Share

Awal yang rumit.

Raiden  menatap monitor di depannya dengan senyum tipis. Sebuah foto gadis kecil yang terlihat lucu membuatnya tersenyum tanpa sebab. Raiden terus menatap monitornya dan melihat semua foto yang baru saja orang kepercayaannya kirimkan.

"Aozora Xeena Gilhive," gumam Raiden pelan sambil menatap foto gadis kecil tersebut. "... gadis lucu yang penuh dengan kejutan."

Sebuah ketukan pelan di pintu kantornya membuat Raiden terkejut. Dengan cepat Raiden mematikan monitornya dan bersikap seperti biasanya.

"Masuk," ucap Raiden.

Seorang pria tengah baya masuk dan menghormat pada Raiden. Menyerahkan beberapa dokumen yang telah Raiden tunggu. "Dokumen yang anda tunggu, Mr. Raiden."

Raiden menerima dokumen tersebut dan membacanya. Senyum Raiden terkembang saat menyadari hal yang ia minta telah berada di tangannya.

"Gilhive Corp, sebuah perusahaan kecil yang berjalan di bidang perhotelan. Cukup menarik," ucap Raiden pelan.

"Kedua orangtuanya telah lama bercerai hingga menyebabkan Nona Xeena terpukul. Setahun kemudian Ibunya meninggal karena sebuah kecelakaan. Lalu Ayahnya menikah lagi dan tak pernah terlihat di London. Nona Xeena memutuskan hidup sendiri sejak kedua orangtuanya bercerai,"

Raiden menatap pria paruh baya di depannya. "Bercerai?"

Pria tersebut mengangguk. "Hanya itu informasi yang baru kami dapatkan. Gilhive Corp bahkan tak berkembang pesat mengingat banyaknya perusahaan yang begitu banyak dan bergerak di bidang yang sama."

"Ada lagi?" tanya Raiden menunggu.

Pria tersebut diam sesaat. "Selama bertahun-tahun Nona Xeena tak pernah bertemu dengan Ayahnya."

Raiden menatap pria di depannya sesaat dan mengangguk. "Terimakasih atas informasinya. Aku ingin lebih tahu banyak tentang keluarga Gilhive. Cari informasi hingga mendasar tentang keluarganya."

Pria tersebut mengangguk mengerti dan berjalan mundur. Meninggalkan ruangan Raiden dan menutup pintu pelan. Raiden menatap semua informasi yang telah terkumpul. Raiden merasa semuanya belum cukup untuk mengetahui tentang keluarga Xeena. Terlebih semua informasi yang ia terima terasa mengganjal dan terasa jauh dari jangkauannya.

Sedangkan di lain tempat. Xeena berjalan memasuki sebuah kafe mewah. Tersenyum saat lambaian tangan sahabatnya terlihat jelas. Xeena berjalan menghampiri sahabatnya dan langsung disambut dengan pelukan hangat.

"Na, kau tak apa? Kau baik-baik saja?" tanya Violette khawatir. Vio mengelilingi tubuh Xeena meski Xeena telah mengangguk.

"Hei, hentikan itu. Kau membuat kami malu. Biarkan Xeena duduk dan bercerita. Ya ampun," sebuah suara berat yang tak jauh dari mereka menyadarkan Xeena dan Violette.

Xeena tersenyum geli pada pria yang tengah duduk menatapnya. "Nathan, kau disini juga?"

Nathan mengangguk. "Tentu saja. Dia menyeretku seperti orang gila saat menerima telepon darimu. Kau berteriak meminta tolong dan saat itu kami tengah berada di pertemuan keluarga." Nathan menatap Violette yang merupakan saudara kembarnya.

Violette hanya memajukan bibirnya. Duduk di samping Xeena dan menatap wajah Xeena khawatir. "Jadi, apa yang terjadi? Aku menelponmu berkali-kali tapi kau tak mengangkatnya. Ada apa sebenarnya?"

Xeena terdiam dan hanya tersenyum tipis. Nathan yang melihat itu menaikkan satu alisnya. "Hei, apa kau mulai gila?"

"Nathaniel Redrigo Chasiel," ucap Violette kesal.

Nathan menoleh. "Ya, baiklah. Aku akan diam dan mendengarkan."

Xeena kembali tertawa melihat dua saudara yang tak pernah bisa akur. "Aku ditolak bekerja dimanapun."

Nathan dan Violette menatap Xeena. Membuat Xeena tak enak dan kembali melanjutkan kata-katanya. "Dan aku akan segera menikah."

