Share

Gagal Melarikan Diri

"Papa mencari kamu ke mana-mana. Papa cemas kamu nggak pulang semalam."

"Awas, Om, aku mau lewat. Jangan ganggu aku," ucapku mencoba lewat dari depannya. Aku tidak sudi memanggilnya Papa setelah kebiadabannya kemarin.

"Om? Kenapa memanggil Papa begitu? Jadi kamu nggak menganggap Papa sebagai papamu lagi?"

"Nggak akan setelah perbuatan Om kemarin," desisku dingin.

"Ya sudah, terserah kamu. Papa juga senang dipanggil Om, malah kesannya lebih mesra." Dia terkekeh yang membuatku jijik. "Om minta maaf atas kejadian kemarin. Om nggak sengaja, Vio. Om lagi mabuk. Om nggak tau kalau itu kamu. Sekarang kita pulang ya, ada kenalan Om yang bisa membantu kamu ngasih pekerjaan."

Pekerjaan? Aku menyipit tak percaya. Pasti ini akal-akalannya saja.

Oh wait, apa ini ada hubungannya dengan Rita? Apa keduanya bersekongkol untuk menjebakku sehingga aku bertemu dengan Om Hendra di sini?

Tega sekali dia padaku. Aku pikir Rita benar-benar bisa kupercaya.

"Aku nggak butuh kerja, Om. Permisi, aku mau lewat. " Aku mencoba menerobos ‘pagar’ Om Hendra. Tapi dia mencekal tanganku yang membuat tubuhku menggigil ketakutan.

"Kamu nggak akan bisa ke mana-mana, Vio. Ayo pulang sekarang!"

"Nggak mau! Aku nggak mau tinggal sama bajingan kayak Om!"

Om Hendra tertawa mendengar ucapanku. Tawa mengerikan yang pernah ada.

"Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau pulang, tapi—" Om Hendra menurunkan pandangannya pada saku jeansku yang menggembung dipenuhi lipatan uang.

"Kamu pasti tahu maksudnya. Om butuh uang itu sekarang. Tapi ngomong-ngomong dari mana kamu dapat uang sebanyak itu? Kamu jadi simpanan sekarang? Iya?"

Aku mendengkus mendengarnya. "Kalau iya, Om mau apa?"

"Oooo, benar rupanya. Om malah suka. Itu artinya Om nggak perlu repot-repot kerja untuk kamu.” Om Hendra terkekeh lagi.

Hah? Kapan dia menghidupiku? Selama ini malah aku yang menghidupi dia.

"Om mau uang itu sekarang, Viola."

"Nggak akan. Ini bukan uang aku. Walaupun ini uang aku, aku nggak bakal kasih sama bajingan kayak Om!"

Om Hendra mulai kehabisan kesabarannya menghadapiku. Suaranya meningkat beberapa oktaf.

"Jangan paksa Om untuk berbuat kasar sama kamu, Viola!!!" ucapnya keras. Lalu sebelah tangannya turun mencoba menarik uang dari saku jeansku. Sementara tangannya yang lain masih mencekal lenganku.

"Lepasin aku, Om! Atau aku teriak!"

"Teriak aja yang keras, mereka nggak akan dengar." Om Hendra balas menakutiku.

Saat itu tempatku berada sekarang cukup sunyi. Tidak ada orang di sekitar kami.

Aku yang takut setengah mati menyentak tangan dengan keras lalu seperti kemarin menendang kemaluan Om Hendra dengan lututku. Refleks cekalannya terlepas. Dia mengadu kesakitan lalu membungkuk memegang bagian itu.

Aku berlari sekencang-kencangnya menuju parkiran. Tidak kupedulikan barang-barang belanjaan karena keselamatanku jauh lebih penting.

Dengan napas terengah aku mencari tempat bersembunyi. Hanya ada beberapa mobil di parkiran. Seharusnya tadi aku masuk ke supermarket, bukan ke sini. Tapi sudah terlambat. Om Hendra bisa menangkapku jika berbalik.

