Home / Urban / Sang Tuan Muda Sejati / Bab 3. Kenapa Aku?

Share

Bab 3. Kenapa Aku?

last update Last Updated: 2023-09-08 09:03:08

“Siapa itu Helios?”

Halim tidak mengomentari perkataan Ardi. Dia justru menoleh dan bicara setengah berbisik pada Victor. 

Victor mengangguk dan bergerak mendekati bufet kecil di sisi kanannya. Dia mengambil sebuah folder berwarna biru gelap dan memberikannya kepada Halim.

Halim membuka folder dan mengambil beberapa dokumen penting. Dia membebernya di atas meja. Ardi mengerutkan kening mencoba melihat dengan lebih jelas, berkas apa saja yang ada di sana.

"Mendekatlah, Tuan Muda. Ini beberapa berkas yang akan paling kamu butuhkan untuk menjalankan misi besar hidupmu," kata Halim.

"Misi besar?" Ardi refleks mengulang kata itu. Apa lagi yang dia dengar?

Dengan ragu dan kebingungan, Ardi berpindah duduk di samping Halim, menghadapi sebuah meja bundar. Tampak akta kelahiran, KTP, buku rekening, kartu ATM, dan tidak ketinggalan kartu kredit.

"Ambil akta kelahiran itu dan bacalah," kata Halim memerintah.

Ardi menurut saja perkataan Halim. 

"Helios Bintang Hartawan." 

Pelan Ardi membaca. Tangan Ardi gemetar saat membaca nama orang tua yang tertera dari akta itu. Dia merasa seperti tidak sedang duduk tapi melayang beberapa senti dari atas lantai.

"Herman Duta Hartawan, Arinda Kristania." Ardi mengangkat wajahnya yang memerah dengan tangan masih gemetar. "Kenapa nama ibuku ada di sini?"

"Itu akta kelahiran kamu, Tuan Muda. Tuan Herman Duta Hartawan itu ayah kamu dan ibu kamu, ya itu memang ibu kamu." Jawaban Halim membuat Ardi makin bingung. Antara dia mau marah, tetapi banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam dirinya. 

Pertanyaan-pertanyaan itu menambah daftar panjang misteri hidupnya sendiri yang hampir tak bisa dia singkapkan.

"Ini tidak benar. Ayahku bukan Herman Duta Hartawan. Namaku bukan Helios. Aku Ardiandana." Ardi menguatkan hati, menatap Halim.

Halim mencondongkan badannya mendekat ke arah Ardi. "Kamu memilih menjadi Ardiandana, pria miskin yang putus asa dan mencoba bunuh diri terjun ke sungai, atau kamu mau menjadi Helios Hartawan dan tinggal di mansion mewah serta punya segalanya?"

Kalimat itu diucapkan dengan nada berat, menekan, dan menempatkan Ardi pada posisi harus memilih menjadi Helios. Ardi menelan ludahnya. Sekali lagi pertanyaan yang muncul di benaknya, dia sedang tidak bermimpi, bukan?

"Tapi, tapi itu semua tidak benar, Pak. Aku bukan Helios, aku Ardiandana. Ardi panggilanku." Ardi membalas tatapan Halim. "Kenapa aku harus jadi Helios? Helios yang sebenarnya di mana? Mana Tuan Herman Hartawan? Apa ini semua rekayasa? Sebuah skenario film?" 

Halim menarik badannya kembali tegak. Senyum tipis muncul di bibirnya. "Aku senang kamu menanyakan itu. Ya, ini sebuah skenario. Skenario yang harus dilakukan Tuan Herman demi menyelamatkan banyak nyawa dan masa depan anak-anak sederhana seperti kamu."

"Aku tidak mengerti," sahut Ardi. Semakin lama Ardi merasa Tuan berkumis itu semakin misterius.

"Tuan Muda Helios. Biasakan dirimu dengan panggilan itu." Halim berkata tegas. "Begitu kamu keluar dari pintu kamar ini, siapa pun yang bertemu denganmu akan menghormati kamu sebagai Tuan Muda. Kubur Ardi dalam-dalam, aku akan mengajari kamu menjadi Tuan Muda yang patut meneruskan perjuangan ayah kamu yang sedang terancam."

