Share

28. Tukang adu domba.

last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-31 09:32:14

Aku pulang ke rumah dengan perasaan dongkol. Mbak Yuni tak pernah merasa bersalah terhadap sikapnya terhadapku. Pendamaian yang disusun perangkat desa tak juga mempan pada kami dan kembali berujung pada pertengkaran sengit lagi.

Jujur aku juga sedikit iri dengan Mbak Yuni yang dapat suami giat cari uang dan pintar memanfaatkan peluang. Tak seperti suamiku yang pemalas dan bodoh. Tapi kalau soal urusan ranjang aja jago.

Setelah pulang ke rumah, aku langsung mampir ke rumah Mbak Anna. Menjemput putriku Habibah. Sebelum mulut istri Mas Wahyu itu mulai bernyanyi sumbang lagi.

Heran, kenapa semua saudara iparku. Hatinya pada jelek banget sih. Nggak ada rasa empati sedikit pun pada saudara lain yang kesusahan. Boro-boro bantu dalam soal materi, minta kebutuhan yang ada di dapurnya saja pelitnya bukan main.

Selalu iri jika melihat hidupku senang. Giliran aku susah malah diomongin. Huh!

"Loh, Sri ... wajah kamu kenapa babak belur begitu?" tanya Mbak Anna saat aku Baru saja masuk ke dalam
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Saudara celamitan dari Neraka!   68. Wanita bercadar.

    Hari ini Mas Wahyu mengambil cuti, dia pergi ke rumah keluarga Hadi dari jam sembilan tadi. Aku yang kesepian memutuskan untuk main ke rumah Mbak Clara.Kami duduk di bawah batang jambu citra yang berdaun rimbun di halaman rumahnya. Di atas meja tersedia teh hangat dengan sekotak donat dari toko kue kesukaanku. "Ada apa, wajahmu tampak sedang cemas begitu?" tanya Mbak Clara seraya mencomot sebuah donat bertoping stoberry."Gak ada ada apa-apa, Mbak," jawabku bohong. Aku ingin bercerita banyak hal padanya, hanya saja takut akan sampai ke telinga orang tuaku nantinya. "Banyak bohong. Pasti kamu pusing dengan masalah saudara suamimu itu kan?" "Nggak kok, Mbak sok tahu aja. Lagian itu kan urusan mereka, kenapa juga aku harus mikirinnya," dalihku karena masih bingung mau cerita dari mana. Aku menghindari tatapan mata Mbak Clara yang menatapku menyelidik. "Jangan bohong. Kamu tidak berbakat bohong sama Mbak. Kamu lagi mikirin sepupu Wahyu itu kan," balas Mbak Clara seakan tahu isi hati

  • Saudara celamitan dari Neraka!   67. Teror hutang.

    "Astagfirullah, Bu. Ayo berdiri!" Kutarik dengan susah payah tubuhnya untuk kembali duduk di sofa bersamaku. "Tidak. Saya tidak akan berdiri sebelum Mbak Anna mau emnolong saya. Saya bahkan tidak akan pulang ke rumah bila perlu," ujarnya terdengar seperti mengancam.Aku tercengang dengan sikapnya yang begitu keras. Tapi masalahnya bukan aku yang menggunakan uang itu, lalu kenapa aku yang ditekan di sini?"Percuma Mama Rafka mau berkeras di sini. Lebih baik Mama Rafka pulang saja dulu ke rumah, nanti saya sama suami saya akan ke rumah orang tua Sri untuk mendiskusikan masalah uang-uang yang tidak dikembalikannya," saranku padanya. Jemari kurusku pun memijit pelipis karena kepalaku mulai berdenyut. Masalah yang sudah dibuat Sri seakan tiada habisnya dan aku yang tak tahu apa-apa jadi getahnya. "Mbak Ann. Jangan zholim sama saya Mbak.""Loh, saya zholim apa sama Bu Handoyo?" Aku yang terkejut tanpa sadar mulai meninggikan nada suaraku. Dengab perut yang membuncit aku berusaha bangkit

  • Saudara celamitan dari Neraka!   66. Kena getahnya.

