“What the hell?! Keluar dari kamarku, Brengsek!” maki Claire lepas kendali, lenyap sudah ketenangan yang sejak tadi dipertahankannya.
“Tidak mau! Ini adalah satu-satunya tempat dimana kamu tidak akan melarikan diri dariku lagi, Claire!”“Aku tidak melarikan diri. Bukankah tadi sudah kukatakan kalau aku lelah dan ingin istirahat? Lagipula aku sudah menjawab pertanyaanmu, jadi kenapa kamu masih mendesakku?” elak Claire, tidak mengakui kalau dirinya enggan berlama-lama dengan Levin karena takut pria itu kembali melontarkan pertanyaan yang membuatnya stres.“Aku hanya ingin berbincang, tapi kamu tampak enggan dan malah mengusirku. Tidak bisakah kamu meluangkan sedikit waktu saja untukku? Selelah itukah kamu hingga tidak mau menemaniku berbincang sebentar saja?”Tidak. Sejujurnya Claire tidak terlalu lelah, hanya saja setiap ucapan atau pertanyaan yang keluar dari bibir Levin membuat Claire cemas. Menghantuinya dengan rasa was-was. Tidak heran kalau Claire lebih memiClaire tersipu mendengar bisikan Levin. Bisikan yang membuat miliknya semakin berdenyut tidak sabar. Ya, Claire tidak bohong. Sejak pertama kali melakukannya secara sadar dengan Levin, dirinya menyadari bahwa junior Levin memiliki ukuran di atas rata-rata. Besar, panjang dan berurat. Perpaduan yang membuat wanita tidak bisa menolak keinginan pria itu! Pantas saja banyak wanita yang memujanya dan berlomba-lomba agar dapat ditiduri oleh pria itu! Berlomba-lomba agar dapat meraih kepuasan berkali-kali lipat saat bermain di atas ranjang! Berlomba-lomba ingin mencicipi keperkasaan Levin! Claire mendesah saat milik Levin sudah masuk sepenuhnya dan mulai bergerak lembut. Gerakannya terasa seperti alunan melodi yang memabukkan. Lembut, tidak tergesa sama sekali, menikmati setiap gesekan dan hentakan yang terjadi. Dan bukan itu saja, pria itu juga tidak berhenti mencumbunya. Oh, untuk hal yang satu ini, Levin sangat multi tasking! Pria itu sanggup membuat Claire terus mer
Levin menunduk dan kembali melumat bibir Claire. Bibir tipis yang sanggup membuat konsentrasinya terpecah setiap kali sedang menatapnya. Tidak hanya itu, tangan Levin pun bergerak perlahan tapi pasti untuk melucuti setiap penutup yang menempel di tubuh mereka. Membiarkannya lepas sepenuhnya agar tidak ada satu pun yang menghalangi niatnya. Claire menggigit bibir saat tangan Levin melepas penutup terakhir di tubuhnya. Kini, tubuh polos Claire terpampang jelas. Tanpa sensor. Tubuh yang sanggup membuat Levin menelan saliva saking terpesonanya. Tatapan mata Levin membuat Claire tersipu karena pria itu menatapnya dengan pandangan kagum. Kagum pada kemolekan tubuh Claire. Serius, meski Levin sudah pernah melihatnya beberapa waktu lalu, tapi tetap saja dirinya masih terpesona!Dengan kulit putih mulus dan pinggang Claire yang tampak ramping, bahkan tidak ada lemak yang terlihat, meski telah melahirkan Revel, membuat Levin kian bergairah!“Damn! You look so hot, Babe!
