Tepat setelah mengatakan hal itu, Levin kembali merapatkan tubuh Claire hingga menempel pada tubuhnya. Tidak ada jarak yang tersisa sama sekali.
Tindakan Levin membuat Claire terpekik kaget, namun pekikannya teredam oleh suara hujan yang semakin deras. Ditambah lagi setiap kamar dilapisi peredam suara hingga Claire yakin kalau jeritannya tidak akan didengar oleh siapapun!Dengan rakus Levin melumat bibir Claire. Bibir yang selalu membuat fokusnya terpecah saat sedang menatapnya. Bibir manis yang dirindukannya. Bibir yang menantang untuk dilumat dan dieksplor habis-habisan sampai bengkak!Claire berontak, mencoba menghindari bibir Levin, namun pria itu malah menjadikan lehernya sebagai sasaran selanjutnya! Sengaja memberi kissmark membuat Claire kian panik! Bukannya apa, masalahnya leher adalah titik lemah Claire! Sedangkan Claire tidak ingin membiarkan Levin melakukan hal itu lagi kepadanya.Namun ciuman Levin pada lehernya membuat gairahnya tersulut. Tidak dapatTepat setelah mengatakan hal itu, Levin kembali merapatkan tubuh Claire hingga menempel pada tubuhnya. Tidak ada jarak yang tersisa sama sekali. Tindakan Levin membuat Claire terpekik kaget, namun pekikannya teredam oleh suara hujan yang semakin deras. Ditambah lagi setiap kamar dilapisi peredam suara hingga Claire yakin kalau jeritannya tidak akan didengar oleh siapapun! Dengan rakus Levin melumat bibir Claire. Bibir yang selalu membuat fokusnya terpecah saat sedang menatapnya. Bibir manis yang dirindukannya. Bibir yang menantang untuk dilumat dan dieksplor habis-habisan sampai bengkak! Claire berontak, mencoba menghindari bibir Levin, namun pria itu malah menjadikan lehernya sebagai sasaran selanjutnya! Sengaja memberi kissmark membuat Claire kian panik! Bukannya apa, masalahnya leher adalah titik lemah Claire! Sedangkan Claire tidak ingin membiarkan Levin melakukan hal itu lagi kepadanya. Namun ciuman Levin pada lehernya membuat gairahnya tersulut. Tidak dapat
Claire mencari ponselnya yang nada deringnya terdengar jauh. Dimana ponselnya? Wanita itu menajamkan telinga dan menemukan ponselnya masih ada di dalam tas yang diletakkan di ruang tamu. “Halo, Nick?”Rasa kesal di hati Levin kembali muncul saat mengetahui siapa yang berani menelepon wanitanya selarut ini. Ternyata Nick! Sejak dulu pria itu memang tidak tau waktu! Selalu mengganggu kebersamaan Levin dengan Claire! “Hei, kamu sudah pulang?”“Hmm… sudah. Revel juga sudah tidur barusan.”“Oh ya? Tumben?”“Sepertinya terlalu lelah. Sejak pagi Revel terlalu semangat seperti kelinci energizer, jadi sepertinya malam ini energinya sudah habis. Ibarat ponsel, anak itu harus dicharge agar besok pagi full battery lagi,” balas Claire sambil terkekeh pelan. Terlihat santai dan bersahabat, berbeda jauh dengan beberapa saat sebelumnya. Heran, jika dengan Nick, Claire selalu bisa bersikap manis, lembut dan bersahabat, tapi kenapa dengan Levin selalu memasang sika
