Saat sedang terpaku akan keadaan, tiba-tiba ponsel Aarav berbunyi. Segera, diapun pamit keluar untuk menjawab telepon tersebut."Halo, iya ada apa, Pa?" tanya Aarav dengan suara serak seperti ingin menangis, namun juga tersenyum senang."Kau dimana? kenapa belum pulang sore begini?" Angga juga terdengar khawatir.Mengetahui ayahnya yang sedang mencemaskan keadaan dia, Aarav pun merencanakan sesuatu untuk kedua orang tuanya tersebut. Dia tersenyum."Papa, Aarav lagi di rumah sakit, kepala Aarav sangat sakit," jelas Aarav sembari memegang kepalanya, membuat Angga terkejut."Apa?! Kenapa tidak menghubungi papa? sebentar, papa ke sana sekarang juga!" Telepon terputus. Terlihat raut panik Angga, dia segera mengeluarkan mobil dan bergegas ke rumah sakit. Berbeda dengan sang ayah yang panik setengah mati, Aarav justru tersenyum kesenangan. Saking senangnya, dia hampir melempar ponselnya. Namun, Reina datang dan menangkapnya sehingga ponsel lelaki itu tidak jadi menyentuh lantai."Kau ini, p
Angga menatap Reina tak percaya. Dia memangku pipi putrinya itu sambil menatap dengan mata yang berkaca-kaca. "Putriku.." ucapnya senang lalu memeluk Reina.Reina membalas pelukannya. "Papa? Selama ini, papa ada dimana? Kenapa mama tidak pernah bercerita bahwa--""Sudahlah. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Sekarang, yang penting kita bisa bertemu dan berkumpul kembali. Aku senang sekali," ucap Aarav sambil berjalan menghampiri Reina.Reina menatap Aarav tak percaya. Dia masih ling lung. Pikirannya butuh waktu untuk mencerna keadaan. Angga menatap Vira dengan senyuman dan mata yang berkaca-kaca. Namun, sang istri justru membalasnya dengan tatapan dingin."Ini sudah malam. Kau harus istirahat. Reina, kau di sini, temani mama. Dan kau Aarav, ayo pulang. Kita akan menyiapkan sesuatu untuk mama nanti.." jelas Angga.Reina mengerutkan kening. "Sesuatu apa?"Aarav hendak menjawab pertanyaan Reina, namun saat melihat ekspresi Angga yang melarangnya memberi tahu rencana surprise mereka pu
Reina berjalan menghampiri Aarav. Dia tersenyum ramah menatap lelaki yang merupakan kakak kandungnya itu."Hai. Good morning," sapa Reina.Aarav membalas senyuman Reina. "Morning. Bagaimana kabarmu? Kau pasti senang kan bisa tidur di kamar mewah?" tebaknya.Reina menghela napas. Dia mengangguk pelan."Iya, tapi aku juga sedih. Aku rindu Mama. Oh ya, bagaimana harimu dengan beliau? Rasa rindumu sudah berkurang bukan?" Aarav menggeleng. Wajahnya menjadi datar dan hanya tersenyum. "Iya, aku senang bisa sama Mama. Jujur, aku ngga enak dengan keputusan papa buat tukaran posisi seperti ini..." ujar Aarav sambil menunduk.Reina merangkul Aarav. "Kau yang sabar. Kita pasti akan jadi keluarga harmonis.."Aarav hanya diam dan tersenyum kecil. Dia membelai rambut Reina dengan kasih. "Makasih adikku sayang," ucapnya.***"Aarav dan Reina kakak adik? Itu berarti aku bisa menjadi pacarnya?" tanya Tiara pada dirinya sendiri karena senang mengetahui kenyataan hubungan Reina dan Aarav."Mereka sauda
"Tidak, Mama darimana saja? Aarav habis beli makanan kesukaan mama, tau?" ujar Aarav berusaha mengalihkan pembicaraan.Vira menatap putranya dengan dingin. Dia berjalan mendekat sambil bertanya, "Kamu tadi bilang Mama kenapa?"Aarav tersenyum. "Tadi, Aarav juga pengen disuapi Mama cuma mama tidak ada di sini.. jadi Tante Farah yang menyuapi Aarav," jelasnya.Vira terdiam. Dia menghela napas sambil melirik Farah dengan kesal. Sementara wanita itu justru membalasnya dengan senyuman."Biar aku makan sendiri," ujar Aarav mengambil makanan yang dipegang Farah lalu memakannya sendiri.Farah tersenyum menatap Aarav. "Gimana? Kamu suka?" tanyanya ramah melihat lelaki itu makan dengan lahap.Aarav mengangguk. Dia tersenyum senang. "Makanan Tante memang selalu enak. Aku suka..""Baguslah. Kapan-kapan main ke rumah Tante, biar Tante masakin makanan yang lebih banyak buat kamu.." ujar Farah pada Aarav sambil melirik Vira yang sedang menatapnya dingin."Sepertinya itu lain kali. Karena, Aarav juga
