Saat di kantin, Aarav dan Reina terpisah. Mereka sibuk memilih jajanan yang hendak dibeli. Aarav tersenyum senang melihat Snack yang dia cari ada di depannya. Dia pun segera pergi untuk membayar Snack yang dia beli itu. Tapi saat dia berbalik, tiba-tiba tanpa sadar menabrak seorang gadis hingga mereka terjatuh bersama.Tiara memegangi punggungnya yang kesakitan sambil meringis. Sedangkan Aarav mencoba untuk berdiri dan membersihkan pakaiannya, setelah itu, dia mencoba untuk menolong Tiara."Maaf, sini aku bantu," ucap Aarav sambil mengulurkan tangannya.Tiara mendongakkan kepalanya. Dia terkejut melihat sikap Aarav. Sebelum pertanyaan menghantui pikirannya, dia segera membalas uluran Aarav dan berdiri.Aarav memandangi Tiara dengan rasa bersalah. Dia menunduk."Aku minta maaf, kamu gak apa-apa kan?" Tiara tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya."Gak apa-apa."Aarav pun pamit pergi meninggalkan Tiara dan membayar jajanannya pada ibu kantin. Sementara Tiara hanya diam dan terse
Saat di dalam mobil, Aarav terus terdiam sambil melipat kedua tangannya dan sesekali memandangi jalanan. Dia terlihat kesal.Angga yang melihat sikap Aarav seperti itu tertawa pelan. Dia bertanya pada anaknya, "Ada apa? Kenapa kau kesal?"Aarav menatap Angga kesal sekilas. Dia mengembuskan napasnya sambil mengalihkan perhatiannya ke sebuah warung-warung yang ada di pinggir jalan. "Papa tanya, kamu kenapa?"Aarav yang mendengar pertanyaan Angga menjadi makin jengkel. Dia menatap ayahnya kemudian menjawab, "Gak apa-apa. Papa dari mana aja? Aarav nungguin papa lo dari tadi."Angga menunduk sambil tersenyum kecil. "Hanya itu?"Aarav hanya diam. "Baiklah, Papa yang salah. Maafkan Papa," ucap Angga. Aarav yang tadinya kesal kini tersenyum. Dia mengangguk dan merasa senang mendengar ucapan ayahnya."Baiklah, Aarav mau maafin Papa, asal---""Asal apa?""Papa beliin Aarav es krim," pinta Aarav yang membuat Angga terkejut mendengarnya. Dia sedikit tertawa pelan. Meski begitu, Angga tetap menu
Di sekolah, Aarav memandangi sekolahnya. Dia masih terdiam di samping mobil. Angga yang melihatnya berusaha menegur, "Ada apa Aarav? Ayo masuk," titahnya.Aarav menoleh. Dia menatap Angga cemas. "Tapi Pa? Ini kan sudah jam sepuluh. Bagaimana kalau mereka memarahiku?"Angga menghela napas. "Dengar, itu sudah jadi hukuman buat kamu. Lagipula kau juga sudah dewasa, harus berani bertanggung jawab.""Ah, pokoknya Aarav nggak mau tahu. Papa anterin Aarav masuk ya," pintanya.Angga menggeleng. Dia mencoba menolak namun Aarav terus memaksanya sehingga mau tak mau dia harus mengantarkan putranya masuk ke kelas. Di sana, terlihat suasana sangat sunyi dan terdengar suara guru yang sedang mengajar. Dengan perlahan, Angga menggandeng tangan Aarav kemudian mengetuk pintu kelas."Permisi," ucap Angga membuat semua orang yang ada di kelas menoleh begitupula dengan Bu guru."Iya, ada apa, Pak?" tanya Bu guru ramah. Tak ada jawaban dari pria tersebut. Dia hanya diam dan menata
Selesai konsultasi, Vanya, dokter psikolog yang menangani Aarav, dia mengajak Angga untuk masuk ke dalam ruangannya. Di sana, mereka duduk berdua. "Jadi .... Bagaimana Dok?" tanya Angga penasaran. Vanya mengembuskan napasnya berat. "Maaf Pak, sebenarnya anak baik-baik saja. Tidak ada masalah sama sekali, dia tidak gila sama seperti yang Anda pikirkan. Tapi di sini, saat dia berubah menjadi manja dan suka senyum-senyum sendiri serta tiba-tiba menjadi dekat dengan wanita yang Anda maksud, kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh rasa traumanya di masalalu yang masih membekas sehingga membuatnya menjadi sedikit stres. Nah stres inilah yang kadang bisa menyerang dan membuat kita mengalami sedikit gangguan mental...," jelas Vanya.Angga mengerutkan keningnya. Dia mengembuskan napasnya berat mendengar ucapan psikolog tersebut. Sambil menggelengkan kepalanya, dia mengusap wajahnya kasar kemudian menatap wanita yang ada di depannya saat ini."Trauma Dok? Tapi selama
