Share

Satu atau Semua: Pancaran Tujuh Elemen
Satu atau Semua: Pancaran Tujuh Elemen
Penulis: ATua

Musuh dalam Selimut

Dikatakan bahwa di dunia ini terdapat tujuh kesedihan. Dilahirkan sebagai manusia, kita mau tidak mau akan berhadapan dengan tujuh kesedihan tersebut. Ada yang beruntung tidak mengalami semua dari ketujuh kesedihan tersebut. Namun, ada yang kurang beruntung harus menjalani semua dari ketujuh kesedihan: lahir, sakit, tua, kematian, kebencian, kekecewaan, dan kesedihan cinta.

Kehidupan bagaikan mimpi. Dalam sekejap saja, kita sudah tiba di ujung jalan. Dalam sekejap saja, kegembiraan akan berubah menjadi kesedihan; pertemuan dan kebersamaan akan berubah menjadi perpisahan; yang masih berada dalam genggaman tangan dalam sekejap saja akan terbang menghilang tertiup angin; serta semua yang ada perlahan-lahan akan lenyap dan berganti.

Kita mulai saja satu kejadian demi satu kejadian…

***

Bandung, awal September 2016

Bulan baru sudah datang. Jalanan kota Bandung tetap sama – dipadati oleh mobil, angkot, sepeda motor, becak, sepeda dan para pejalan kaki. Masing-masing menjalankan aktivitas masing-masing. Masing-masing mencari penghidupan masing-masing.

Begitu juga dengan Robert Martin Darelius. Sebagai seorang sarjana ekonomi, Robert Martin kini bekerja sebagai staff keuangan di salah satu perusahaan ternama di Bandung. Perusahaan tersebut memproduksi sarang burung walet. Sarang burung walet dari perusahaan tersebut terkenal di mana-mana dan bahkan sampai menembus pasar internasional. Tentu tidak perlu diragukan lagi gaji yang diterima oleh Robert Martin sebagai salah satu staff keuangan perusahaan tersebut tidaklah sedikit.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang ketika telepon di meja kerja Robert Martin berdering. Robert Martin menjawabnya.

“Halo, Bert…” kata si ibu di seberang.

“Ya… Ada apa, Bu?” tanya Robert Martin sembari sedikit mengerutkan dahi.

“Ibu baru saja pulang dari kuil yang ada di depan gang rumah kita. Kata si cenayang itu, kau harus hati-hati di bulan ini, Bert. Akan ada yang tidak senang padamu dan berencana main belakang padamu,” kata si ibu dengan nada khawatir. Nyonya Darelius memang termasuk seorang wanita setengah baya yang percaya dengan hal-hal berbau takhayul.

“Ibu mulai lagi deh… Kan aku sudah bilang aku akan berhati-hati. Ibu dan Ayah tidak usah khawatir.” Terlihat sedikit senyuman gugup menghiasi wajah Robert Martin.

“Kau anak kami satu-satunya. Bagaimana kami bisa tidak khawatir? Pokoknya kau hati-hati saja deh… Soal penggelapan uang oleh atasanmu itu, Ibu rasa sebaiknya kau jangan melaporkannya ke direktur deh. Dia itu manager sementara kau hanyalah seorang karyawan biasa. Ibu tidak yakin direkturmu itu akan lebih percaya padamu daripada dia.”

“Aku memang sudah memikirkan kata-kata Ayah dan Ibu mengenai hal ini. Sudah kuputuskan aku akan mengundurkan diri saja dari tempat ini. Tidak ada gunanya aku melawan jika pada akhirnya aku akan tetap kalah kan? Siang ini memang rencanaku akan menyerahkan surat pengunduran diri kepada direkturku itu, Bu. Jangan khawatir ya, Bu…”

“Oke deh, Bert… Habis kau mengundurkan diri dan membereskan barang-barangmu, cepat pulang ya… Lebih cepat kau memutuskan hubungan dengan tempat itu lebih baik Ibu rasa. Semuanya koruptor dan tukang cari muka! Kau tidak cocok berada di sana!” Terdengar sedikit nada tegas di sini.

“Oke, Bu… Aku tutup telepon dulu ya kalau begitu… Aku akan membereskan segala kerjaan akhirku hari ini.”

