Keesokan harinya… Claire memarkir mobilnya di halaman kampus, tetap beraktivitas seperti biasa seolah tidak terjadi apapun saat weekend kemarin. Tidak boleh ada satu orang pun yang tau tentang apa yang terjadi padanya. Termasuk Nick, sahabatnya. Claire keluar dari mobil dan berjalan santai menuju kantin. “Claire!” panggil Mia dengan suara senyaring toa masjid. “Kenapa, Mi?” “Sabtu kemarin kamu kemana sih? Katanya mau ke toilet, tapi kenapa tidak kembali ke bar lagi?” selidik Mia penasaran. Ya, kemarin dirinya berencana ke rumah Claire untuk bertanya tapi mengurungkan niatnya, takut Claire curiga. Mia harus bersikap cerdik, jadi lebih baik menunggu hingga hari senin saat mereka bertemu di kampus meski rasa penasaran mendera hatinya. Tidak sabar ingin tau apa yang terjadi hingga Claire bisa lepas dari jebakannya. Bagaimana mungkin Claire yang sudah mabuk dan dibawah pengaruh obat perangsang bisa lolos dari jebakannya kan? Mia juga penasaran apakah Claire tau kalau dirinya yang
Nick mendesah frustasi saat Claire menyumpal mulutnya dengan cokelat, oleh-oleh yang baru saja ditolaknya. Claire bahkan tidak memberi Nick waktu untuk protes dan langsung mengomel dengan nada seperti orangtua yang sedang memarahi putranya. “Rasanya sama kan? Jadi tolong hargai pemberian gadis ini!” omel Claire membuat Nick memberengut kesal karena diomeli oleh Claire hingga membuatnya tidak bisa berkutik. Bagi Nick, ada dua orang wanita yang tidak bisa dibantah atau di lawannya, yaitu sang mommy dan Claire. Claire menoleh kepada sang gadis sambil tersenyum manis. “Jangan khawatir, aku pastikan Nick akan menghabiskan oleh-oleh darimu. Dia suka cokelat kok, apalagi Merlion chocolate adalah cokelat kesukaannya,” beritahu Claire. Setelah itu Claire menoleh dan menatap tajam Nick. Memberi perintah tanpa kata membuat pria itu hanya bisa mendesah pasrah. Tanpa perlu diucapkan pun, Nick tau apa yang Claire ‘perintahkan’ meski hanya melalui tatapan mata. Mereka sudah bersahabat lama, j
Claire berjalan melewati lorong selepas kuliah, hendak menuju parkiran dan pulang. Sendirian, tanpa Nick dan Mia karena kedua sahabatnya masih ada jadwal kuliah selanjutnya untuk mengejar ketertinggalan mereka karena semester sebelumnya terlalu sering bermalas-malasan. Beda halnya dengan Claire yang sudah dalam tahap skripsi hingga tidak memiliki terlalu banyak jadwal kuliah. Yang Claire inginkan saat ini hanya satu, tidur. Rasanya lelah saat harus berpura-pura terlihat normal meski pada kenyataannya dirinya sedang merasa frustasi karena apa yang terjadi beberapa malam lalu, saat kegadisannya terenggut tanpa dirinya sadari. Langkah Claire terhenti saat seorang pria yang membuatnya frustasi muncul tepat di hadapannya, menghalangi langkahnya. Rasa terkejut menguasai hati Claire, beruntung Claire dapat menguasai dirinya dengan baik. Claire beralih ke kanan, hendak melewati sang pria, namun pria itu malah sengaja menghalangi langkahnya. Berulang kali seperti itu hingga membuat Clai
