Home / Romansa / Satu Wanita Satu Skill / Undangan Penuh Misteri

Share

Undangan Penuh Misteri

Author: Anaraksa
last update Last Updated: 2025-07-01 11:32:05

Langit malam menggelap sempurna saat motorku berhenti di depan pagar rumah Rita. Tak ada suara selain serangga dan angin yang berembus pelan, mengibaskan jaket kurirku yang sudah agak lusuh.

Belum sempat aku menekan bel rumah, suara Rita terdengar dari dalam.

“Raksa?”

“Iya, saya.”

“Masuk aja… pintu nggak dikunci.”

Aku membuka pagar perlahan dan melangkah ke dalam rumah. Lampu ruang tengah hanya satu, redup, seolah sengaja dipasang untuk menciptakan suasana yang tak terlalu terang, tapi juga tak benar-benar gelap.

Rita muncul dari arah dapur, rambut basah dikuncir seadanya, mengenakan daster longgar warna pastel.

“Maaf ya, saya baru selesai mandi. Lagi ribet banget hari ini.”

“Nggak apa-apa, Bu.”

“duduk dulu. Mau kopi?”

Aku agak kaget.

Biasanya Rita hanya mengambil paket, bilang “makasih”, lalu menutup pintu. Tapi malam ini... dia menawarkan kopi. Menawarkan tempat. Menawarkan... waktu.

“Kalau gak ganggu…”

“Nggak. Saya justru butuh teman ngobrol.”

Aku duduk di kursi rotan dekat meja kecil. Rumahnya hangat. Bukan karena suhu, tapi karena suasananya. Ada keheningan yang tidak canggung, dan aromanya... wangi sabun mandi bercampur kopi yang baru diseduh.

Rita datang membawa dua gelas. Satu untukku, satu untuknya. Ia duduk berseberangan, menyilangkan kaki, dan memandangi wajahku sejenak sebelum bicara.

“Kamu pernah nggak sih… ngerasa hidup tuh kayak muter-muter aja?”

Aku tersenyum tipis.

“Setiap hari, Bu.”

“Makanya kadang saya suka ngobrol sama orang kayak kamu. Nggak banyak ngomongin teori hidup, tapi tahu rasanya digilas hari.”

[SISTEM: Dominasi Lembut – AKTIF]

Suara MC memasuki ritme sinkronisasi Status Rita: Tenang – Emosi terbuka Peluang Koneksi Emosional: +21%

Aku menyesap kopi, perlahan.

“Kalau saya boleh jujur… saya senang dipanggil masuk kayak gini.”

Rita menatapku. Lama. Tatapan yang bukan untuk mencari celah, tapi seperti sedang menakar isi dadaku.

“Saya tahu. Dan mungkin itu masalahnya, Raksa.”

“Masalah?”

“Kamu gampang bikin orang nyaman. Bahaya lho.”

Aku tertawa kecil, lalu menatap matanya.

“Saya gak niat bikin nyaman, Bu. Saya cuma pengen… jujur. Di dunia yang makin lama makin pura-pura, saya cuma pengen jadi orang yang gak bohongin dirinya sendiri.”

[SISTEM: Efek Dominasi Lembut Meningkat]

Status Rita: Fokus Emosional 68% Deteksi Emosi: “Tertarik, Tapi Takut” Rekomendasi: Lanjutkan percakapan hangat – Hindari gerakan fisik tiba-tiba

Rita tersenyum pelan. Ia menunduk, jari-jarinya memutar-mutar pegangan gelas.

“Orang kayak kamu... biasanya cuma mampir. Bukan tinggal.”

Aku diam. Ingin menjawab, tapi takut salah ucap. Lalu aku letakkan kopiku, dan bicara pelan:

“Saya gak tahu saya akan tinggal atau pergi. Tapi malam ini, saya duduk di sini… karena saya ngerasa ibu bukan cuma target kiriman paket.”

“Tapi?”

“Tapi seseorang… yang bikin saya pengen lebih dari sekadar kerja.”