Ardi memegang kepalanya. Dia pejamkan mata, mencoba mengerti semuanya. Sayangnya yang ada hanya kebingungan yang semakin dalam. Ardi ingin semua jelas, dijabarkan dengan gamblang, bukan sepenggal-sepenggal yang membuat dia seperti orang bodoh.

Dengan keras Ardi menggeleng-geleng, lalu memukul-mukul kepalanya. Dia berharap semua ini mimpi dan dia segera bangun. Siapapun dia berharap dapat menolong Ardi sadar dan kembali pada hidupnya.

"Kamu tidak sedang bermimpi, Tuan Muda. Ini kehidupan kamu yang akan kamu jalani. Tidak masalah jika semua ini belum kamu pahami, aku akan beri kami waktu menenangkan diri." Halim menatap dalam-dalam pada dua mata kuyu dan tegang Ardi.

"Istirahat saja malam ini. Besok pagi kita akan bicara lagi sambil sarapan." Halim memutuskan.

"Bapak mau pergi? Lalu aku?" Ardi bertanya sambil merasakan di dadanya ada degupan kencang mulai menerjang. Kalau kedua pria itu pergi, Ardi ditinggalkan dalam kamar sendirian. Apa yang bisa dia lakukan?

"Kamu jangan takut dan kuatir, Tuan Muda. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu tinggal panggil pelayan saja. Mereka akan siap menolong segala keperluan kamu, dua puluh empat jam," kata Victor menjawab kegelisahan Ardi.

"Aku tidak mau ditinggalkan di sini tapi tidak mengerti apa yang terjadi. Yang Bapak katakan tadi masih membingungkan. Jelaskan sebenarnya ada apa? Kenapa aku yang kalian culik?" Ardi tidak mau kedua pria itu pergi sebelum mereka memberikan penjelasan yang gamblang padanya.

"Tuan, boleh aku yang menjawab pertanyaan Tuan Muda Helios?" Victor bertanya sambil matanya tetap tertuju pada Ardi.

Halim mengangguk.

Pria itu menarik badannya hingga bersandar pada sandaran kursi. Kedua tangan dia lipat di depan dada, mempersilakan Victor memberikan jawaban untuk Ardi.

Victor memandang Ardi. Entah kenapa pemuda itu tidak segera membuka mulut dan berbicara. Ardi mengerutkan kening hingga hampir menyatu, tidak sabar mendapat penjelasan yang dia butuhkan. Sementara degupan kencang di dada Ardi kembali menguat.

"Tuan Herman Duta Hartawan. Mungkin kamu belum pernah mendengar nama Tuan Besar. Dan pasti belum tahu seperti apa wajahnya. Tapi simak baik-baik yang aku akan katakan padamu, Tuan Muda." Akhirnya Victor memulai.

Halim duduk dengan tenang, dengan posisi yang sama. Sedangkan Ardi, dia makin tegang saat Victor mulai bertutur kata.

"Dia seorang pekerja keras yang tidak kenal lelah sejak muda. Sekalipun lahir dari keluarga sederhana, dia mampu menjadi pria hebat. Dia punya holding company yang bergerak di bidang property dan fashion. Dia punya sekolah dan rumah sakit juga yang terus berkembang." Kisah berlanjut.

Ardi mendengar dengan cermat. Dia sama sekali tidak tahu dan tidak pernah mendengar tentang Tuan Herman Hartawan. Seperti apa dia? Tapi dari cerita singkat itu, tampaknya dia orang hebat. Lalu, hubungannya dengan Ardi apa?

"Sayangnya, kesuksesan dia tidak sejalan dengan kehidupan pribadinya. Dia tidak punya keturunan langsung untuk meneruskan semua yang dia punya. Tapi dia harus punya pewaris." Kalimat itu diucapkan dengan lebih tegas oleh Victor.

Detak jantung Ardi makin kencang. Sesuatu bergerilya di kepalanya. Tetapi justru membuat Ardi takut. Victor mengutak-atik ponselnya lalu dia tunjukkan sebuah foto di depan Ardi.

"Ini Tuan Herman Hartawan," ucap Victor.