Levin mengawasi kepergian Claire dengan tatapan tajamnya, tidak menyangka kalau Claire akan semarah ini padanya. Yah, walaupun itu adalah hal yang wajar. Siapa yang tidak marah saat keperawanannya direnggut oleh pria yang tidak seharusnya? Saat sedang tidak sadar pula. Tapi itu bukan salah Levin sepenuhnya karena pria mana yang tahan jika digoda oleh tubuh telanjang seorang gadis tepat di depan matanya kan? Apalagi Claire sangat menggoda dengan lekuk tubuh yang begitu menggiurkan membuat gairah kelelakiannya bangkit seketika! Jadi Levin tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya. Dirinya hanya mengambil apa yang Claire tawarkan meski gadis itu menawarkannya tanpa sadar! Benarkan? Tidak ada pria normal yang bisa menolak wanita cantik. Apalagi yang sedang telanjang bulat dan terbakar gairah di hadapannya, sambil mendesah pula, kecuali kalau pria itu gay! Dan Levin jelas tidak gay karena dirinya memiliki banyak bukti nyata. Bukti atas kepiawaiannya dalam memuaskan wanita. Bukti bahwa suda
Dua minggu kemudian di kampus… “Claire!” “Hei, Nick.” “Bagaimana skripsinya?” “Aman! Tinggal tunggu jadwal sidang,” balas Claire dengan senyum sumringah membuat Nick ikut tersenyum, seolah senyum gadis itu menular padanya. Nick mengacak-acak rambut Claire membuat gadis itu protes seketika. “Aduh! Kebiasaan deh! Suka banget bikin rambutku berantakan.” “Kamu sama sekali tidak berubah. Dari dulu paling kesal kalau rambutnya diacak-acak begini, tapi aku suka sih melihatmu kesal. Lucu dan menggemaskan, seperti anak kecil. Apalagi kakinya pendek, benar-benar mirip bocah!” ejek Nick membuat Claire semakin merajuk. Kesal karena dibilang pendek! “Sudah jangan merajuk, nanti aku belikan strawberry cheese cake ice cream sekotak besar,” bujuk Nick saat Claire tidak merespon ucapannya, tau pasti apa yang menjadi kelemahan sahabatnya karena sejak dulu Claire memang paling suka ice cream, terlebih strawberry cheese cake ice cream yang tidak mungkin bisa ditolaknya. “Dasar nyebelin!” sun
Rooftop kampus… “Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Claire ketus sambil melipat kedua tangannya di depan dada, wajahnya cemberut kesal. “Kenapa kamu menghindariku, Claire?” tanya Levin tanpa basa-basi. Ya, selama dua minggu ini Levin berusaha mendekati Claire, tapi wanita itu selalu bisa menghindar dengan luwes membuat Levin gemas! Padahal dirinya sudah bertekad ingin menaklukkan Claire, tapi bagaimana bisa berhasil kalau targetnya selalu menghindar kan? Jika begini terus, Levin bisa gagal sebelum bertindak! Jadi inilah yang Levin lakukan, sengaja menghadang Claire, tidak peduli meski wanita itu sedang bersama dengan Nick, pria yang tidak pernah jauh dari Claire. Setidaknya itulah yang Levin lihat setelah mengamati Claire selama beberapa minggu terakhir ini. “Aku tidak menghindar. Sejak awal kita memang tidak saling mengenal dan tidak perlu bertemu satu sama lain,” sarkas Claire. “Tapi setelah kejadian malam itu, otomatis kita sudah saling mengenal, bahkan kita sudah tidur
Pertanyaan Levin membuat Claire tersentak kaget, namun dengan cepat wanita itu menguasai dirinya dan menjawab ketus. Tidak ingin membuat Levin melihat kekacauan yang mendera hatinya hanya karena pertanyaan yang diajukan pria itu. “Jangan bicara sembarangan! Aku tidak akan hamil!” “Bagaimana kamu bisa begitu yakin? Kita melakukannya berulang kali, bahkan aku tidak pakai pengaman dan melepas benihku ke dalam rahim kamu, Claire!” Ucapan Levin membuat bulu kuduk Claire meremang. Rasa takut yang sempat dirasakannya beberapa waktu lalu kembali hadir. Padahal selama beberapa minggu terakhir Claire sudah berhasil mengenyahkannya, tapi ucapan Levin barusan membuat ketakutan Claire kembali muncul! Kurang ajar! Levin melepas cengkeramannya pada bahu Claire dan menyugar rambutnya dengan frustasi, berusaha menekan emosinya. Entah apa yang membuat Levin emosi seperti ini. Apakah benar hanya karena rasa bersalah? Atau karena Claire bersikap seolah yang mereka lewati malam itu tidaklah penting