Rita terdiam. Mata kami bertemu. Tak ada kalimat, hanya detak jantung yang bergema di ruangan yang sepi. Dan dalam hening itu, untuk pertama kalinya… aku merasa benar-benar dilihat.

[SISTEM: Dominasi Lembut Mencapai Puncak]

Status: Trust Phase In Emosi Rita: Terhubung Progres Target Rita: 46% Rekomendasi: Akhiri pertemuan tanpa tekanan – biarkan rasa tumbuh alami

“Saya gak tahu harus bilang apa, Raksa,” kata Rita akhirnya, suaranya nyaris berbisik.

“Nggak usah bilang apa-apa,” jawabku, berdiri perlahan. “Saya pamit dulu. Besok saya antar paket lagi.”

Aku melangkah ke pintu, dan sebelum aku membuka handle, Rita berkata:

“Raksa…”

Aku menoleh.

“Kamu beda. Hati-hati jangan sampai dunia bikin kamu biasa-biasa aja.”

Aku tersenyum. Dan dalam hati… aku tahu, malam ini bukan soal skill.

Ini soal hati.

---

Aku kembali duduk. Gelas kopi di tangan mulai mendingin, tapi suasana di antara kami justru memanas — bukan karena gairah, tapi karena keheningan yang berat.

Rita menatap isi gelasnya, lalu berkata pelan:

> “Dulu, saya percaya pernikahan itu sakral. Cinta itu cukup. Dan setia itu sederhana.”

Aku hanya mendengarkan. Tidak memotong, tidak mengangguk—hanya menjadi telinga yang utuh.

> “Saya nikah muda, waktu umur dua puluh dua. Dia lelaki pertama yang saya cintai… dan yang pertama kali bilang saya cantik walau tanpa makeup.”

Suara Rita bergetar. Bukan karena tangis, tapi karena kenangan yang terlalu dalam untuk disentuh dengan ringan.

> “Tiga tahun pertama bahagia. Tapi makin lama, saya merasa jadi latar belakang. Dia .. Pulang makin malam, jarang sentuh saya, jarang bicara.”

Ia memutar gelas di tangannya. Pandangannya menerawang ke sudut ruangan.

> “Sampai akhirnya… saya tahu dia selingkuh. Sama cewek yang katanya cuma ‘teman bisnis’. Dan saya—sebodoh itu—masih nunggu dia minta maaf.”

Aku menghela napas perlahan.

> “Berapa banyak luka yang dibungkus senyum, Bu?”

> “Saya nggak marah waktu itu. Saya cuma ngerasa… mati di dalam. Kosong.”

---

[SISTEM: EMPATI AKTIF – Dominasi Lembut Menjadi Simpati Terbuka]

> Status Rita: Terbuka total

Rasa sakit: Masih aktif

Ketertarikan pada MC: 52% (berbasis rasa aman, bukan hanya pesona)

---

Aku menyentuh punggung tangannya. Pelan. Bukan untuk memancing, tapi untuk menguatkan. Ia tidak menarik diri.

Justru, ia menghela napas lega.

> “Kamu tahu kenapa saya belum nikah lagi?”

“Karena saya takut. Takut kalau semua lelaki ujung-ujungnya cuma datang buat rasa… bukan untuk pulih bareng.”

Aku menatap matanya dalam-dalam. Kali ini, tanpa sistem.

Hanya hatiku yang berbicara.

> “Saya gak tahu saya akan sejauh apa di hidup Ibu. Tapi saya gak datang buat nyakitin siapa pun.”

> “Saya datang… karena saya tahu rasanya patah. Dan kalau saya bisa, saya mau bantu ngelekatin sedikit-sedikit.”

---

Rita menutup matanya. Air matanya tidak jatuh. Tapi ia terlihat lebih tenang. Seperti beban lama yang akhirnya punya tempat untuk disandarkan.

---

[SISTEM: Status “Trust Link” Tercipta]

> Target: Rita

Hubungan: Rasa aman tumbuh alami

Skill Dominasi Lembut Efektif Tanpa Resistensi

Progres Emosi: 61%

---

> “Kamu ngomong kayak gitu ke semua wanita?” tanya Rita, separuh bercanda, separuh takut.

