Share

Bab 4. Tidak Ada Pilihan

“Aku masih tidak percaya semua ini!”

Setelah mengatakan itu, Ardi mendengus. Lalu, ia melanjutkan, "Tapi bagaimana bisa kalian menemukan aku? Berapa lama kalian menguntit aku sampai akhirnya membawaku?" 

"Pertanyaan yang bagus," jawab Halim sambil mengurai senyum di ujung bibirnya.

Ardi menunggu jawaban dan penjelasan lebih lanjut.

"Memang tidak mudah menemukan orang yang tepat. Tapi perjuanganku dan Victor tidak sia-sia. Kamu sangat sesuai dengan bayangan kami untuk menjadi putra tunggal, pewaris utama dari Dinasti Herman Duta Hartawan. Bersiaplah untuk itu, Tuan Muda." Halim menjawab tidak sejelas yang Ardi mau.

"Maksud aku i—"

"Tidak ada waktu menjelaskan dengan detail. Yang kamu lakukan adalah mengenal Tuan Herman dan memahami bahwa keluarga beliau tidak pantas mendapatkan harta miliaran,” sela Halim. “Jadi saat kamu bertemu mereka, kamu akan tahu apa dan bagaimana kamu harus bersikap."

Mendengar ucapan itu, Ardi mulai bisa meraba situasi di keluarga Hartawan. 

Apakah seperti yang ada di film atau sinetron tentang keluarga yang berebut warisan? Jika ya, hidup seperti apa yang dijalani miliader itu? 

"Malam ini beristirahatlah. Besok pagi aku akan datang dan memulai rencana kita," kata Halim lagi.

"Pak, aku belum berkata iya dengan tawaran Bapak," sahut Ardi. 

Ini semua tiba-tiba dan sangat mengejutkan. Ardi dibawa begitu saja tanpa permisi. Lalu seenaknya Halim memaksa dia menjadi orang lain. Hei! Tidak semudah itu, Tuan!

Halim dan Victor saling memandang. Apa itu artinya Ardi menolak rencana besar Tuan Herman?

"Kamu mau menolak rencana Tuan Besar?" tanya Victor kaget. Setelah semua yang dia paparkan Ardi tidak mau ikut rencana mereka? Apa dia sudah tidak waras? 

"Kamu mau balik pada hidup kamu yang hampir tidak bisa disebut kehidupan itu?" Langsung Victor bicara dengan keras dan ketus?

"Aku masih bingung. Apa harus aku? Aku tidak ada hubungannya dengan semua urusan Tuan Herman dan keluarganya." Ardi katakan saja apa yang muncul di kepalanya.

Victor menatap dalam pada Ardi.  "Tuan Muda, jika gampang menemukan orang yang tepat, tidak perlu aku jauh-jauh menjelajah kota demi kota, menyelidiki hidup orang-orang yang aku tidak pernah tahu. Tidak perlu jauh-jauh aku mencari hingga pinggiran Semarang dan membawa kamu ke Jakarta."

"Jakarta? Kita di Jakarta?" Ardi terkejut mendengar itu.

Keduanya saling memandang. Ada rasa kesal yang tampak dari tatapan Victor.

"Ya, kita ada di ibukota negara Indonesia. Dengar baik-baik, ini juga bukan urusanku. Mau harta Tuan Besar dicuri saudaranya atau mau dihabiskan dalam semalam, itu juga bukan urusanku,” ucap Victor. “Tetapi aku melihat banyak keluarga yang akan kehilangan pekerjaan, anak-anak yang mungkin saja putus sekolah kalau bukan orang yang tepat yang memegang semua aset milik Tuan Besar." 

Kemudian Victor melanjutkan. "Kalau aku yang mirip dengan Tuan Besar, aku bersedia menjadi Tua Muda Helios."

Ardi menelan ludahnya. 

Kenapa Victor jadi marah? Apa salah kalau Ardi menolak? Apa iya Ardi akan berpura-pura jadi orang lain?

"Victor, tahan dirimu. Jangan buat Tuan Muda makin bingung." Halim menegur. Dia paham pria muda di depannya yang dia ambil tiba-tiba itu pasti sedang bingung dan masih perlu waktu mencerna semuanya.

"Baik, Tuan.” Victor mengangkat dua tangan seperti orang yang mau menyerah. “Bagian selanjutnya aku serahkan pada Tuan saja."

Halim melepas tangannya dan meletakkan di atas meja. Tubuhnya mendekat hampir merapat pada meja.

"Tuan Muda, aku tidak sedang tawar-menawar dengan kamu. Ini yang aku tunjukkan nyata di depanmu. Hidupmu yang ingin kamu akhiri karena terlalu berat kamu jalani atau hidup di sini, kamu punya semua yang kamu perlukan dengan menjadi Tuan Muda Helios?

"Kamu masih muda, waktu hidup kamu masih panjang. Apakah akan kamu akhiri sia-sia? Sedangkan di sini, dengan menjadi Helios Bintang Hartawan, kamu sedang menyelamatkan banyak kehidupan. Bukan hanya hidupmu yang berubah, tapi banyak yang lain karena kamu ada di posisi ini." 

