Bab 4
Rendi menahan Cindy dan menenangkannya seraya tersenyum. Bukan hanya Cindy yang ingin segera menyatukan diri mereka, dia juga merasakan desakan yang sama tapi ia sudah memutuskan, tidak mau melepas Cindy begitu saja. Dia menginginkan Cindy. Bukan hanya untuk malam ini saja, tapi untuk selamanya! Karena itu ia memutuskan, tidak mau terburu-buru menyelesaikan apa yang telah mereka mulai bersama malam ini. Ia ingin Cindy hanya menginginkannya dan ia bertekad untuk memberikan kenikmatan yang bertubi-tubi kepada Cindy agar setelah ini mereka bisa menjalin hubungan yang lebih serius lagi. Dengan cepat, ia menanggalkan celana dalam Cindy dan tersenyum sambil menatap mata Cindy yang saat ini sedang memohon padanya. “Bersabarlah, Cintaku,” kata Rendi sambil menciumi tubuh Cindy dengan lembut dan mulutnya turun tanpa meninggalkan tatapan matanya ke arah Cindy yang tampak sedang menanti kejutan darinya. Dengan lembut ia membuka kedua paha Cindy dan membelai intisari kewanitaan Cindy dengan mulut dan lidahnya.Mira tersekat tapi tidak menahan Peter. Ia memutuskan untuk mempercayai apapun yang Peter lakukan kepadanya. Ia menggelinjang dan mengerang seraya meremas rambut Peter karena merasakan sensasi yang begitu nikmat melanda ke dalam dirinya. Ia mengerang seraya mendesah karena merasakan kenikmatan yang lebih saat mulut Peter menari dan mencumbu inti sari kewanitaannya.Rendy tersenyum puas sambil terus memperhatikan ekspresi Cindy yang membuatnya bertambah bergairah dan berlama-lama memuaskan Cindy dengan belaian mulut dan lidahnya dengan tempo yang semakin dipercepat. “Kau sangat indah dan manis, Cintaku,” erang Rendy berusaha memberi dorongan lebih kepada Cindy untuk bisa meraih klimaks pertamanya dengan bantuan mulut dan lidahnya.“Ini, …!” kata Mira tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia hanya bisa mengerang seraya menelan air ludahnya dengan susah payah sambil terus menikmati apa yang Peter lakukan kepadanya. “Ini sangat luar biasa, Yah, Tuhan, Peter! Aku sangat menyukainya, tolong jangan berhenti!” pinta Mira tanpa malu-malu semakin membuka diri agar Peter bisa lebih menjelajah masuk semakin dalam ke inti sari kewanitaannya.“Rendi tersenyum dan menjawab kebutuhan Cindy dengan semakin bersemangat. Ia tidak berhenti mencumbunya sampai Mira terus bergerak dan terlena dengan apa yang ia lakukan saat ini.“Ini gila, Peter!” erang Mira sambil meremas bantal kepala. “Apa yang kau lakukan saat ini sungguh membuatku melayang dan aku tidak ingin kau berhenti membuaiku!” seru Mira sambil menikmati sensasi yang semakin menguasai dirinya.Hati Rendi mencelos saat menyadari kalau nama Peter-lah yang meluncur dari mulut Cindy. Ia merasa menyesal kenapa menggunakan nama orang lain saat berkenalan dengan Cindy! Seharusnya ia mengatakan namanya yang sebenarnya! keluhnya merasa menyesal dalam hati. Tapi meralatnya saat ini bisa membuat semuanya jadi berantakan karena itu Rendi memutuskan hanya meneruskan semuanya sampai Cindy mendapatkan klimaks pertamanya. Ia akan mengatakan semuanya besok pagi saat mereka sudah tidak mampu dipisahkan!Mira mengerang tertahan saat gelombang kenikmatan itu melambungkan jiwanya ke awan-awan, sensasinya tinggal begitu dalam dan sangat menyenangkan dirinya hingga lemas tapi tersenyum seraya mengatur napasnya yang terengah-engah karena bahagia. “Ini, luar biasa!” serunya tanpa merasa malu mengakuinya di hadapan Peter. “Terima kasih,” kata Mira sambil mengelus Peter yang bergerak naik ke atasnya.Ia merasa sangat bangga bisa membuat Cindy merasakan klimaks yang memuaskan saat ini. “Apa kau menyukainya?” tanya Rendi sambil mengelus wajah Cindy yang terlihat langsung berseri-seri dan masih terlena dengan sensasi yang melandanya saat ini.