Home / Romansa / Satu Wanita Satu Skill / setelah Hujan, Sebelum Rindu 18+

Share

setelah Hujan, Sebelum Rindu 18+

Author: Anaraksa
last update Huling Na-update: 2025-07-11 08:06:17

Hujan belum berhenti sejak sore. Rintiknya seperti tak mau kalah bersaing dengan debar di dadaku. Aku duduk di tepi kasur, mengenakan kaus pinjaman dari Rita dan celana pendek yang sudah sedikit kebasahan tadi. Badanku masih hangat seusai mandi. Tapi ada yang lebih hangat dari itu—suara langkahnya yang mendekat perlahan dari dapur.

Rita muncul dengan rambut basah, mengenakan daster tipis warna lavender yang hampir menyatu dengan kulitnya. Ia membawa dua cangkir cokelat panas, lalu meletakkan salah satunya di meja kecil di samping tempat tidurku.

> “Kopi malam-malam itu bikin dada deg-degan. Jadi aku buatin cokelat, ya,” ucapnya.

Aku hanya mengangguk. Tenggorokanku terasa kering, padahal baru saja mandi. Bukan karena cokelatnya, tapi karena tatapannya… hangat tapi menyelidik. Dia tidak banyak bicara malam ini. Tapi setiap geraknya terasa seperti percakapan panjang yang tidak diucapkan.

Ia duduk di sisi ranjang, sedikit membelakangi aku, mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Aku b
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Satu Wanita Satu Skill   "Kenapa Kamu Selalu Tahu Sebelum Aku?"

    Lokasi: Rumah Rita – Pagi HariLangit masih lembut saat aku membuka mata. Suara burung kecil menyapa dari balik tirai, diselingi aroma samar dari roti panggang dan kopi hitam. Sejenak aku bingung—bukan di kamarku. Oh iya... aku masih di rumah Rita.Tanganku menyentuh sisi kasur yang kini kosong.Dia sudah bangun duluan.Aku bangkit perlahan, duduk di tepi tempat tidur sambil mengumpulkan sisa-sisa momen semalam. Ciumannya masih hangat di ujung bibirku. Sentuhannya, suaranya, bahkan tatapannya… semua terlalu nyata untuk disebut sekadar "interaksi target".Terlalu… dalam.> [SISTEM: Kondisi tubuh stabil. Skill “Stamina” aktif ][Rekomendasi: Jaga ritme interaksi. Sistem menganalisis pola emosional target.]Sudah aktif ya?" gumamku. Aku berjalan ke jendela. Dari sela-sela tirai, kulihat dia di halaman depan. Memakai hoodie tipis warna krem, Rita sedang menyiram tanaman. Rambutnya dikuncir ke atas, wajahnya terlihat tenang—dan... bahagia?Seolah-olah tak ada sistem. Tak ada misi. Tak ada

  • Satu Wanita Satu Skill   setelah Hujan, Sebelum Rindu 18+

    Hujan belum berhenti sejak sore. Rintiknya seperti tak mau kalah bersaing dengan debar di dadaku. Aku duduk di tepi kasur, mengenakan kaus pinjaman dari Rita dan celana pendek yang sudah sedikit kebasahan tadi. Badanku masih hangat seusai mandi. Tapi ada yang lebih hangat dari itu—suara langkahnya yang mendekat perlahan dari dapur.Rita muncul dengan rambut basah, mengenakan daster tipis warna lavender yang hampir menyatu dengan kulitnya. Ia membawa dua cangkir cokelat panas, lalu meletakkan salah satunya di meja kecil di samping tempat tidurku.> “Kopi malam-malam itu bikin dada deg-degan. Jadi aku buatin cokelat, ya,” ucapnya.Aku hanya mengangguk. Tenggorokanku terasa kering, padahal baru saja mandi. Bukan karena cokelatnya, tapi karena tatapannya… hangat tapi menyelidik. Dia tidak banyak bicara malam ini. Tapi setiap geraknya terasa seperti percakapan panjang yang tidak diucapkan.Ia duduk di sisi ranjang, sedikit membelakangi aku, mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Aku b