Robert Martin meletakkan kembali gagang telepon ke tempatnya. Dia berdiri dari kursinya dan keluar dari ruangan kerjanya. Dia berjalan ke ruangan sang direktur dengan sepucuk surat pengunduran diri dalam genggaman tangannya.

Sudah bisa ditebak, sang direktur muda tentu saja terhenyak bukan main dengan pengunduran dirinya.

“Kenapa bisa begitu? Kau merasa tidak cocok di divisi keuangan? Aku kasih kau bantu-bantu di divisi perencanaan, waktu itu kau bilang kau kurang kreatif dan tidak cocok di sana. Sudah dua tahun kau membantuku di sini, Bert. Kenapa sekarang mendadak mengundurkan diri?”

“Aku… Aku…” Robert Martin tidak kuasa membuka mulutnya dan melaporkan penggelapan uang oleh sang manager keuangan.

Sang manager muda mengetuk pintu ruangan kerja sang direktur muda. Pintu dibuka dan tanpa dipersilakan, sang manager muda langsung masuk dan menutup pintu ruangan tersebut. Tampak sang manager muda berjalan menghampiri Robert Martin dan sang direktur muda. Kini ketiga laki-laki muda tersebut berdiri dalam satu ruangan yang sama, saling bertatapan penuh misteri.

“Kau sudah berjanji akan membantuku dan kita bersama-sama akan membesarkan nama perusahaan ini. Waktu di bangku kuliah dulu, kau sudah berjanji akan tetap di sampingku di perusahaan ini,” desis sang direktur muda dengan wajah nanar.

Sorry, Jason… Benar-benar sorry… Aku benar-benar tidak berdaya kali ini…” Terdengar Robert Martin menghela napas panjang.

“Mungkin… Mungkin… Mungkin aku rasa Robert keluar dari perusahaan kita karena gaji, tunjangan dan fasilitas yang kauberikan itu kurang memadai, Jason,” kata si manager muda dengan sedikit sinis.

Kontan Robert Martin menatap tajam ke si manager muda.

“Apa maksudmu?” Si direktur muda tampak tersinggung.

“Yah bisa saja kan… Sejak kuliah dulu, Robert kita ini sudah terkenal dengan kecerdasannya dan bahkan dia termasuk ke dalam sepuluh mahasiswa dengan IPK terbaik. Kau yakin hanya perusahaan kita ini saja yang sanggup menawarkan gaji, tunjangan dan fasilitas sebesar yang kauberikan?” Nada sinis masih terdengar di sini.

“Benarkah itu?” Kini si direktur muda berdiri dari duduknya dan menatap tajam ke Robert Martin.

Really really sorry, Jason…” Kepala Robert Martin sedikit menunduk. Ancaman sang manager muda di hadapannya ini masih terngiang-ngiang di telinganya.

Sang direktur muda kembali terhenyak di tempatnya.

Kau tahu siapa aku bukan? Aku takkan segan-segan menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalanku – termasuk saudara sepupuku sendiri si Jason Keparat itu! Kau yang hanya orang luar dan bukan siapa-siapa bagiku, kau rasa aku akan berpikir dua kali ketika membereskanmu? Kau begitu menginginkan kehidupan yang tenang nan tidak berombak. Kusarankan kau secepatnya mengundurkan diri dari perusahaan ini sebelum aku benar-benar turun tangan terhadapmu…

“Kau pengkhianat!” desis sang direktur muda singkat, tajam nan padat berisi.

Robert Martin mengangkat kepalanya. Ia kini memandang temannya semasa kuliah di hadapannya ini dengan bola mata yang sedikit membesar.

“Oke deh… Hak masing-masing orang untuk tetap bekerja di perusahaan ini atau tidak… Hak masing-masing orang untuk tetap memegang janjinya atau tidak… Aku tidak bisa memaksamu untuk tetap berada di sampingku di perusahaan ini sementara di luar sana ada jalan yang bebas membentang dan yang akan membawamu ke puncak kesuksesan bukan? Pergilah… Aku tidak ada urusan apa-apa lagi dengan seorang pengkhianat sepertimu!”

Robert Martin hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan berat hati. Saat ia berbalik badan dan hendak keluar dari ruangan sang direktur muda, kembali terdengar suara sang direktur di belakang punggungnya,  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status