba-tiba datang membawa nampan minuman. Mengangguk menyapa Natasya yang di jawab anggukan pula oleh Natasya.

                “Terima kasih Mang, Mamang boleh pulang saja. Nanti sore saya hubungi kalau mau balik Jakarta.” Gaza menerima nampan itu sebelum ia berikan pada Natasya yang sudah duduk di kursi rotan panjang di ruang tamu.

                “Baik Den, Aden butuh apalagi sebelum Mamang pergi? makanan sudah di buat sama bibi tapi kalau Aden ingin yang lain bilang saja Mamang carikan nanti.” Bapak yang di panggil mamang menerima kembali nampan dari Natasya.

                “Nanti kalau saya perlu yang lain akan telepon Mamang. Tolong bilang sama istri Mamang terima kasih ya nanti kita makan.” Gaza memutar bahu bapak itu mengantar masuk ke dalam.

                Dapat Natasya lihat Gaza memaksa si bapak mengantongi amplop yang Gaza masukan tiba-tiba ke saku jaket bapak itu. Ada perdebatan kecil yang di menangkan Gaza, terlihat pasrah sang bapak membungkuk kecil mengucapkan terima kasih, masih dapat Natasya dengar pelan. Semua itu tidak luput dari pengamatan Natasya.

                “Ada minuman ringan kalau kamu kurang suka teh, ambil sendiri ya Di. Ada camilan ringan sama makan berat, aku sudah minta mamang siapkan. Kalau kamu mau istirahat ada banyak kamar pilih saja sesuka kamu. Aku mau tidur sebentar di kamar itu.” Gaza menunjuk pintu putih di ujung ruangan yang masih dapat terlihat dari tempat mereka duduk, kemudian berdiri sebelum beranjak meninggalkan Natasya yang bengong sendirian.

                “Tunggu Ga, kamu membawa aku kemari hanya untuk menemani kamu tidur?” Natasya kembali melotot.

                “Nanti kita bicara yang tadi, tapi nanti setelah aku tidur. Sumpah Di, aku pusing banget.” Dengan lelah Gaza menyentuh keningnya memijat pelan.

                “Baiklah, boleh aku keliling? di luar sepertinya menarik ada kolam,” papar Natasya.

                “Iya, jangan jauh-jauh nanti hilang repot aku laporan sama mami kamu.” Gaza kembali melanjutkan langkah ke arah kamar.

                “Sialan,” umpat Natasya kesal.

Gaza tertawa lebar memasuki  kamarnya, mengurung diri sementara Natasya keluar rumah dengan bermacam pikiran. Natasya yakin Gaza kusut bukan karena masalah kerja. Ia mengatakan Valen akan menikah dengan mantan calon istrinya. Cerita seperti apa yang membawa Gaza menariknya sampai ke tempat secantik ini hanya untuk tidur. Sudahlah, untuk sekarang biarkan saja Gaza tidur menenangkan diri, Natasya akan menyibukkan diri menikmati wisata dadakan ini sendirian.

Menyusuri batuan yang di buat cantik tertata berwarna hijau layaknya dedaunan di sekitarnya, Natasya tersenyum kecil. Entah kapan terakhir ia bisa menghirup udara segar seperti sekarang. Belaian angin menerbangkan surai rambut panjang hitamnya, sepanjang mata memandang pohon-pohon seolah berlomba tumbuh. Dalam benak Natasya sepertinya sesekali ia perlu ke tempat seperti ini. Sampai sebuah sosok datang mengagetkan hingga terhuyung ke samping.

“Bikin kaget tahu Ga!” Natasya pukul bahu kiri Gaza kencang.

“Lebih baik ikut kamu jalan saja kali ya, dari pada gila aku di kamar.” Gaza memetik sebuah daun tanpa menanggapi kekagetan Natasya.

Natasya mendengus malas, menatap punggung Gaza yang sudah mulai melangkah pelan di depannya. Kembali menikmati asrinya rimbunan pohon.

“Vila itu punya aku, ayah sama Valen tidak tahu. Tempat aku istirahat kalau lagi jenuh kerja, kamu sepertinya suka ya?” Gaza memelankan langkah agar bisa sejajar dengan Natasya.

                Anggukan kecil Gaza lihat dari wanita di sampingnya. Sesekali merapikan rambut yang tertiup angin. Paras Diwang yang Gaza kenal tidak jauh berbeda dengan Natasya sekarang. Caranya menarik bibir untuk tersenyum sama persis dengan tujuh tahun silam.

                “Kamu tidak ingin tahu Di, kenapa bisa Naren mau menikah dengan Valen?” tanya Gaza.

                “Tidak, jika memang tidak ingin diceritakan sendiri aku tidak ingin tahu urusan orang lain,” tandas Natasya.

                “Kamu pernah punya pacar?” Gaza berhenti melangkah dan memutar badan memandang lekat Natasya.