Mata Ardi melotot lebar melihat wajah pria yang terpampang di sana! Rasanya Ardi tak percaya melihat gambar yang tampil di layar ponsel Victor. Seorang pria yang sangat mirip dengan dirinya, Ardiandana Krisnadi.

"Ini Tuan Herman?" tanya Ardi dengan mata tak berkedip.

"Ini foto Tuan Besar saat masih muda. Ini fotonya yang terakhir," jawab Victor. Dia menggeser gambar pertama dan muncullah foto yang lain.

Yang tampak di layar, foto seorang pria berusia lebih dari setengah baya, kurus dan terlihat pucat. Ada kerutan di wajahnya di sela senyum tipis yang dia urai. Rambutnya sudah sangat tipis berbeda dengan foto sebelumnya. 

Walau begitu kemiripan di antara Tuan Herman dan Ardi masih bisa ditemukan. Dada Ardi makin berdebar kuat. Panas menjalar di tubuhnya, sedang tangan dan kakinya terasa sangat dingin. 

Ini gila! 

Kalau benar yang dia pikir bahwa dia dijadikan anak Tuan Herman, ini gila!

"Bagaimana kamu mulai paham sekarang, mengapa aku membawa kamu ke sini? Dan mengapa kamu yang aku culik?" Halim bicara masih dengan posisi duduk yang sama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Tuan Muda Sejati   Extra Moment - Part 2

    Pesawat mendarat dengan lancar di kota tujuan. Satu per satu penumpang turun dari pesawat. Di antara mereka tampak Helios dan Violetta. dan satu lagi yang ikut dengan mereka, Herman. Juga didampingi satu pelayan yang akan membantu keperluan Herman jika diperlukan. Berempat mereka mendarat di kota kelahiran Helios, Semarang. Tetapi mungkin lebih tepat dikatakan kota kelahiran Ardiandana Krisnadi. Hari itu, apa yang Helios rencanakan akhirnya bisa dia wujudkan. Dia datang ke Semarang untuk berziarah ke makam ibunya. Dia sudah bertemu ayah kandungnya, yang ternyata pria kaya raya dan baik hati. Bahkan saat ibu Helios mengandung kala itu, Herman masih seorang pengusaha muda yang baru meniti karir. "Apa yang kamu rasakan, Hel?" Violetta bertanya pelan di dekat Helios sementara mereka sedang menuju ke hotel untuk beristirahat setelah meninggalkan bandara. "Penuh. Rasanya campur-campur, di sini." Helios memegang dadanya. " Lebih satu tahun aku pergi. Kembali melewati jalan-jalan ini, semu

  • Sang Tuan Muda Sejati   Extra Moment - Part 1

    "Hel! Helios!" Helios tersentak mendengar panggilan keras itu. Dia segera bangun dan duduk. Tampak Violetta berlari menghampiri Helios yang masih belum hilang dari rasa kaget.Violetta naik ke ranjang, duduk di depan Helios. Mata Violetta menatap dengan berbinar pada Helios yang akhirnya mendapatkan kesadaran sepenuhnya."Ada apa?" tanya Helios."Kita ketemu papa hari ini," kata Violetta penuh semangat tapi juga tegang."Papa?" Helios melotot. "Papa nyusul ke sini? Ini bulan madu kita.""Bukan. Salah." Violetta menggeleng-geleng dengan keras. "Bukan Papa Herman. Papaku.""Papa kamu?" Helios kembali harus memberi waktu loading pada otaknya."Ahh, Pieter. Papaku waktu aku kecil." Kembali Violetta menjelaskan."Ooh, oke ..." Helios mengerti yang Violetta maksud. "Serius dia mau ketemu kamu?""Ya." Kali ini Violetta mengangguk dengan tegas. "Awalnya aku ga yakin, tapi ternyata dia mau. Makan siang di resto ... ini ..." Violetta menunjukkan nama dan lokasi tempat Violetta akan bertemu Pie