Angga dan Vira sedang mengadakan pesta kecil untuk ulang tahun anak mereka Aarav yang kini baru saja menginjak usia 4 tahun. Vira tersenyum menatap Aarav. Dia memotong kue ulang tahun berwarna cokelat tersebut dan menyuapi anaknya dengan kasih sayang. "Selamat ulang tahun, Sayang!" ucapnya. Aarav tersenyum senang. "Makasih Ma!" Di saat senang menghadapi pesta, tiba-tiba saja kepala Vira menjadi pusing. Badannya yang tadi baik-baik saja kini menjadi lemas tak berdaya. Sehingga tanpa sadar, dia mulai terjatuh dan pingsan. *** Angga sedang mengobrol bersama teman-temannya di pojokan sambil bercanda dan sesekali meminum segelas air. Di sela-sela obrolan, Angga mengalihkan pandangannya. Deg! Sorot matanya tertuju pada seorang wanita yang sedang tergeletak tak sadark
Vira sedang berbelanja di pasar bersama teman-temannya, karena haus. Mereka pun memutuskan untuk istirahat sembari meminum jus. Kebetulan, Angga juga ada di sana sambil duduk manis bersama seorang wanita. Bahkan mereka terlihat sangat dekat. Dia mengusap wajahnya sambil tersenyum. Melihat hal itu, Bianca, teman Vira menyenggol lengan Vira sambil bertanya, ''Itu bukannya suamimu?" Vira tersenyum mengangguk. Awalnya dia merasa biasa saja bahkan senang karena melihat suaminya ada di sini. Namun semakin lama, dia menjadi gelisah. Apalagi saat melihat wanita yang ada di samping sang suami. Hatinya hancur melihat kemesraan dua pasangan tersebut. Karena penasaran bercampur sakit hati, Vira pun beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Angga. "Mas, dia siapa?" tanya Vira dengan suara serak, menahan tangisnya. Deg Angga yang tadinya santai kini menjadi
Semenjak kepergian sang ibu, Aarav menjadi terpuruk. Dia sangat sedih. Apalagi, ayahnya juga sering mendiamkannya, bahkan pergi keluar rumah. Jarang sekali pulang. Membuat Aarav semakin kesepian. Karena stres, Aarav menjadi sering menghabiskan waktunya di kamar. Mengurung diri dari keramaian. Bahkan dari teman-temannya. Kegelapan yang tadinya adalah hal yang menakutkan bagi Aarav, sekarang adalah hal yang paling menenangkannya. Kesunyian ini benar-benar indah meski harus dihiasi dengan tangis. tok tok tok Mendengar suara ketukan pintu, Aarav pun segera menghapus air matanya dan beranjak dari kasurnya kemudian membuka pintu. Dia melihat Ana, bibinya, sedang berdiri sambil membawa nampan yang terdapat makanan. Ana tersenyum menatap Aarav. "Aarav, ayo makan. Ini sudah malam, kamu belum makan dari pagi. Ayo makanlah nanti kamu bisa sakit. Baiklah kalau kamu tid
Aarav pulang ke rumah. Sesampainya di sana, dia bergegas pergi menemui ayahnya karena tidak sabar menahan rasa rindunya setelah lama tidak bertemu dengan orang tua. Ingin menghabiskan waktu bersama sang ayah meski hanya sebentar. Namun saat dia hendak membuka pintu, samar-samar dia mendengar suara aneh dari balik pintu. Karena penasaran, Aarav pun segera membuka pintu kamar untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Dan .... Deg Mata Aarav melotot terkejut tak percaya melihat apa yang ada di depannya saat ini. Tangisannya tumpah membasahi pipinya. Bagai ditusuk seribu duri, hati Aarav kini menjadi hancur melihat ayah yang dia sayangi bersama seorang wanita selain ibunya dalam satu ranjang. "Tidak ... Aku pasti lagi halu," ucap Aarav sambil menggelengkan kepalanya dan menepuk pipinya, berusaha untuk menyakinkan dirinya sendiri bahwa itu salah. Me