Setelah rasa takutnya berangsur mereda, barulah Claire melangkah ke kantin, tempat dimana Nick menunggunya sambil makan dan bermain ponsel, mengabaikan sekitar. “Bagi donk!” serobot Claire tanpa rasa bersalah, mengambil alih sepiring batagor yang awalnya berada di hadapan Nick namun langsung disambar oleh Claire hingga beralih ke tangannya. Berganti pemilik dalam hitungan detik. “Kebiasaan deh! Main serobot aja. Kalau mau ya pesan sendiri donk. Lagian ini bukannya bagi, tapi ngerampok!” sungut Nick saat melihat batagornya sudah tandas tak bersisa dan beralih ke perut Claire, hanya tersisa bumbu kacangnya saja. “Ih, jadi cowok bawel banget sih? Pesan lagi aja, Nick. Sekalian aku juga mau 1 piring lagi,” pinta Claire membuat Nick terheran. “Yakin mau nambah? Biasanya kamu tidak suka dengan jajanan yang memakai bumbu kacang seperti siomay dan batagor, tapi kenapa sekarang jadi doyan?” selidik Nick, merasa heran dengan perubahan Claire yang mendadak. Bagaimana tidak heran kalau sa
Daddy Alex hanya mengangguk kecil meski didalam pikirannya berkelebat dugaan lain. Tapi biarkan saja, biar waktu yang membuktikan apakah dugaannya benar atau salah.Sementara itu Claire sibuk dengan pikirannya sendiri. Bertanya-tanya bagaimana respon Levin saat mengetahui kalau dirinya sudah tidak ada di Bali. Ya, tadi saat menitip pesan pada satpam, Claire dengan tegas mengatakan jika ada yang menanyakan keberadaannya lebih baik ucapkan kalimat keramat ‘tidak tau’.‘Bilang saja kuliah di luar negeri. Tidak tau dimana.’Itulah kalimat yang Claire ajarkan dan dirinya memang tidak memberitahu satpam kalau hendak pergi ke Melbourne. Sesuai rencana, yang tau tentang keberadaannya hanya daddy Alex, Nick dan Susan. Tidak ada lagi yang lain. Bahkan orangtua Nick pun tidak tau dan Claire yakin kalau Nick pasti akan menutup bibirnya rapat-rapat. Tanpa sadar Claire mendesah, mengingat kembali bagaimana perhatian Levin kepadanya. Jujur, selama beberapa hari ini, Claire me
Daddy Alex tertawa pelan. Memahami apa yang Claire maksud.Ya, setelah mengiyakan permintaan Claire yang ingin menetap di Melbourne, awalnya daddy Alex tidak mengatakan apapun, bahkan mencoba menghormati keinginan Claire yang ingin belajar hidup mandiri, tanpa bantuan darinya. Namun sebagai orangtua, tidak bisa dipungkiri kalau rasa cemasnya semakin pekat saat memikirkan Claire yang harus berada sendirian di negara asing, saat sedang hamil pula. Kehamilan pertama dimana putrinya belum memiliki pengalaman. Maka dari itu, tanpa sepengetahuan Claire, daddy Alex meminta Susan untuk menemani putrinya.Awalnya Susan memang bertanya-tanya, tapi pada akhirnya daddy Alex mengatakan dengan jujur apa alasan yang mendasari kepergian Claire. Daddy Alex masih ingat bagaimana respon Susan waktu itu, wanita itu hanya bisa menebah dadanya dengan kaget. Tidak menyangka kalau nona mudanya sedang hamil!Meski awalnya merasa berat karena harus meninggalkan putrinya, suami Susan sudah me