Uhhukkk! Nathan yang tengah meminum sebuah jus tersedak dan terbatuk. Tertawa dan menatap Xeena tak percaya. Sedangkan Violette langsung memegang kening Xeena untuk mengecek suhu tubuh Xeena.

"Apa kau benar-benar mulai gila?" tanya Nathan di tengah tawanya.

"Suhu tubuhmu normal," ucap Violette menambahkan.

Xeena mendengus sebal. "Aku serius,"

"Hahahaha," Nathan hanya tertawa menanggapi perkataan Xeena.

"Ya, ya, ya. Kami percaya pada impianmu. Kami tahu kau begitu ingin menikah karena tak pernah kencan dengan siapapun." Violette meminum jusnya dan tak mendengarkan perkataan Xeena.

Xeena mendesah kasar. "Kalian akan mempercayainya nanti,"

"Sudah? Makan makananmu. Kau terus bicara aneh sejak kejadian telepon itu. Apa kepalamu terbentur?" Nathan menarik piring di depan Xeena dan memotongkan steak di piring Xeena. Lalu kembali meletakkan di depan Xeena setelah semua terpotong rapi.

Violette hanya bisa menggelengkan kepalanya saat mengingat perkataan Xeena yang tiba-tiba mengatakan akan menikah. Beberapa jam yang lalu, Xeena berteriak seakan dunianya hancur dan meminta tolong padanya. Namun setelah bertemu, Xeena mengatakan sesuatu hal yang membuatnya dan Nathan tertawa. Bahkan Violette dan Nathan meninggalkan acara pertemuan keluarga saat Xeena kembali bisa dihubungi dan berjanji akan bertemu di kafe sore ini.

"Kau sudah dengar sesuatu yang besar?" tanya Nathan memecah keheningan.

Violette dan Xeena menatap Nathan.

"Hal besar?" tanya  Violette pada akhirnya.

Nathan mengangguk. "Jutawan London merespon kabar miring tentang kedekatannya dengan seorang gadis baru-baru ini."

"Lalu?" tanya Violette lagi.

"Mereka akan menikah dalam waktu dekat. Kudengar mereka telah bertunangan," jawab Nathan.

"Apa? Menikah? Jutawan London?" tanya Violette semakin antusias.

Kerasnya suara Violette membuat beberapa orang yang berada di dalam kafe menoleh. Xeena yang sama sekali tak tahu arah pembicaraan mereka hanya diam dan menikmati makanannya. Sedangkan Nathan menatap kesal pada reaksi yang Violette tunjukkan.

"Pelankan suaramu," ucap Nathan kesal.

Violette mengangguk. "Aku hanya terkejut. Itu benar-benar sebuah berita besar. Ah, aku begitu penasaran dengan wanita malang yang mau menjadi istrinya."

"Kenapa memangnya? Bukankah suatu keberuntungan bisa menikah dengan jutawan London?" tanya Xeena yang mulai penasaran.

"Jika aku wanita, aku tak akan mau menikah dengannya." Nathan meletakkan sendoknya dan meminum air putih di tangan kanannya.

"Kenapa?" tanya Xeena lagi.

"Kau benar-benar tak tahu, Na?" tanya Violette.

Xeena menggeleng. "Ya ampun kemana saja kau selama ini?"

"Aku merasa dia bukan orang yang penting. Dan aku tak tahu siapa orang yang kalian bicarakan. Kenapa kalian begitu kaget?"

"Dia, pemilik seluruh perbelanjaan mewah di London. Tak hanya itu, hotel, resort dan aset pribadinya sangat fantastis. Dia pria terkaya di London dan memasuki pria sukses di jajaran perusahaan dunia. Jutawan London, itulah sebutan untuknya." jelas Violette dengan sejelas-jelasnya.

"Lalu apa masalahnya?" tanya Xeena tak mengerti.

"Dia gay!" jawab Violette dan Nathan bersamaan.

"Ah, aku sangat kasihan dengan wanita yang akan menikah dengannya. Wanita yang malang," ucap Violette dengan nada melo yang dibuat sedramalis mungkin.

"Kita lihat saja, mereka akan sering tampil bersama. Dan ya, bukankah keluarga kita mengundangnya untuk acara pertunanganmu?" Nathan menatap Violette.

Violette mengangguk dan tersenyum. "Benar. Bahkan Daddy akan mengundang beberapa pengusaha sukses,"

"Kau akan bertunangan?" tanya Xeena tak percaya.

Violette mengangguk. "Ya, semua telah direncanakan. Untuk kebaikan perusahan Chasiel."

"Pernikahan demi perusahaan? Mengerikan." Xeena bergidik ngeri dengan kebiasaan beberapa orang kaya yang menikahkan anak mereka demi sebuah perusahaan.