“Aku cinta kamu, Claire. Dulu, sekarang dan seterusnya, aku akan tetap mencintaimu. Meski kamu telah menyakitiku dengan tindakan dan ucapan kejammu, tapi aku tidak bisa membencimu!”Pengakuan cinta Levin meruntuhkan segala macam benteng pertahanan Claire. Runtuh tak berbekas! Langkah yang awalnya diisi dengan keraguan, kini melangkah kian pasti. Yakin kalau dirinya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Setelah tepat berdiri di hadapan Levin, yang hanya menyisakan sedikit jarak, Claire mengalungkan kedua lengannya ke leher Levin dan berjinjit agar dapat menyatukan kedua bibir mereka. Claire mencium bibir pria itu dengan lembut selama beberapa saat. Ciuman kasih sayang, bukan ciuman yang dipenuhi nafsu. “Maafkan aku karena telah berulang kali melukai perasaan kamu, Levin,” sesal Claire lirih setelah melepaskan tautan bibir di antara mereka. Claire mengucapkan kalimat itu dengan mata berkaca-kaca, terlihat penuh penyesalan, tangannya pun membelai wajah Levin per
“Rumah siapa?”Saking kagetnya, Claire tidak sadar kalau dirinya telah melontarkan pertanyaan bodoh. Ralat, Claire sebenarnya sadar tapi sudah tidak mungkin meralatnya lagi. “Tentu saja pintu rumahmu, Claire. Memangnya kamu pikir rumah siapa lagi?” jawab Levin gemas.“Tapi ini sudah…”“Ada yang ingin aku bicarakan. Penting!” sela Levin, tidak memberi kesempatan bagi Claire untuk menolak permintaannya. “Baiklah,” lirih Claire, hanya bisa mendesah pasrah saat mendengar nada perintah yang keluar dari bibir Levin. Claire turun dan membuka pintu. Detik itu juga wajah Levin muncul di hadapannya. Claire terjajar mundur saat Levin langsung masuk ke dalam rumahnya sebelum dipersilahkan dan menutup pintu di belakangnya. Bersikap seolah pria itulah yang menjadi tuan rumah! “Ada apa lagi?”“Apa yang kalian lakukan berdua tadi, Claire? Kenapa kamu bisa bersandar dengan begitu nyamannya pada pria brengsek itu?!” tanya Levin, nada suaranya terdengar datar,
Claire menatap Revel yang masih asyik dengan chocolate fondue di hadapannya, dessert yang hanya tersisa beberapa suap lagi. Tanpa menyadari kegalauan hati sang mommy. Setelah Revel menghabiskan dessertnya, mereka memutuskan pulang. Lebih tepatnya Nick mengantar mereka pulang karena dirinya memutuskan untuk menginap di hotel dibandingkan di rumah Claire. Tidak ingin Levin salah paham lagi. “Uncle kenapa tidak menginap di rumah mommy? Bukankah tadi siang uncle bilang akan menginap disini?” tanya Revel, terlihat sedih. Nick berjongkok, sengaja mensejajarkan tubuhnya dengan Revel. “Uncle sebenarnya ingin menginap disini, tapi sayangnya ada alasan penting yang membuat uncle harus berubah pikiran. Tapi kamu jangan khawatir, uncle pasti menepati janji uncle untuk menemani kamu bermain setiap hari.”“Janji?”“Janji!” tegas Nick, mengulurkan jari kelingkingnya yang langsung disambut oleh Revel disertai dengan senyum lebar.Senyum yang menampilkan gigi susu boc
Claire tiba di rumah dengan lunglai namun dirinya tetap memaksakan senyum saat melihat putranya. Nick, yang menyadari betapa tertekannya Claire akhirnya mengajak wanita itu keluar rumah untuk bersantai, hanya sekedar jalan kaki sambil menghirup udara segar. Lagipula sudah lama Nick tidak menikmati waktu bersama Claire dan Revel dengan bersantai seperti ini. Revel, tentu saja langsung menyambut ajakan Nick dengan gembira. Bocah itu bersorak riang, dengan semangat mengiyakan ajakannya. Mereka bertiga berkeliling mencari makanan kecil. Sepanjang perjalanan, Claire merasa cukup terhibur dengan tingkah laku Revel, apalagi sekarang, saat Revel sedang asyik menikmati chocolate fondue hingga mengabaikan sekitarnya, fokusnya sekarang hanya tertuju pada chocolate kesukaannya. Ya, setelah lelah berjalan, akhirnya mereka memutuskan untuk mampir ke salah satu café yang menyediakan dessert kesukaan Revel. “Ada apa, Claire? Kenapa kamu terlihat suntuk? Apakah Levin mengganggumu lagi?”Claire me