Claire memijat kepalanya yang mendadak pusing. Kata cemburu membuatnya sakit kepala. Bukannya apa, bukankah katanya cemburu adalah tanda cinta? Apa itu artinya Levin benar-benar mencintainya? Benarkah itu? Hanya Levin yang bisa menjawabnya.Claire enggan menebak-nebak. “Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Rasanya aku lelah dan ingin istirahat.”“Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, aku akan mengajak daddy Alex pulang. Ini adalah pesta orangtuamu, kamu tidak boleh meninggalkannya begitu saja, Nick.”“Apa kamu pikir daddy Alex mau diajak pulang sekarang saat dia sedang asyik berbincang dengan teman-temannya sambil ditemani alkohol?” tanya Nick, menunjuk ke arah daddy Alex yang sedang terbahak bersama daddy Edward dan yang lainnya. Claire mendesah dalam hati, mengakui kebenaran dari ucapan Nick. “Kita pamit sekarang. Aku yakin orangtuaku tidak akan keberatan, lagipula ini sudah malam. Tidak ada acara apapun lagi, mereka hanya asyik berbincang. Berce
“Sepertinya ada kemungkinan hubungan keluarga kita menjadi jauh lebih erat,” kekeh daddy Edward yang melihat bagaimana cara putranya memeluk Claire. Sebagai seorang pria dewasa, daddy Edward memahami apa makna yang tersirat di dalam pelukan itu. Terlihat jelas kalau putranya memeluk Claire dengan penuh perasaan. Bukan sekedar pelukan antar sahabat ataupun saudara, tapi pelukan seorang pria kepada wanita yang dicintainya. Mommy Lisa tersenyum lebar saat mendengar ucapan suaminya, tidak menyangkal kebenaran yang ada. Tampak jelas kalau putranya memang memiliki perasaan khusus pada Claire meski belum berani mengakuinya secara terang-terangan. Mungkin takut mengacaukan kata persahabatan yang terjalin selama ini. “Sejak dulu aku sudah menyukai Claire dan berharap agar Claire bisa menjadi bagian dari keluarga kami. Semoga saja itu bisa terwujud.”Daddy Alex hanya mengangkat bahu, terlihat netral. “Kita lihat saja nanti. Andai Nick berani menghadapku untuk memi
Ucapan Levin membuat rasa bersalah kembali datang menghantui hati Claire. Jika diakumulasikan, entah sudah seberapa besar rasa bersalahnya, pasti tak terhitung! “Sulit bagiku untuk percaya kalau sikap brengsekmu tidak akan kembali kambuh. Dan lagi jangan berharap banyak pada hubungan ini. Aku takut mengecewakanmu.”‘Karena kamu pasti kecewa saat mengetahui kepergianku,’ tambah Claire dalam hati. “Aku memahami kekhawatiranmu, tapi aku akan terus membuktikannya melalui tindakan sampai kamu benar-benar percaya padaku sepenuhnya. Kamu hanya perlu memberiku waktu untuk membuktikannya, Claire.”Claire hanya mengangguk dalam diam, enggan berkomentar. “Kamu mau minum sedikit?” “Tidak, aku sedang tidak ingin minum malam ini.”‘Aku tidak akan menyentuh alkohol lagi agar bayi kita tetap sehat, Levin,’ batin Claire.Levin mengangkat bahu. Tidak mempermasalahkan penolakan Claire. Setibanya di rumah Claire, Levin menatap jam di dashboard mobilnya. Jam 9 le
Selama beberapa hari ini, mau tidak mau Claire harus mulai membiasakan diri melihat kehadiran Levin di rumahnya. Wanita itu sempat protes karena Levin datang setiap hari, tapi pria itu tetap cuek karena harus Levin akui kalau dirinya menikmati setiap detik yang dilaluinya bersama Claire karena pembicaraan mereka tidak pernah terasa membosankan, setidaknya bagi Levin. Wanita cantik di sekitarnya memang banyak, tapi yang bisa merespon obrolannya dengan baik dan membuatnya nyaman hanya Claire, tidak heran kalau Levin betah berlama-lama menghabiskan waktu dengan wanita itu meski diluar kontek seks. Setiap kali datang, yang mereka lakukan memang hanya makan dan berbincang, namun malam ini, Levin secara khusus mengajak Claire untuk makan malam diluar. Sejujurnya Claire malas karena semenjak hamil, tubuhnya lebih cepat merasa lelah. Wanita itu baru ingin menolak saat teringat kalau mungkin saja ini adalah hari terakhir mereka bisa makan bersama karena besok dirinya haru