“Sangat! Yah, Tuhan! Sejak Suamiku meninggal, sudah lama aku tidak pernah merasakan klimaks seindah ini, demi Tuhan, Peter! Kau sungguh …,” kata Mira sambil menggapai wajah Peter sambil terengah senang. “Luar biasa, kau sungguh luar biasa,” tambahnya lagi sambil tersenyum bahagia. Mira mengerang lagi sambil merapatkan kedua pahanya karena gelombang klimaks itu belum berhenti melandanya saat ini. Ia begitu bahagia karena bisa merasakan sensasi yang begitu menyenangkan dan melambungkan jiwanya secara bertubi-tubi seperti saat ini.“Aku juga merasakan hal yang sama denganmu, Cin. Gairah ini, sensasi ini! Belum pernah kurasakan sebelumnya!” kata Rendi mengakuinya. “Yah, Tuhan, Cin! Maaf, tapi aku tidak tahan lagi. Aku ingin segera menyatukan diri denganmu. Aku benar-benar tidak tahan kalau harus menundanya lagi! Apa yang harus aku lakukan!” seru Rendi yang sebenarnya ingin menunggu sampai Cindy selesai merasakan sensasi klimaks pertamanya.Mira tersenyum seraya menggeleng. Ia mengelus wajah Peter dengan berani. “Aku juga!” sahut Mira dengan cepat dan jujur. “Aku juga ingin kau segera menyatukan diri denganku, jangan ditunda! Jangan ditunda lagi, kumohon!” kata Mira memberikan dorongan kepada Peter untuk menyatukan diri dengannya.Rendy mengelus dan menciumi wajah Cindy yang sedang memandanginya dengan tatapan yang sudah terpuaskan tapi masih ingin mereguk lebih. “Terima kasih, terima kasih, Sayangku,” kata Rendy tersenyum sambil melepas celana boxer-nya dan segera menyatukan diri ke dalam inti sari kewanitaan Cindy.Bab 21Mira menggeleng dan segera menarik diri, menjauh dari Peter. “Peter, maaf …” katanya merasa tidak bisa memaksakan perasaannya lagi. Ia telah mencoba tapi ia tidak bisa merasakan getar yang sama seperti yang ia rasakan pada malam itu! Apa perasaannya muncul hanya karena efek obat yang diberikan teman-temannya malam itu? Apa benar hatinya benar-benar telah mati? tanya Mira merasa sedih dalam hati.Peter mengamati situasi dan segera menenangkan Mira. Ia menarik senyumnya dengan hati-hati dan lembut lebih mencoba untuk menghibur dirinya sendiri. “Tidak apa, …” kata Peter berusaha mengerti situasi yang terjadi tapi tidak berniat melepas “Peter, aku mengundangmu ke sini ...," kata Mira sambil mengatupkan bibirnya merasa tidak enak meneruskan ucapannya tapi ia harus melakukannya."Katakanlah," ucap Peter menenangkan Mira yang terlihat gugup saat ini. "Aku mau meminta maaf atas apa yang terjadi pada malam itu, teman-temanku …” kata Mira lagi berusaha memberitahu Peter tentang kenakal
Bab 20 Karena tidak bisa menghubungi Mira, akhirnya Rendi menghubungi Peter dan mengumpatnya tanpa ragu. “Apa yang kau lakukan? Kau tahu Mira milikku!” Peter tersenyum ke arah Mira lalu berdiri dari tempatnya duduk. Ia permisi untuk menerima telepon dari Rendi di halaman samping agar Mira tidak bisa mendengar teriakan Rendi di ponselnya. “Sabar Bung,” sahut Peter sambil menertawakan keberuntungannya. Ia menatap ke arah Mira yang sedang berkonsentrasi menyiapkan makan siang untuk mereka berdua. Rendi mengumpat Peter dengan kesal. Peter menenangkan Rendi sambil menahan emosinya. “Nyatanya kau dan Mira hanya terlibat cinta satu malam. Kalian tidak berpacaran sampai sekarang, jadi jangan salahkan aku kalau sekarang Mira lebih memilihku di banding melanjutkan pertualangan kalian. Semua itu hanya kebetulan dan tidak perlu diambil serius, Ren. Aku saja pacarnya sekarang tidak mengambil serius tentang cinta satu malam kalian itu ...” Rendi mengumpat Peter dengan penuh kemarahan. “Peter,