> “Cuma ke wanita yang saya anggap lebih dari sekadar ‘target’.”

Ia tersenyum. Kali ini bukan senyum wanita menggoda, tapi senyum wanita yang ingin dipercaya kembali.

> “Saya belum tahu apa saya siap jatuh cinta lagi… Tapi kalau saya siap, kamu bakal masih di sini, Raksa?”

Aku diam sejenak.

Lalu mengangguk pelan.

> “Saya bakal di sini. Selama Ibu butuh… dan selama hati saya kuat.”

---

[SISTEM: “Keyakinan Emosional Terbentuk”]

> Skill aktif: Tatapan, Sentuhan, Dominasi Lembut

Emosi Rita: 64% stabil

Potensi hubungan jangka panjang: TERBUKA

---

Aku berdiri.

> “Saya pulang dulu. Kopinya enak, tapi obrolannya… lebih manis.”

> “Dasar, tukang gombal,” sahutnya, tertawa kecil.

Dan untuk pertama kalinya sejak pertemuan kami…

Rita tampak seperti wanita yang tidak lagi hancur, tapi sedang belajar bangun.

---

Langkahku meninggalkan rumah Rita terasa ringan... tapi bukan tanpa beban.

Angin malam menyapa wajahku saat aku menyalakan motor. Tapi sebelum gas kutarik, layar transparan sistem muncul di udara.

---

[SISTEM: PEMBARUAN MISI]

> Misi Utama: Aktifkan Skill “Harmoni harem” dalam waktu 48 jam

Target yang memungkinkan:

→ Feby – Emosi tidak stabil, manipulatif

→ Rita – Emosi stabil, namun butuh pendekatan hati

> Catatan: Misi akan gagal jika tidak ada progres signifikan dalam dua hari ke depan.

Risiko: Kehilangan peluang membuka Skill “Harmoni Harem”

---

Aku menarik napas panjang.

> “Feby memang lebih mudah dipancing... tapi juga lebih berbahaya.”

> “Rita? Dia... bukan hanya target. Dia manusia yang luka. Dan aku mulai takut, aku juga jadi manusia di depannya.”

---

Layar sistem kembali muncul. Kali ini grafik perkembangan terpampang jelas.

---

* [STATUS MC]

V  Tatapan Halus (AKTIF)

V  Sentuhan (AKTIF)

V Dominasi Lembut (AKTIF)

V Sugesti Verbal (BELUM AKTIF)

X  Harmoni Harem (TERKUNCI)

X Stamina (TERKUNCI)

---

> [SISTEM: AKTIVASI SEMUA SKILL DASAR MEMBUKA “LEVEL 2” DARI SISTEM CINTA]

Bonus: Pilihan Wanita Ketiga Akan Terbuka

Hukuman jika gagal: Reset emosi target + potensi hilangnya Rita sebagai jalur stabil

---

Kupandangi bayangan diriku di spion motor. Di balik jaket kurir, helm murah, dan hidup seadanya…

Ada lelaki yang sedang dirasuki dua rasa: balas dendam dan kebutuhan untuk diakui.

---

> “Aku nggak cuma mau menaklukkan wanita…

Aku mau dunia lihat... kalau orang sepertiku pun bisa dipilih, bisa dicintai.

Dan kalau itu butuh sistem, maka akan kugunakan.

Tapi... hatiku? Itu pilihanku.”

---

[SISTEM: OPSI STRATEGI TERBUKA]

1. Fokus ke Feby – membuka harmoni harem lebih cepat, risiko tinggi

2. Fokus ke Rita – memperkuat fondasi emosional, tapi lebih lambat

3. Jalankan misi tersembunyi: “Uji Daya Tarik” pada target baru (tidak direkomendasikan tanpa 5 skill aktif)

---

Kunikmati sunyi sesaat.

Di langit, bintang-bintang berkedip seolah menertawakanku — kurir biasa, yang kini harus membuat keputusan luar biasa.

---

> “Besok… aku akan tentukan arah.”

“Entah jadi lelaki yang mengobati… atau lelaki yang membalas.”

---

Motor mulai melaju pelan, menembus malam.