“Apa kamu yakin bisa melalui semua ini sendirian di Melbourne? Kamu sedang hamil dan tidak ada siapapun yang kamu kenal disana. Tidak ada teman. Tidak ada keluarga. Bagaimana jika terjadi sesuatu, Claire?”Kecemasan Nick terdengar begitu pekat. Claire hanya tersenyum tipis, mencoba menenangkan pria itu. Seperti yang pernah Claire katakan, Nick jauh lebih protektif daripada daddy Alex dan inilah contoh lainnya yang terjadi. “Aku yakin. Kamu jangan khawatir, aku pasti bisa melaluinya dengan baik.”“Bagaimana mungkin aku tidak khawatir? Di sini saja kamu bisa dijebak sampai hamil, apalagi di Melbourne yang pergaulannya lebih bebas? Banyak hal yang mungkin terjadi,” gerutu Nick. “Aku kan sudah janji tidak akan pergi ke bar atau minum alkohol lagi. Aku juga ingin menjadi mommy yang baik untuk anakku, Nick. Lagipula aku hamil karena jebakan licik seseorang, kasus seperti ini adalah ‘kecelakaan’ dan dijadikan pengecualian. Andai tidak ada yang menjebakku, aku juga tidak
Claire merutuk kecerobohannya dalam hati. Siapa yang menyangka kalau Nick ada di rumah sakit yang sama saat dirinya sedang check up? Ya, kemarin di sela-sela waktu istirahatnya, Claire memutuskan untuk memeriksakan kondisi bayinya. Dirinya takut terjadi sesuatu pada si kecil karena apa yang dirinya dan Levin lakukan di malam sebelumnya mengingat mereka melakukan hal itu lebih dari dua ronde hingga Claire merasa kelelahan, meski tidak ada rasa sesal saat mengingat kenikmatan itu. Lagi, Claire merutuki pikirannya yang tidak bisa diajak kompromi. Bagi Claire, ini adalah kehamilan pertama. Pengalaman pertama. Wajar jika Claire takut terjadi sesuatu yang buruk pada si kecil kan? Apalagi Claire sadar kalau apa yang dirinya lakukan bersama Levin tidak disarankan oleh dokter mengingat usia kandungannya yang masih belia. Tidak seharusnya Claire bersikap egois hanya karena kenikmatan semata. Tidak seharusnya Claire mendahulukan kepuasannya dan mengabaikan si kecil.
Ungkapan kekecewaan Nick membuat wajah Claire murung seketika. Tanpa perlu Nick katakan secara terang-terangan pun, Claire tau kalau tindakannya membuat pria itu kecewa. Apalagi sekarang saat Nick mengungkapkannya secara terbuka! “Bukan begitu, Nick. Jujur, saat itu aku merasa dilema. Aku bingung dan takut, tapi aku tidak ingin membebanimu dengan masalahku. Apa yang terjadi padaku sekarang adalah murni karena kecerobohanku dan aku tau kamu pasti akan marah dan mungkin, bukan mungkin tapi pasti, menghajar Levin habis-habisan jika tau tentang apa yang pria itu lakukan padaku. Aku tidak ingin hal itu terjadi. Karena jika sampai terjadi keributan, anak-anak di kampus pasti akan bertanya-tanya tentang penyebab dari keributan kalian dan itu hanya akan semakin memperparah situasi,” jelas Claire.Nick terdiam. Ya, ucapan Claire memang tidak salah. Jika dirinya tau hal ini dari awal, Nick pasti akan langsung menghajar Levin! Ahh, seharusnya malam itu, malam saat dirinya menemukan Cl