Tegas dan berkarisma, Halim berkata. 

Degupan kuat di ada Ardi belum mereda. Yang Halim katakan benar. Kembali menjadi Ardi hidupnya akan sia-sia. Dia kembali akan berhadapan dengan ibu kos galak yang pasti akan mengusirnya. Lalu, dia masih akan bertemu kekasih yang sudah mencampakkannya. Juga, Ardi belum tahu akan dapat uang dari mana karena dia sudah dipecat dari pekerjaan.

"Kamu mau mati sia-sia atau mendapatkan kesempatan menjadi orang yang berguna?" Kalimat itu menghunjam di hati Ardi.

Ardi menarik napas dalam. Dia menegakkan punggungnya dan menatap Halim lekat-lekat.

"Baiklah. Aku Helios Bintang Hartawan." Dengan suara bergetar Ardi mengucapkan itu.

Victor mengepalkan tangan tanda kegirangan. Halim tersenyum lebih lebar. Dia terlihat sangat lega mendengar yang Ardi katakan.

"Anak baik," ujar Halim masih dengan senyumnya. "Aku dan Victor harus mengurus hal yang lain. Puaskan dirimu. Besok kita akan bertemu lagi dan bersiaplah untuk banyak hal baru yang akan kamu temui."

Halim dan Victor meninggalkan ruangan itu. Semua berkas yang tadi ditunjukkan pada Ardi mereka bereskan dan simpan kembali. Folder pun mereka bawa. Ardi hanya memandangi saja kedua pria itu beranjak dan hilang di balik pintu.

Begitu kedua pria yang masih misterius bagi Ardi itu berlalu, Ardi bangun dari kursinya dan melangkah ke depan cermin besar lagi. Dia perhatikan dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Aku jadi tuan muda? Aku bukan lagi Ardiandana Krisnadi, pemuda miskin dari kampung. Aku adalah Helios Bintang Hartawan, pewaris utama dari Dinasti Herman Duta Hartawan." Dengan jelas sambil menatap dirinya di cermin, Ardi bicara.

Sebenarnya kalau tampang dia lumayan. Tinggi juga posturnya. Sayang saja, nasib buruk terus mengikuti sejak dia bocah. Bahkan boleh dikata sejak dia lahir. Mungkin malah sejak dia masih dalam rahim ibunya. Tapi Ardi tidak terlalu tahu detail kisah hidupnya sendiri.

Ardi berbalik, lalu mengedarkan mata ke seluruh ruangan. Kamar yang besar. Kalau tidak salah perhitungan, kamar itu empat atau lima kali lebih besar dari kamar kosnya selama ini. Kamar sebagus ini akan jadi kamarnya. Mimpi apa dia?

Ardi melangkah cepat menuju ke lemari besar di samping cermin besar itu dan segera membuka isinya. Ardi masih terkagum-kagum dengan deretan pakaian-pakaian bermerek yang digantung memenuhi lemari. Cepat tangan Ardi meraih satu kemeja yang berwarna putih dengan motif abstrak biru dan hitam. Bagus sekali.

"Astaga. Ini baju satu lembar gini, bisa jatah makanku lebih satu minggu harganya." Ardi bicara sendiri.

Tiba-tiba sorotan lampu mobil masuk dari jendela yang tak jauh di sebelah kiri lemari. Ardi bergerak mendekati jendela. Dari kaca, Ardi melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti dan diparkir di halaman rumah besar itu.

Seorang gadis turun dari dalam mobil. Suasana remang-remang, sehingga Ardi tak bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu. Yang pasti, dia berambut lurus panjang hampir sepunggung dengan postur tubuh imut tetapi padat berisi dan bagus.

"Siapa gadis itu? Apakah masih keluarga Tuan Herman?" Ardi bergumam sambil menatap lebih tajam pada si gadis yang berjalan ke arah teras rumah.

Mata Ardi terus mengekori gadis yang baru datang ke rumah itu. Tepat saat gadis itu berdiri di teras, Ardi bisa melihat wajahnya. Cantik. Tidak sangat cantik, tetapi menarik dan unik. Pakaian yang dia kenakan press body. Kaos hitam dan celana pendek di atas lutut berwarna putih. Sepatu flat putih melengkapi penampilannya, makin asyik dilihat.

"Aku ingin tahu siapa gadis itu. Dia berbeda dari gadis-gadis yang aku lihat sebelumnya." Hati Ardi bicara. 

Si gadis masuk ke dalam rumah. Seorang pelayan menyambutnya membawakan koper merah yang sebelumnya ditarik gadis itu.

Ardi masih memandang keluar jendela. Dia penasaran jika dia bertemu dengan gadis itu, apa yang akan terjadi? Ardi berbalik menuju ke pintu dan mencoba membukanya, tetapi terkunci.

"Jadi aku ditawan Pak Halim dan Bang Victor?" Ardi mengerutkan keningnya. Ada rasa kesal tapi juga takut menyusup cepat di dada Ardi. Kembali matanya memandang sekeliling ke seluruh ruangan besar itu. "Sampai kapan aku disekap di sini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status