Aku juga tidak mungkin bersembunyi di balik mobil yang tidak seberapa karena akan begitu mudah ditemukan. Oh Tuhan, ke mana perginya petugas parkir yang biasanya lalu lalang mengatur kendaraan?

Mataku berlarian mencari tempat bersembunyi sampai aku melihat ruang kecil di sudut parkiran yang ternyata adalah toilet. Aku berlari ke sana lalu masuk ke dalamnya.

Napasku begitu sesak. Bukan hanya karena rasa takut Om Hendra akan menemukanku, namun juga karena berlari sekencang tadi. Tiba-tiba aku mendengar pintu digedor dengan keras dari luar yang membuat jantungku hampir meloncat dari rongganya.

“Viola, buka pintunya! Om tau kamu ada di dalam!”

Ya Tuhan,dia menemukanku. Bagaimana ini?

“Viola!!! Buka pintunya sekarang atau Om dobrak!!!”

Aku menyandarkan punggung ke pintu, mencoba menahannya walau aku yakin dengan badannya yang besar dan tenaga kudanya Om Hendra mampu membuat pintu ini lepas dari tempatnya.

Dengan ketakutan aku mengambil ponsel dari dalam saku. Tanganku gemetar mencari nama Kenzio. Aku meneleponnya.

Satu kali, dua kali, hingga lima kali panggilanku tidak dijawab. Air mataku jatuh meleleh di pipi. Sementara Om Hendra di luar sana semakin mendesak.

“Buka pintunya, Viola!!!”

Punggungku merasakan getaran saat dia menggedor pintu dengan sangat keras.

Ponsel masih menempel di telingaku. Berharap Kenzio menjawab.

“Iya, ada apa, Vio?” suara itu akhirnya terdengar. Kenzio menjawab panggilan dariku.

“Kenzio, tolong aku. Aku dikejar Om Hendra,” laporku panik setengah menangis.

“Om Hendra siapa?"

"Dia ayah tiriku."

"Sekarang kamu di mana?"

"Di Megantara, di parkiran basement, di dekat supermarket. Aku di toilet pa—" Sambungan terputus tiba-tiba sebelum aku selesai memberitahu posisiku pada Kenzio. Aku benar-benar menangis kali ini. Aku yakin satu kali dobrak lagi pintu toilet akan terbuka.

"Viola!!! Buka! Om nggak segan-segan mendobrak pintu ini kalau kamu masih keras kepala!" Suara Om Hendra kembali menggelegar.

Aku memeluk diri ketakutan. Ke mana orang-orang? Di mana petugas parkir, pengelola mall atau siapa pun itu? Kenapa tidak ada yang tahu kejadian ini? Apa mereka nggak dengar ada orang berteriak?

Saat aku masih berpikir, satu tendangan keras menghantam pintu. Aku terhuyung dan hampir jatuh mencium lantai.

Om Hendra benar-benar merealisasikan perkataannya. Dia berhasil mendobrak pintu dan menangkapku. Dia menarik tubuhku lalu menyandarkanku ke dinding lalu mengunci hingga aku terperangkap tidak bisa ke mana-mana.

"Tau sendiri kan akibatnya sekarang?" Bentakannya yang keras memekakkan telinga. "Kasih uangnya!"

"Jangan, Om, jangan ambil, ini bukan uangku." Aku merapatkan kedua kaki menyembunyikan bagian saku.

"Jangan bohong kamu. Kasih uang itu sekarang. Atau kamu mau Om yang ambil sendiri di sana?" Om Hendra memandang ke bawah lalu melirik nakal pada kewanitaanku. Tubuhnya semakin merapat mendekatiku, mengunci pergerakanku dalam kungkungannya.

“Tolooonggg!!! Tolong sayaaa!!!” Aku berteriak sekeras yang kubisa dengan tubuh menggigil ketakutan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status