    "Di mana Hadi, Bulek? Kenapa dia tidak ke rumah sakit menemui istrinya?" Aku tak menyangka suamiku itu akan langsung bertanya tentang sepupunya itu. Bulek Darsih tersenyum masam. Dia seperti enggan untuk menjawab pertanyaan kami, tapi karena Mas Wahyu terus mengulang pertanyaan yang sama akhirnya Bulek pun menjawab dengan ketus. "Untuk apa dia ke rumah sakit? Biarkan saja wanita itu mengurus dirinya sendiri di sana. Kamu tahu dengan jelas apa yang dilakukan wanita itu pada saudaramu Wahyu. Dan kamu hanya diam saja tanpa membantu." "Aku harus membantu apa? Hadi sebagai suami yang selama ini terlalu memanjakan istrinya. Sekarang saja karena sudah dapat wanita lain makanya berubah," jawab Mas Wahyu dingin. Sorot mata Bulek Darsih tak lagi bersahabat. Aku menyuruh Habibah untuk masuk ke dalam kamar, tak baik untuk anak kecil sepertinya mendengarkan keributan orang tua. Di tambah yang sedang di bahas saat ini adalah ibu kandungnya. "Kamu juga memanjakan istrimu tapi buktinya h

  • Saudara celamitan dari Neraka!   65. Jatuh tertimpa tangga.

    Pov. Anna"Mas, kasihan Sri, ya."Aku menoleh menatap suamiku yang tengah menyetir mobil, pandangan matanya menatapku sekilas kemudian kembali fokus menatap jalan. "Kasihan kenapa?" "Apa kamu gak merasa Mas. Tatapan mata Sri beda dari biasanya, dia nampak banyak berubah," ujarku bingung menjelaskan sudut pandangku padanya. "Berubah bagaimana? Mungkin karena lagi terkena musibah makanya dia tampak lebih tenang, tidak pecicilan seperti dulu," balas Mas Wahyu santai. Matanya masih fokus menatap jalan raya yang tengah ramai. Aku menghela napas panjang. Apa yang dikatakan Mas Wahyu ada benarnya juga. Masalah yang datang padanya bertubi-tubi, ibarat jatuh tertimpa tangga. "Hadi tidak datang. Apa benar dia ada di rumah menjaga anaknya?" "Entahlah, Mas," jawabku singkat. Aku malas melanjut pembahasan tentangnya. Pertanyaan Mas Hadi membuatku teringat atas apa yang dikatakan Ibu Sri padaku. Wanita tua modis itu tampak tak ikhlas merawat anaknya sendiri. Aku jadi mengerti alasan kenapa S

  • Saudara celamitan dari Neraka!   64. Mendung di pagi hari.

    Aku tersentak bangun dengan dada yang naik turun secara cepat. Jantungku seakan tengah melompat-lompat. Rasa nyeri di kepala kembali mendera. Langit-langit plafon berwarna putih serta bau obat serta antiseptik begitu menusuk hidung. Tanpa bertanya tentu aku sudah tahu dimana aku berada saat ini. Aku menoleh ke samping, kudapati wajah wanita yang masih kencang walau usianya telah menua itu menatapku sinis. "Kamu benar-benar bikin malu. Bisa-bisanya diamuk warga," ketusnya mengomeliku, bukannya bertanya lebih dulu tentang kondisiku."Ibu, sakit," ringisku mengadu. Aku juga ingin merasakan dikhawatirkan dan diperlakukan secara lembut seperti yang lain. "Syukurin, rasakan sendiri. Itu akibatnya punya otak tapi tak dipakai.""Bu, aku ini sakit. Bukannya ditanya bagaimana kabarku, Ibu justru memgomel dan menyumpahiku," rutukku. Hati ini terasa sedih. "Kalau kamu bisa menjawabku dan mengajakku berdebat itu artinya kamu sudah baik-baik saja. Bahkan tampak lebih sehat dari yang seharusnya

  • Saudara celamitan dari Neraka!   63. Inner child

    Pov. Sri"Kamu dari mana Mas? Kenapa wajahmu memar seperti ini?" tanyaku setelah melihat Mas Hadi masuk dengan pakaian yang berantakan. Aku tak tahu dia pergi kemana. Seharian tadi dia menghilang tak ada kabar bahkan mertuaku itu pun tak tahu anaknya kemana.Sore hari setelah mengantar Ibu dan adiknya pulang, Mas Hadi pulang dan duduk sebentar di ruang tamu bersama Bibah, lalu kembali pulang dengan keadaan yang kini aku lihat. "Itu bukan urusanmu!" jawabnya ketus. Tanganku yang hendak menyentuh wajahnya dia tepis kasar. Hubunganku dengan suamiku ini semakin renggang seakan ada jurang yang mengikis tiap sudut hingga menjadi semakin lebar. Mas Hadi berjalan menuju kamar Bibah dan mengabaikanku. Dia seakan tak perduli denganku, aku seperti tak kasat mata saja baginya. Hubungan pernikahan kami kini hanya sebatas selembar kertas. Aku tak menyangka pernikahan kami akan berakhir seperti ini. Aku terduduk di ruang tamu seraya memikirkan nasibku selanjutnya. Terkadang aku berpikir, kenapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status