Dan di layar sistem terakhir, kalimat singkat muncul:

---

[SISTEM: Hati manusia tidak bisa netral — apakah kamu sudah siap jadi pemiliknya?]

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Wanita Satu Skill   "Kenapa Kamu Selalu Tahu Sebelum Aku?"

    Lokasi: Rumah Rita – Pagi HariLangit masih lembut saat aku membuka mata. Suara burung kecil menyapa dari balik tirai, diselingi aroma samar dari roti panggang dan kopi hitam. Sejenak aku bingung—bukan di kamarku. Oh iya... aku masih di rumah Rita.Tanganku menyentuh sisi kasur yang kini kosong.Dia sudah bangun duluan.Aku bangkit perlahan, duduk di tepi tempat tidur sambil mengumpulkan sisa-sisa momen semalam. Ciumannya masih hangat di ujung bibirku. Sentuhannya, suaranya, bahkan tatapannya… semua terlalu nyata untuk disebut sekadar "interaksi target".Terlalu… dalam.> [SISTEM: Kondisi tubuh stabil. Skill “Stamina” aktif ][Rekomendasi: Jaga ritme interaksi. Sistem menganalisis pola emosional target.]Sudah aktif ya?" gumamku. Aku berjalan ke jendela. Dari sela-sela tirai, kulihat dia di halaman depan. Memakai hoodie tipis warna krem, Rita sedang menyiram tanaman. Rambutnya dikuncir ke atas, wajahnya terlihat tenang—dan... bahagia?Seolah-olah tak ada sistem. Tak ada misi. Tak ada

  • Satu Wanita Satu Skill   setelah Hujan, Sebelum Rindu 18+

    Hujan belum berhenti sejak sore. Rintiknya seperti tak mau kalah bersaing dengan debar di dadaku. Aku duduk di tepi kasur, mengenakan kaus pinjaman dari Rita dan celana pendek yang sudah sedikit kebasahan tadi. Badanku masih hangat seusai mandi. Tapi ada yang lebih hangat dari itu—suara langkahnya yang mendekat perlahan dari dapur.Rita muncul dengan rambut basah, mengenakan daster tipis warna lavender yang hampir menyatu dengan kulitnya. Ia membawa dua cangkir cokelat panas, lalu meletakkan salah satunya di meja kecil di samping tempat tidurku.> “Kopi malam-malam itu bikin dada deg-degan. Jadi aku buatin cokelat, ya,” ucapnya.Aku hanya mengangguk. Tenggorokanku terasa kering, padahal baru saja mandi. Bukan karena cokelatnya, tapi karena tatapannya… hangat tapi menyelidik. Dia tidak banyak bicara malam ini. Tapi setiap geraknya terasa seperti percakapan panjang yang tidak diucapkan.Ia duduk di sisi ranjang, sedikit membelakangi aku, mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Aku b

  • Satu Wanita Satu Skill   sarapan yang Berbeda

    Pagi ini, cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah gorden ruang tamu rumah Rita. Aromanya sudah berbeda. Bukan karena sabun cuci piring, atau kopi sachet yang biasa kubawa sendiri, tapi… karena ini rumah orang yang membuat detak jantungku tidak berjalan wajar sejak kemarin.Aku duduk di kursi makan, mengenakan kaus hitam dan celana training pinjaman Rita. Di depanku, ada sepiring nasi goreng dengan telur dadar yang digoreng setengah matang—bau bawangnya kuat, tapi menggoda. Di hadapanku, Rita—dengan kaus putih longgar dan celana pendek kain—terlihat seperti bukan janda… tapi wanita yang nyaman dengan rumahnya sendiri. Dan denganku, pagi ini.> "Kalau kamu bisa tahu isi hati cewek," katanya tiba-tiba, "kamu bakal pakai buat apa?"Aku berhenti mengunyah. Tanganku menggenggam sendok yang masih penuh nasi goreng. Aku menatapnya, mencoba menebak: pertanyaan iseng? Atau ujian?> "Tergantung," jawabku hati-hati. "Kalau buat nyakitin, nggak akan aku pakai. Tapi kalau bisa buat mereka te