Violette tersenyum tipis. "Hei, itu tak seburuk seperti yang kau pikirkan. Dia cukup tampan," sanggah Violette mematahkan pemikiran Xeena.

"Ya, aku percaya." ucap Xeena tanpa memperdulikan sanggahan Violette lagi.

Selanjutnya Xeena tak memperdulikan obrolan yang Violette dan Nathan bicarakan. Berada di kelas hidup yang berbeda membuatnya tak banyak mengetahui tentang orang-orang penting yang mereka sebutkan secara rapi. Xeena hanya tersenyum dengan nasip baiknya yang akan merubah hidupnya sebentar lagi. Tanpa Xeena ketahui, bahwa wanita malang yang sahabatnya sebutkan adalah dirinya.

***Save Me, Mr. Cool ***

Pagi ini Xeena kembali dikejutkan dengan kehadiran Raiden di apartemen miliknya. Bahkan saat Xeena baru membuka mata, Raiden telah duduk di kursi dan memandangnya datar.

"Huaaaaaa, apa yang kau lakukan di kamarku?" tanya Xeena panik.

Raiden hanya diam dan menatap jam di pergelangam tangannya. "Dua puluh menit. Aku beri waktu dua puluh menit untuk kau bersiap-siap. Kita akan pergi menyiapkan baju pernikahan."

"Ap-apa? Kenapa kita menikah secepat itu?"

Raiden menatap Xeena. "Turuti perkataanku seperti di surat kontrak yang telah kau tandatangani. Jangan membantah karena aku tak butuh alasan darimu."

Raiden berlalu dari kamar Xeena dan menunggu Xeena di ruang tamu. Sedangkan Xeena hanya bisa menatap punggung Raiden yang telah berlalu.

"Ya ampun, dia Mr. Diktator yang tak terbantahkan."

Xeena bergegas turun dan masuk kekamar mandi. Bersiap cepat dan menemui Raiden yang tengah membaca koran di kursi ruang utamanya. Raiden menoleh dan menatap Xeena sesaat. Lalu meletakkan koran yang berada di tangannya saat Xeena telah duduk berhadapan dengannya.

"Kau datang sendiri?" sapa Xeena.

"Pakai ini," Raiden menyerahkan sebuah kotak cincin di depan Xeena. Mengacuhkan sapaan Xeena dan menatap ekspresi yang akan Xeena keluarkan saat melihat cincin tersebut.

"Untuk apa?" tanya Xeena tak mengerti.

"Haruskah kau bertanya? Pakai saja dan jawab bahwa itu adalah cincin pertunangan kita saat ada orang yang bertanya."

Xeena hanya diam dan membuka kotak cincin ditangannya. "Wow, ini cantik,"

"Tentu saja. Meski ini hanya sebuah pernikahan kontrak, aku tetap akan memberikan yang terbaik untukmu,"

Xeena tak menggubris perkataan Raiden. Xeena hanya menatap takjup pada cincin indah di kotak tersebut. "Apakah ini berlian asli?"

"Apa kau mau menjualnya?"

"Te-tentu saja tidak. Kau pikir aku wanita seperti apa?" ucap Xeena kesal.

"Wanita gila uang," jawab Raiden cepat.

Xeena hanya mendengus kesal. "Pakaikan," Xeena menyerahkan kotak cincin tersebut pada Raiden.

Raiden hanya menatap kotak tersebut. "Apa kau tak punya tangan?" tanya Raiden dingin.

"Kau yang menginginkan aku memakai cincin ini. Sudahlah, lupakan saja. Aku tak akan memakainya," ucap Xeena pasrah.

Raiden tersenyum tipis melihat wajah Xeena yang marah. Meraih kotak cincin tersebut dan meraih tangan Xeena. Xeena menoleh dan melihat Raiden yang memasangkan cincin indah tersebut di jari manisnya.

"Sempurna," gumam Xeena dengan mata yang berbinar.

"Tak buruk," ucap Raiden jelas.

Xeena kembali mendengus kesal dengan kata-kata Raiden. "Ya ampun, dia ini pria robot yang tak punya ekspresi."

Namun Xeena merasa janggal saat cincin itu begitu pas di tangannya. "Dari mana kau tahu ukuran jariku?"

Raiden menatap Xeena sesaat. "Aku bahkan tahu ukuran pakaian dalam yang kau kenakan!"

Xeena membelalakan matanya. "Ap-apa? Kau-"

"Kita pergi sekarang," potong Raiden cepat. Raiden berdiri dan mulai berjalan.

"Kemana?" tanya Xeena sambil mengikuti Raiden.