“Jadi apa alasan kamu melarikan diri dariku dan menetap di Melbourne? Apa karena kamu sengaja ingin menutupi kenyataan kalau saat itu kamu sedang hamil anakku?”Pertanyaan Levin membuat tubuh Claire membeku. Lidahnya kelu. Pertanyaan Levin yang tanpa basa basi membuatnya kelimpungan, bingung harus menjawab apa. “Sekarang sudah malam, lebih baik anda pulang. Terima kasih karena sudah mengantar kami pulang,” elak Claire, sengaja mengalihkan pembicaraan.Tapi kali ini Levin tidak akan membiarkannya begitu saja. Sikap Claire yang sengaja menghindar membuat Levin gemas dan semakin tidak sabar!“Aku tidak akan pulang sebelum mendapatkan jawaban atas pertanyaanku! Dan aku tidak suka kalau kamu bicara formal padaku, Claire.”“Saya memang harus bicara formal dengan atasan saya kan?”“Tapi sekarang sudah diluar jam kerja dan kita sedang membahas hal yang bersifat pribadi, bukan masalah pekerjaan!” bantah Levin.“Saya tidak peduli. Bagi saya, anda tetaplah atasan s
“Apa yang anda bicarakan dengan Revel tadi? Kenapa dia bisa mengatakan kalau anda adalah teman saya?” selidik Claire, tepat setelah Levin duduk.“Revel bertanya apa hubungan kita, aku bilang kita adalah rekan kerja.”Claire mendesah lega, bersyukur karena Levin memberikan jawaban yang masuk akal dan tidak menyulitkannya. “Kenapa? Kamu takut aku mengatakan hal lain? Kamu takut aku mengatakan kalau hubungan kita lebih dari sekedar rekan kerja?”Claire diam, enggan menanggapi. Levin, yang sadar kalau Claire enggan merespon pertanyaannya hanya menghela nafas dan berusaha mengalihkan pembicaraan. “Apa aku boleh mandi di rumahmu? Jujur, aku merasa gerah karena mengenakan kemeja kerja ini seharian.”Claire menggigit bibir, tampak enggan. Tapi sadar kalau Levin terlihat tidak nyaman.“Apa anda membawa baju ganti?”“Sure. Aku selalu menyediakan baju cadangan di mobilku jika sewaktu-waktu diperlukan. Seperti hari ini contohnya.”Claire mengeluh dalam hati
Tak lama kemudian Claire kembali ke arah Levin yang sedang menggendong Revel, menunggunya. Susan ada di samping pria itu dengan raut wajah penasaran. Cukup kaget karena Claire mengiyakan ajakan Levin untuk pulang bersama, padahal kemarin nona mudanya terlihat ingin melarikan diri secepat mungkin dari Levin, tapi kali ini malah memutuskan pulang bersama. Wajar jika Susan penasaran karena tadi wanita itu tak mendengar permintaan Revel.Dari kejauhan, Claire melihat kalau mereka, Levin dan Revel, sedang asyik mengobrol. Entah apa yang dibicarakan, semoga saja Levin tidak menanyakan hal-hal aneh kepada putranya yang mungkin membongkar rahasianya! Jujur, saat melihat Revel berada dalam gendongan Levin, perasaan Claire bergetar penuh keharuan. Semakin lama putranya itu semakin mirip dengan Levin. Tentu saja karena pria itu memang ayah biologis dari putranya meski Claire masih enggan mengakui kebenarannya pada Levin. Claire menggeleng, menepis rasa haru itu dan menetralk
Levin menatap tajam pada Claire yang berjalan menjauhinya. Rasa geramnya sudah memuncak ke level maksimal. Ya Tuhan, bagaimana mungkin Levin bisa tertarik dan jatuh cinta pada wanita sekeras kepala itu?!Padahal Levin yakin 10000% kalau Revel memang putranya! Terlihat jelas rasa gugup, khawatir, dan takut yang tampak di wajah cantik Claire saat Levin menanyakan hal itu membuat keraguannya sirna sama sekali. Ditambah lagi setiap kali menatap Revel, Levin merasakan perasaan yang berbeda, entah apa, tapi yang pasti Levin tidak mau jauh dari Revel dan rasa sayangnya muncul begitu saja terhadap anak kecil itu. Apakah mungkin ini yang dinamakan sebagai naluri seorang daddy? Naluri orangtua?Apalagi tadi saat Revel mengatakan kalau dirinya tidak memiliki seorang daddy membuat hati Levin terasa sakit! Serbuan rasa bersalah menyerang hatinya karena tidak mengetahui kehadiran putranya lebih awal dan ini semua karena Claire! Hal terakhir yang tidak kalah penting adalah betapa