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 133. Finally, Tuan Muda

    "Kenapa? Kenapa kamu melihat aku seperti melihat orang aneh?" ujar Herman sambil memandang Helios lagi."Papa restui aku dan Violetta?" Berdetak lebih kuat jantung Helios ketika mengucapkan itu."Vio, mendekatlah kemari." Sekali lagi Helios meminta Violetta datang di sampingnya.Dengan tatapan bingung, Violetta melangkah mendekati Herman."Kamu sungguh-sungguh sayang anakku?" tanya Herman.Pertanyaan itu diucapkan lembut, tidak ada nada sinis atau tidak suka. Benar-benar pertanyaan yang memang ingin tahu yang sebenarnya.Violetta hampir tidak mampu menahan air matanya. Segala kemelut di dadanya seolah-olah perlahan terurai.Helios yang ada di seberang Herman, memperhatikan Violetta. Menunggu jawaban gadis itu."Ya, Om. Aku sayang Helios." Suara lembut Violetta akhirnya terdengar. "Buat anakku bahagia di hidupnya. Kamu bisa?" tanya Herman lagi, dengan nada suara yang sama.Pertanyaan itu langsung membuat air mata Violetta tak bisa dibendung. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya. Di

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 132. Gertakan Tuan Besar

    Dua pasang mata di depan Herman menatap padanya. Sudah pasti Helios dan Violette menunggu kalimat berikut yang akan Herman ucapkan. Tetapi muncul sedikit cemas, kalau sampai emosi Herman naik, jantungnya bisa bermasalah lagi."Aku sudah mendapatkan penyelesaian dari semua kemelut yang selama ini membuat hidupku terasa sangat rumit dan menekan." Lebih tegas Herman bicara, meskipun tetap terdengar tenang. "Maksud Papa?" Helios menegakkan punggung. Dadanya tiba-tiba berdegup kuat. Yang dia takutkan jika Herman tidak akan menerima Violetta di mansion karena Siska sudah tidak ada lagi sebagai anak angkat keluarga Hartawan. "Masalahku yang utama adalah aku perlu penerus untuk keluargaku. Aku ini sudah tua dan sakit-sakitan." Herman kembali melanjutkan menikmati makanannya. Helios dan Violetta memperhatikan setiap gerakan Herman. Herman mengangkat wajahnya, dan mengarahkan pandangan pada Violetta. Lalu dia menoleh ke arah belakangnya. Ada pelayan pengganti Erma berdiri beberapa meter di

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 131. Semua Sudah Selesai

    Herman menanyakan Violetta. Ini benar-benar kejutan. Helios menaikkan kedua alisnya menatap Herman."Aku lihat dia sedang sedih, Helios. Di mana dia?" Herman menegaskan lagi.Helios semakin terkejut. Dari mana Herman tahu jika Violetta sedang bersedih? Tapi memang itu kenyataannya."Aku telpon dia. Aku akan minta dia ke sini." Helios mengeluarkan ponsel dan mencari nomor kontak Violetta.Dering panggilan Helios beberapa kali, tetapi tidak ada respon. Helios mencoba lagi, hingga kali ketiga baru Violetta menerima panggilannya."Hel ... mama ... mama sdh pergi, Hel ..." Terbata-bata sambil menangis Violetta berkata."Apa?" Refleks kata itu yang Helios ucapkan."Hel ... aku, aku ..."Helios menatap Herman. Ini kesedihan yang Herman maksud. Herman tahu kalau Violetta sedang sedih."Pa, aku temui Vio." Helios berkata dengan pandangan datar, sedikit nanar.Victor memperhatikan ekspresi yang tiba-tiba berbeda."Ya, pergilah." Herman mengangguk.Helios mendekati Victor dan berbisik,"Tante Sis

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 130. Selamat Jalan, Selamat Datang

    Violetta masuk kamar Siska. Wanita itu kembali menggunakan alat bantu pernapasan dan kondisinya tiba-tiba sangat lemah. Namun, kesadarannya masih ada. Dia memandang Violetta dan mengulurkan tangan kirinya yang gemetar.Violetta mendekat dan memegang tangan kiri Siska. Hatinya sangat sedih. Melihat ibunya berjuang untuk bernapas, Violetta tidak tega."Kamu ... Vio ..." Siska memaksa diri bicara.Violetta mendekat ke dekat wajah Siska agar bisa mendengar yang Siska katakan."Baha ... gia ... Jangan ... ja ... ngan, se ... dih." Semakin pelan terdengar tapi masih dapat Violetta tangkap.Mendengar itu begitu saja air mata meluncur di mata Violetta. Dia mengangkat muka dan memandang Siska. Mata Siska terus menatap pada Violetta. Lemah dan redup, sayu dan semakin berat."Mama, aku pasti bahagia. Aku janji." Violetta berkata sambil berusaha menahan diri agar tidak menangis.Mata Siska tampa makin berat. Senyum kecil di ujung bibirnya. Sedang napasnya semakin berat. Dia mulai tersengal-sengal