Raiden menoleh. "Ingatan yang buruk, bukankah aku sudah katakan? Mencoba baju pernikahan kita"

Xeena lagi-lagi hanya bisa mendengus sebal. Mengikuti Raiden dari belakang hingga sampai di mobil mewah Raiden. Xeena menatap kagum pada mobik mewah yang Raiden bawa. Bukan karena tak pernah melihat mobil yang sama dengan yang Raiden miliki. Hanya saja, mobil itu terlihat cocok dengan wajah tampan Raiden.

"Apa yang kau tunggu? Masuk."

Xeena tersadar dan melihat Raiden yang mulai bosan dan menunggunya di samping pintu mobil. Xeena mengangguk dan masuk kedalam mobil. Menatap wajah Raiden dari dalam mobil yang tengah berjalan di depan mobil sebelum sampai dan duduk disampingnya. Mobil berjalan dengan pelan dan meninggalkan area Paragues apartemen. Selanjutnya hanya keheningan yang tercipta. Tak ada yang mencoba bicara atau pun mencoba membuka suara.

Mobil Raiden berhenti di sebuah mansion mewah. Xeena ikut turun dan menatap mansion mewah di depan matanya. "Apakah ini istana? Ini jauh lebih mewah dari mansion Violette dan Nathan."

"Apa yang kau tunggu?" Raiden menghampiri Xeena dan menarik tangan Xeena untuk mengikutinya.

"Ah, pelan-pelan. Hei, kau harus memencet bel dahulu sebelum masuk. Pemiliknya akan marah saat melihat kita masuk tanpa-" ucapan Xeena berhenti saat melihat barisan maid yang telah berbaris rapi. Mereka menundukan kepala saat Raiden dan Xeena baru saja masuk.

"Selamat datang Mr. Raiden dan Nona Xeena," sapa seluruh maid.

Xeena mengangguk kikuk dan mendekati Raiden. "Hei, siapa mereka semua?" bisik Xeena pelan.

"Pelayanku," jawab Raiden cepat. "... siapkan semuanya." perintah Raiden pada seluruh maid.

Seluruh maid mengangguk dan mulai menjalankan tugas. Raiden menarik tangan Xeena untuk memasuki sebuah ruangan. Mata Xeena begitu dimanjakan dengan semua perabotan mewah yang berkelas. Namun isi dalam ruangan tersebut membuat Xeena benar-benar kagum. Deretan baju pengantin dengan semua keindahan tersaji di depan mata. Bahkan Xeena mulai bingung untuk memilih jika Raiden menyuruhnya untuk memilih.

Raiden berjalan dan Xeena hanya mengikuti dari belakang. Dua maid tersenyum ramah pada Xeena dan juga mengikuti langkah Raiden. Hingga Raiden meraih beberapa potong baju dan menyerahkan pada dua maid tersebut. Dua maid tersebut menarik tangan Xeena lembut untuk mencoba semua gaun yang telah Raiden pilih. Sedangkan Raiden hanya duduk dan menunggu.

Gaun pertama, Xeena menatap Raiden dengan senyum terpaksa saat merasa tak nyaman dengan beratnya gaun yang ia pakai. Hingga Raiden menggelengkan kepalanya dan Xeena kembali masuk untuk mencoba gaun berikutnya. Dua jam berlalu dan Xeena mulai lelah. Raiden juga mulai bosan hingga akhirnya menyuruh dua maid yang berada di ruangannya keluar tanpa sepengetahuan Xeena. Raiden meraih salah satu jas yang juga telah disiapkan untuknya.

"Bisakah kaitkan bagian belakangnya?" tanya Xeena pelan dari dalam ruangan.

Raiden membeku. Namun langkahnya membawanya untuk masuk dalam ruangan Xeena. Raiden menatap punggung putih Xeena dan dua tangan Xeena yang berusaha mengaitkan kancing gaun tersebut. Dengan pelan tangan Raiden terulur dan mengaitkan kancing gaun tersebut.

"Ah, terimakasih. Aku harap ini gaun yang terakhir dan maaf membuat kalian letih. Aku sangat menyukai gaun yang ini," ucap Xeena tanpa menoleh kebelakang.

Raiden hanya diam hingga Xeena membalikkan tubuhnya. Xeena membulatkan kedua matanya saat menatap wajah Raiden yang juga menatapnya. Pandangan Xeena turun kebawah dan rona merah langsung hadir di kedua pipinya. Raiden tengah memakai kemeja dengan kancing baju yang belum di kancingkan.

"Hei, apa yang kau lihat?" tanya Raiden lembut di telinga Xeena.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status