Bab 19 Matias menghela napas lega saat masih sempat bertemu dengan nyonya kesayangannya, Mira. “Nyonya," sapanya sambil terengah. "Tadinya saya pikir anda sudah pergi,” lanjutnya di sela engahannya. Rendi menatap tidak suka ke arah pria muda yang menyapa Mira dengan wajah berseri-seri. Sudah dipastikan kalau mereka memiliki hubungan yang sangat akrab. “Sebentar lagi, saya akan pergi. Cepatlah makan di dalam.” Matias menggeleng. Ia ingin berbincang dengan nyonya kesayangannya sebelum beliau pergi. “Saya sudah makan, ini …” “Ini investor di proyek terbaru perusahaan,” jawab Mira memperkenalkan mereka berdua. Matias dan Rendi dengan enggan mengulurkan tangan dan menyebutkan nama mereka masing-masing. Mira mengamati keanehan yang sangat terasa di depannya ini. Kenapa mereka begini? tanya Mira dengan heran dalam hati. “Apa Nyonya sudah selesai? Saya akan mengantar anda pulang seperti biasanya.” Rendi mendehem dan segera maju untuk menghalangi Matias mendekati Mira. “Dia bersamaku,
Bab 18Rendi tidak menyangka kalau Mira ternyata sangat donatur sekali! Dia bukan hanya sekedar menyumbang ke yayasan panti asuhan yang dimiliki suster Margareta tapi dia juga rela memberikan ladang emas kepada yayasan yang dikelola oleh para suster yang sedang menyambut kedatangan Mira dengan wajah penuh antusias. “Kau membangun sekolah. Berinvestasi?” tanya Rendi merasa Mira telah dimanfaatkan secara tidak sadar!Suster Margareta segera menggeleng dan mewakili Mira menjawab pertanyaan rekan bisnisnya ini. “Seharusnya seperti itu tapi Nyonya Mira tidak pernah mau menerimanya dan meminta kami terus mengelolahnya hingga menjadi besar seperti ini.”Well hal ini sangat tidak biasa dilakukan seorang pengusaha kepada sebuah yayasan panti asuhan! Bisa dikatakan, mereka sangat beruntung bisa bertemu donatur yang jenius seperti Mira! rendi merasa ada sesuatu yang salah di sini tapi ia belum tahu apa itu!Ia mengira mereka akan meminta sumbangan lagi kepada Mira tapi nyatanya tidak demikian.
Bab 17“Apa ini pertemuan bisnis?” sindir Rendi sambil menatap dingin ke arah Mira dan Aldo.Mira berpura-pura polos dan menanggapi sindiran Rendi saat ini. “Tentu, kenapa bertanya?” sahutnya dengan sikap yang profesional.“Kau membawa …”“Aldo di sini sebagai direktur marketing. Tentu dia harus hadir dalam pertemuan ini, bukan? Dia yang akan menjadi ujung tombak usaha ini, Pak Rendi.”Rendi kembali menanggapi dengan tatapan sinis dan mengangguk-angguk seakan bisa menerima penjelasan Mira dan sudah bisa menebak apa yang dilakukan Mira saat ini! Ia berbisnis tapi tidak mau meninggalkan kesenangannya apalagi dia mungkin tahu kalau putranya tidak menyetujui hubungannya dengan kekasih mudanya ini.“Direktur marketing, well oke. Kalau begitu silahkan dimulai!”Stevanus buru-buru memberi isyarat kepada sekretarisnya untuk menghidupkan layar sentuh dan memulai presentasinya.Sepanjang presentasi Rendi lebih banyak memperhatikan Mira dan Aldo dibanding penjelasan yang diberikan Stevanus kepad
Bab 16 Hati Mira resah menantikan pertemuannya dengan Rendi besok pagi. Ia bingung dan menjadi gugup ketika sampai di rumahnya. Sendiri tanpa Bastian yang sudah kembali ke dalam apartemennya. Ia merenung merasa tidak nyaman dengan perasaan asing yang menguasai jiwanya saat ini. Kenapa dia bisa merasakan ketertarikan yang luar biasa terhadap Rendi? tanya Mira sambil menuangkan cairan sampanye dalam gelas kristalnya.“Ada apa dengannya?!” pekik Mira merasa tidak mengerti apa yang terjadi padanya saat ini. Ia menyesap sampanyenya dan berharap minuman itu bisa menenangkan syaraf-syarafnya yang tegang. Entah kenapa perasaan bersalah menderanya saat teringat tatapan Rendi saat tangan Aldo secara tiba-tiba merangkul pinggangnya! Mira menggeram seraya meremas wajahnya. “Anak Nakal itu! Kenapa dia melakukannya!” erang Mira malah menyayangkan hal itu!“Perasaan apa ini?” tanya Mira merasa tidak mengerti dengan perasaan yang sedang menderanya saat ini. Sebenarnya ta