  • Satu Wanita Satu Skill   sarapan yang Berbeda

    Pagi ini, cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah gorden ruang tamu rumah Rita. Aromanya sudah berbeda. Bukan karena sabun cuci piring, atau kopi sachet yang biasa kubawa sendiri, tapi… karena ini rumah orang yang membuat detak jantungku tidak berjalan wajar sejak kemarin.Aku duduk di kursi makan, mengenakan kaus hitam dan celana training pinjaman Rita. Di depanku, ada sepiring nasi goreng dengan telur dadar yang digoreng setengah matang—bau bawangnya kuat, tapi menggoda. Di hadapanku, Rita—dengan kaus putih longgar dan celana pendek kain—terlihat seperti bukan janda… tapi wanita yang nyaman dengan rumahnya sendiri. Dan denganku, pagi ini.> "Kalau kamu bisa tahu isi hati cewek," katanya tiba-tiba, "kamu bakal pakai buat apa?"Aku berhenti mengunyah. Tanganku menggenggam sendok yang masih penuh nasi goreng. Aku menatapnya, mencoba menebak: pertanyaan iseng? Atau ujian?> "Tergantung," jawabku hati-hati. "Kalau buat nyakitin, nggak akan aku pakai. Tapi kalau bisa buat mereka te

  • Satu Wanita Satu Skill   Pelarian Sementara

    Lokasi: Rumah Rita -- keesokan harinya.Udara malam tak terlalu dingin, tapi suasana hatiku terasa beku.Motor kuparkir pelan di depan rumah Rita. Lampu terasnya menyala lembut, warna kuning remang-remang seperti mengundang, tapi juga menenangkan. > "Raksa? Udah selesai kerja?"Suara Rita.> "Iya, Bu.."> "Masuk,, udah malam. Aku lagi bikin wedang jahe"Nada suara itu ringan… tapi dalam. Seperti tahu apa yang terjadi, dan tahu persis bagaimana aku merasa.Aku masuk pelan, melepas sepatu di teras. Rumahnya hangat—bukan karena suhu, tapi karena aroma rempah dari dapur, cahaya kuning yang menenangkan, dan… cara Rita menatapku.Dia mengenakan daster batik sederhana, rambut digelung asal. Tapi aura dewasanya tetap terpancar, tak bisa disembunyikan.> "Duduk. Aku ambilin wedang dulu."Aku duduk di sofa kecil ruang tengah. Tak banyak hiasan di rumah ini, tapi semuanya terasa tertata, bersih, dan berkarakter.Rita datang dengan dua gelas. Tangannya hangat saat menyerahkan gelas padaku.> "Te

  • Satu Wanita Satu Skill   Makan sunyi, Rasa Nyata

    Lalu kami pun makan bersama, Kami duduk di pojok sebuah kedai makan sederhana, tak jauh dari café tempat drama tadi terjadi. Meja kayu berlapis kaca buram, penerangan seadanya dari lampu bohlam yang digantung rendah, membuat suasana terasa... tenang, hampir hangat.Rita duduk di depanku, tangannya memutar-mutar sendok di atas es jeruk. Ia belum banyak bicara sejak kami keluar dari café.Aku juga. Karena jujur... aku masih memproses semuanya.> “Maaf,” kata Rita tiba-tiba.Aku menatapnya. “Kenapa minta maaf?”> “Karena menciptakan badai di hadapan orang-orang. Karena menyentuhmu tanpa... izin penuh.”Aku menggeleng. “Aku yang harusnya minta maaf. Aku gak bisa ngelindungi diriku sendiri. Malah kamu yang turun tangan.”Rita tersenyum tipis.> “Kamu tahu, Raksa. Hidup ini kadang gak adil. Tapi aku benci kalau ada yang diam saja saat keadilan diinjak.”Aku diam.Lalu, dengan sedikit ragu, aku buka suara.> “Feby itu... dulu teman sekolahku. Waktu aku masih kurus, jelek, gak punya siapa-sia

  • Satu Wanita Satu Skill   Senyuman yang Penuh Rencana

    POV: FebyKamar berantakan. Lampu bohlam kekuningan memantul dari cermin bundar yang menempel di dinding. Aku duduk di depan meja rias, membenarkan lipstik merah muda di bibir yang sejak tadi kupoles ulang, berkali-kali.> "Kurir sok cool itu… berani banget sok jual mahal, ya."Kupetik ponsel dari pangkuan, membuka grup WhatsApp bernama "Geng Cakar Macan" — isi anggotanya cewek-cewek sosialita kampus dan beberapa cowok yang pernah ngelamar jadi pacarku tapi kutolak karena kurang ganteng atau kurang duit.Kutulis satu kalimat dan menyisipkan emot ketawa:> "Bentar lagi kalian bakal liat cowok kurir yang dulu ngarep banget sama aku. Sekarang makin ngarep 🤣""Malam ini, bakal aku bawa ke SKYHIGH. Siapin popcorn ya 😂"Kukirim.Notifikasi balasan langsung masuk:> Gisel: “Astaga Feb, kamu tega banget 😭” Intan: “Gue gasabar liat mukanya! Hahaha”Aku tersenyum. Bukan karena mereka tertawa, tapi karena aku mengendalikan panggung.Raksa. Dulu kamu tukang rayu murahan. Sekarang... kamu pikir

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status