                “Bukan urusan kamu! tidak ada pembahasan masalah pribadi saat menemani tamu.” Membuang muka kesal Natasya kembali melangkah setelah berhenti beberapa saat.

                “Baiklah, aku saja yang cerita dari pada kamu ingin tahu tapi gengsi bertanya,” ejek Gaza.

                “Siapa juga yang gengsi? jangan sok mengenalku Ga.” Mendengus Natasya mendengar perkataan pria di samping.

                Tidak memedulikan nada keberatan Natasya yang senantiasa menyulut emosi, Gaza mulai bercerita dengan suara pelan.

                “Aku dan Naren sudah lama berhubungan, lima tahunan kira-kira. Rencananya awal tahun depan kita akan menikah. Tidak ada masalah berarti selama ini, dia kerja jadi model, aku kerja juga. Awal bulan kemarin tiba-tiba Naren ke rumah bareng Valen mengumumkan kalau dia hamil anak Valen. Semudah itu mereka mengakui perbuatan kurang ajar mereka padaku,” geram Gaza.

                “Kamu percaya begitu saja itu anak kakak mu?” tanya Natasya, tak mampu menutupi rasa ingin tahunya.

                “Kamu berpikir itu anakku?” kembali Gaza menghentikan langkah lalu menatap tajam Natasya.

                “Bukan begitu, ada kemungkinan .... “

                “Aku tidak pernah meniduri Naren jika itu yang ingin kamu tahu, sama sekali, sekalipun tidak pernah,” sanggah Gaza.

                Natasya terdiam lama memandang Gaza di depannya yang seolah mengajaknya beradu tatap tanpa berkedip sekalipun. Kemudian entah bagaimana tiba-tiba panas terasa wajah Natasya. Dengan cepat ia mengakhiri aksi saling tatap.

Natasya berdehem pelan. “Bukan itu maksud aku Ga, maksudnya bagaimana bisa kita tahu itu betulan janin Valen atau bukan tanpa tes DNA dulu.”

                “Aku mengenal baik keduanya Di,” tegas Gaza.

                “Tidak! kamu tidak mengenal baik keduanya Ga. Jika kamu mengenal baik tentu tidak pernah ada kejadian seperti ini. Sory bukan mau sok tahu tentang kalian, tapi mungkin ada hal yang tidak kamu tahu sama sekali dari mereka. Terbukti bisa kejadian,” tandas Natasya.

                Gaza terdiam lama memikirkan ucapan Natasya.

                “Jadi apa yang kamu lakukan setelah mereka mengakui?” tambah Natasya.

Mendengus penuh emosi Gaza berkata. “Menghajar Valen tentu saja.”

Natasya tertawa seraya menggelengkan kepala. “Kamu terlalu naif Ga, ada dua pelaku di sana dan kamu hanya menghajar kakak mu?”

                “Maksud kamu Naren juga perlu di hajar? dia perempuan dan sedang hamil Diwang!” pekik Gaza tidak terkontrol.

                “Tidak perlu berteriak Ga, kupingku masih normal. Kamu sangat mencintainya ya sampai sebegininya membela Naren. Menutup kemungkinan bisa saja bukan sepenuhnya salah Valen,” decak Natasya lelah.

                “Ah aku tahu kenapa kamu terus membela Valen. Kamu suka sama si sialan itu? bukankah tadi kamu menatap begitu lama potretnya karena ia tampan? Kaya?” tuntut Gaza.

Natasya masih cukup waras untuk tidak meladeni emosi tiada berdasar Gaza. Ia memutar badan setelah menarik nafas berusaha sabar, yang mana susah ia lakukan. Rasa ingin mendorong Gaza ke semak belukar sangat tinggi. Sebelum ia turut emosi, lebih baik kembali ke vila dan tidur.

Di tahan tangan Natasya kuat. “Kita belum selesai bicara Di.”

                “Simpan umpatan di kepalamu itu untuk diri kamu sendiri, aku sedang tidak tertarik meladeni omongan melanturmu itu.” Natasya menyentak berusaha melepas  genggaman tangan kuat Gaza.

                “Selesaikan dulu apa yang tadi kamu bilang.” Gaza menggenggam semakin kuat.

                “Gaza sakit,” ringis Natasya.

Mata Natasya membulat sempurna ketika Gaza menarik kuat tangannya, hingga tubuh Natasya membentur dada Gaza. Belum mengucapkan keberatan, Gaza sudah menciumnya dengan kasar. Natasya dorong dada Gaza dengan tangan kanan yang tidak di genggam, kemudian mendaratkan telapak tangannya ke pipi kiri Gaza dengan kuat. Nafasnya tidak beraturan karena kaget dengan apa yang baru saja Gaza lakukan.

“Kalau seperti itu kejadiannya, apakah ciuman di sini ada dua tersangka Di?” cerca Gaza.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status