Sepulang sekolah, Dennis diam-diam mengikuti Reina yang ia berjalan pulang ke rumahnya. Dia melangkahkan kakinya pelan-pelan tepat di belakang Reina.Reina menghentikan langkahnya. Dia mengerutkan keningnya, merasa heran dengan apa terjadi. _"Seperti ada yang mengikuti_" tanyanya dalam hati kemudian menoleh ke belakang. Sorot matanya terkejut melihat Dennis tepat di depannya saat ini. Dia menatap Dennis sambil mengerutkan keningnya karena heran sekaligus kaget."Kamu? Kenapa kamu ngikutin aku?" tanya Reina penasaran pada Dennis.Dennis tersenyum kecil. "Ya gak apa-apa kan? orang aku pengin jalan ma kamu," jawabnya. Reina menggekeng. Dia melirik Dennis kesal."Apaan sih? sudah sana pergi! Aku gak mau jalan sama kamu!" usirnya.Dennis menggeleng. Dia tidak menghiraukan permintaan Reina dan tetap keras kepala mengikuti gadis itu. Reina berusaha tetap diam sambil berjalan. Hatinya menjadi gelisah apalagi pria itu kini berada tepat di sampingnya. Dia m
Melihat suasana yang kini sedikit tegang dan sunyi, pak guru berusaha menenangkan para siswa dan mereka pun melanjutkan pelajaran.Reina dan Aarav kembali ke bangku masing-masing. Semua pun terdiam dan mengerjakan tugas. Sedangkan Dennis, dia terus menatap Reina kesal.***Sepulang sekolah, Reina masih merasa bersalah pada Aarav sebab gara-gara kesalahannya, laki-laki itu jadi kena hukuman. Reina melirik Aarav yang terdiam sejak tadi pagi, dia mengembuskan napasnya berat. Saat hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dia terkejut karena Aarav tidak ada di depannya. Dia pun ikut berdiri dan bergegas menyusul Aarav yang keluar kelas."Aarav," panggil Reina sambil menepuk bahu Aarav.Aarav menoleh. Dia menatap Reina sambil tersenyum kecil."Iya ada apa?"Reina menunduk kemudian kembali menatap Aarav."Kamu kenapa?""Kenapa bagaimana?"Reina menggaruk rambutnya. "Tadi itu kamu serius? M
Di dalam mobil, Aarav duduk sambil memandangi pemandangan yang ada di jalanan seperti pepohonan, warung makan sederhana, bengkel dan masih banyak lagi. Meski tatapannya sibuk menatap pemandangan tersebut, tapi pikirannya masih terfokus oleh hal yang sama. Rasa penasaran kembali menyelimuti benaknya. Sekian tahun berlalu, akhirnya dia bisa melihat sekaligus dekat dengan sosok wanita yang dia rindukan meski sebentar. Tapi tunggu dulu, apa benar apa yang lihat itu memang nyata? Atau dia hanya terlalu rindu hingga tidak sengaja halusinasi?Angga yang melihat anaknya terdiam sambil melamun berusaha menyadarkannya. Dia tersenyum menatap Aarav."Ada apa Aarav?" tanya Angga ramah.Aarav menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa kok, Pa.." jawabnya lalu menunduk dan mengembuskan napasnya berat. Sedangkan Angga hanya diam sembari menyetir mobil.***"Aarav, kamu mau nggak nanti malam main sama aku di sini kaya biasa?" pinta Nathan pada Aarav di telepon.Aarav mengerutkan keningnya."Tempat b
Aarav mencoba untuk mengontrol tubuhnya dan berjalan dengan benar seolah tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi, itu selalu gagal sebab dia sering terjatuh akibat tidak sengaja kesenggol batu yang ada di jalan.Tiba-tiba, sorot mata Aarav tertuju pada sosok wanita yang sedang berjalan di pojokan jalan. Dia menyipitkan kedua matanya berusaha untuk melihat wanita itu untuk mengenali wajahnya. Aarav terdiam, saat sedang sibuk berpikir sambil menatap, tiba-tiba wanita itu sudah ada di dekatnya. "Ada apa?" tanya wanita itu yang penasaran sekaligus tidak nyaman karena ditatap oleh Aarav.Mendengar suara yang menurutnya tidak asing, Aarav menoleh ke arah sumber suara tersebut. Lagi dan lagi, kini dia malah melihat wajah ibunya. Aarav mengerutkan keningnya. 'Sebenarnya ada apa ini? Apa aku halusinasi?' "M---ma---ma. Ini Mama?" tanya Aarav terbata-bata dan sedikit gugup.Vira mengerutkan keningnya. Dia menggelengkan kepalanya pelan."Mama? Dengar, kau pasti salah. Aku bukan ibumu, sudah ya, aku