  • Satu Wanita Satu Skill   Pelarian Sementara

    Lokasi: Rumah Rita -- keesokan harinya.Udara malam tak terlalu dingin, tapi suasana hatiku terasa beku.Motor kuparkir pelan di depan rumah Rita. Lampu terasnya menyala lembut, warna kuning remang-remang seperti mengundang, tapi juga menenangkan. > "Raksa? Udah selesai kerja?"Suara Rita.> "Iya, Bu.."> "Masuk,, udah malam. Aku lagi bikin wedang jahe"Nada suara itu ringan… tapi dalam. Seperti tahu apa yang terjadi, dan tahu persis bagaimana aku merasa.Aku masuk pelan, melepas sepatu di teras. Rumahnya hangat—bukan karena suhu, tapi karena aroma rempah dari dapur, cahaya kuning yang menenangkan, dan… cara Rita menatapku.Dia mengenakan daster batik sederhana, rambut digelung asal. Tapi aura dewasanya tetap terpancar, tak bisa disembunyikan.> "Duduk. Aku ambilin wedang dulu."Aku duduk di sofa kecil ruang tengah. Tak banyak hiasan di rumah ini, tapi semuanya terasa tertata, bersih, dan berkarakter.Rita datang dengan dua gelas. Tangannya hangat saat menyerahkan gelas padaku.> "Te

  • Satu Wanita Satu Skill   Makan sunyi, Rasa Nyata

    Lalu kami pun makan bersama, Kami duduk di pojok sebuah kedai makan sederhana, tak jauh dari café tempat drama tadi terjadi. Meja kayu berlapis kaca buram, penerangan seadanya dari lampu bohlam yang digantung rendah, membuat suasana terasa... tenang, hampir hangat.Rita duduk di depanku, tangannya memutar-mutar sendok di atas es jeruk. Ia belum banyak bicara sejak kami keluar dari café.Aku juga. Karena jujur... aku masih memproses semuanya.> “Maaf,” kata Rita tiba-tiba.Aku menatapnya. “Kenapa minta maaf?”> “Karena menciptakan badai di hadapan orang-orang. Karena menyentuhmu tanpa... izin penuh.”Aku menggeleng. “Aku yang harusnya minta maaf. Aku gak bisa ngelindungi diriku sendiri. Malah kamu yang turun tangan.”Rita tersenyum tipis.> “Kamu tahu, Raksa. Hidup ini kadang gak adil. Tapi aku benci kalau ada yang diam saja saat keadilan diinjak.”Aku diam.Lalu, dengan sedikit ragu, aku buka suara.> “Feby itu... dulu teman sekolahku. Waktu aku masih kurus, jelek, gak punya siapa-sia

  • Satu Wanita Satu Skill   Senyuman yang Penuh Rencana

    POV: FebyKamar berantakan. Lampu bohlam kekuningan memantul dari cermin bundar yang menempel di dinding. Aku duduk di depan meja rias, membenarkan lipstik merah muda di bibir yang sejak tadi kupoles ulang, berkali-kali.> "Kurir sok cool itu… berani banget sok jual mahal, ya."Kupetik ponsel dari pangkuan, membuka grup WhatsApp bernama "Geng Cakar Macan" — isi anggotanya cewek-cewek sosialita kampus dan beberapa cowok yang pernah ngelamar jadi pacarku tapi kutolak karena kurang ganteng atau kurang duit.Kutulis satu kalimat dan menyisipkan emot ketawa:> "Bentar lagi kalian bakal liat cowok kurir yang dulu ngarep banget sama aku. Sekarang makin ngarep 🤣""Malam ini, bakal aku bawa ke SKYHIGH. Siapin popcorn ya 😂"Kukirim.Notifikasi balasan langsung masuk:> Gisel: “Astaga Feb, kamu tega banget 😭” Intan: “Gue gasabar liat mukanya! Hahaha”Aku tersenyum. Bukan karena mereka tertawa, tapi karena aku mengendalikan panggung.Raksa. Dulu kamu tukang rayu murahan. Sekarang... kamu pikir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status