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 129. Klarifikasi Tuan Muda Hartawan

    Halim dan Victor bertindak. Niat Helios ingin meluruskan postingan Siska segera mereka tanggapi. Halim membantu Helios menata apa-apa yang perlu Helios katakan di publik dan bagian mana yang cukup menjadi konsumsi pribadi saja.Sedangkan Victor, dia memanggil tiga media yang cukup dikenal dan kredibel untuk ikut membuat video ketika Helios membuat pernyataan. Ini sengaja dilakukan, langsung dengan media, bukan video yang siap ditayangkan setelah lewat proses editing dan lain-lain.Tetap sangat dibatasi berapa dari pers yang bisa datang, karena lokasi dilakukan di rumah sakit. Dua hari persiapan maka rencana dijalankan. Saat memulai Helios sangat tegang. Violetta, Halim, dan Victor juga sama."Hel, good luck. Thanks for all." Violetta mengatakan itu sepenuh hati dan juga menyemangati Helios.Helios mengangguk lalu berjalan ke kursi yang disiapkan untuknya. Pengambilan gambar dilakukan di taman yang tidak jauh dari tempat Herman dirawat."Hari ini, meskipun bukan yang aku inginkan, aku

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 128. Napas Terakhir

    Helios dengan cepat berdiri. Violetta menatap padanya dengan mata berkaca-kaca. Helios melangkah mendekat. Seketika tangis Violetta pecah. Dalam dekapan Helios, gadis itu melepas penat yang begitu menekan dirinya."God, thank you, You bring her back." Lirih Helios bicara. Dengan kuat dia peluk Violetta. Helios mau membuat Violetta tenang, yakin, Helios akan mendukung dan mendampingi dirinya. Pelukan ini yang Violetta butuhkan. Pelukan cinta tulus untuknya. Apapun keadaannya, cinta itu akan tetap ada. Tanpa tujuan lain, tanpa motivasi apa-apa, selain karena sayang."Terima kasih kamu mau balik. Terima kasih, Vio." Lembut sekali Helios bicara. Terasa rasa lega yang begitu besar dari nada suara Helios.Victor memandang keduanya. Begitu rumit yang terjadi di sekeliling mereka. Cinta mereka diuji berulang kali dengan banyak hal yang jika dipikir tidak harus mereka lalui. Mengingat kisah cintanya sendiri dengan Donita, yang Helios dan Violetta hadapi masih lebih berat."Aku mau lihat mama

  • Sang Tuan Muda Sejati   Bab 127. Tidak Tahu Lagi

    Violetta menoleh ke arah gerbang menuju pesawat. Petugas menunggu dengan senyum ramah. Para penumpang satu per satu masuk ke sana.Violetta berdiri. Dia menarik napas dalam. Ada perasaan campur aduk di dada. Dia akan pergi atau kembali. Hatinya bergelut luar biasa. Violetta hanya ingin tenang, lelah dengan semua carut marut yang menekan hidupnya. Setiap berurusan dengan ibunya, hanya luka dan pedih yang dia dapatkan. Jika dia pergi, semua akan selesai. Tapi, apakah dia sejahat itu sebagai anak? Lalu, Helios? Apakah Violetta juga tega membiarkan Helios menghadapi semua sendiri?"Vio, please ..." Terdengar sendu suara Helios. "Aku sayang kamu. Aku mau kita sama-sama. Aku janji akan bilang papa kalau aku akan-"Klik. Violetta mematikan panggilan Helios. Dia masukkan ponsel ke dalam tas, lalu berjalan cepat meninggalkan ruang tunggu dan pergi keluar. Violetta mencari taksi. Dia akan kembali. Dia tidak akan membiarkan Helios menyelesaikan kekacauan yang dibuat oleh ibunya.Bagaimanapun, s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status