Kedua bola manik ini mendelik saat mendengar saran dari Rosa. Aku pikir, dia bisa memberikan saran terbaik, nyatanya ....Huff!Aku mendengkus kesal, penuh kekecewaan terhadap Rosa yang kali ini tak dapat diandalkan."Dion, kita nggak jadi makan! Lebih baik kita balik ke lokasi sayembara, bikin kelar masalah dengan si Raka sialan itu!" ucapku dengan emosi yang meledak-ledak.Dion menepikan mobil, entah apa maunya. Dia memiringkan badan untuk menghadap ke arahku."Nona Riana, ada benarnya saran dari Nona ini. Pak Raka posisinya sudah jelas menang. Tindakan tadi pagi, menandakan bahwa dia pegang kunci untuk membuktikan Nyonya Merry Usbad itu adalah orang yang sama dengan Nona Mariana Leurissa," ujar Dion menyampaikan analisa."Kamu terlalu menganggap enteng Raka, Ri. Sebaiknya kamu pikirkan matang dulu, barulah bertindak.""Terus, aku harus bagaimana?""Ada baiknya kamu redam masalah dengan mengiyakan permintakan Raka. Hanya saja, kamu coba ajukan syarat.""Betul kata Nona ini, saya jug
Mendengar ucapan Raka yang rela melakukan apa saja, aku pun tersenyum. Lelaki jika sudah bucin, biasanya akan kehilangan akal sehat. Dia lebih cenderung memilih membahagiakan sang wanita, meskipun harus mengorbankan banyak hal."Aku ingin mengakhiri sayembara pencarian jodoh itu, tapi ... ehm ... nggak mungkin kalau aku membatalkan begitu saja. Jadi, aku rasa ...." Sejenak aku terdiam, sengaja menggantung kalimat dan berpura-pura berpikir keras."Jangan khawatir, Nona Riana. Asalkan Nona Riana menikah denganku, semua kerugian atas sayembara itu akan aku tanggung." Raka berkata dengan begitu yakin."No, no, no ... bukan itu. Bisakah kamu carikan satu wanita untuk menggantikan peranku sebagai Nyonya Merry Usbad?""Maksudnya?" tanya Raka dengan mengernyitkan dahi."Begini, Pak Raka. Aku tidak mungkin membuat para peserta kecewa, bukan? Mereka sudah rela membuang waktu, meninggalkan pekerjaan dan anak istri demi ikut sayembara itu. Anda pasti tahu, tidak mungkin mereka kecewa begitu saja
Sungguh, hari yang tak pernah muncul dalam perkiraanku. Bahkan datang dalam mimpi pun tidak pernah.Malam ini, di ruang tamu telah berkumpul banyak orang. Aku sendiri tak menyangka jika malam ini adalah sessi lamaran. Keluarga Raka datang dengan membawa beberapa hantaran, mereka bukan hanya kedua orang tua Raka, melainkan masih ada beberapa orang lagi yang turut datang.Lebih heran lagi, kedua orang tuaku menyambut mereka dengan begitu baik. Bahkan dapat kulihat semua telah tertata rapi, seakan sudah siap menerima mereka. Ya, semua persiapan untuk menyambut tamu benar-benar sudah dipersiapkan.Aneh saja bagiku, Papa dan Mama tak banyak bertanya. Mereka langsung setuju dan menggelar acara lamaran. Apa karena mereka melihat sosok Raka yang berperangai sopan?Aku benar-benar tak mengerti. Semua tampak bahagia, baik dari keluarga Raka maupun kedua orang tuaku. Walaupun banyak pertanyaan berjubel di kepala, aku tak bisa banyak bertanya. Aku hanya memilih diam.Ini sungguh kegilaan macam ap
Malam telah larut, bahkan nyanyian binatang malam pun mulai meredup. Mata ini masih enggan untuk memejam, pikiran terus terganggu dengan perjodohan yang tiba-tiba.Aku masih di atas tempat tidur, memeluk lutut seraya melempar pandangan ke luar jendela kaca. Entah apa yang aku lihat, hanya pikiran yang melayang entah ke mana.Jika saja perjodohan tidak dengan jalan seperti itu, mungkin aku bisa terima. Namun ini, mereka seakan menjebak dan mempermalukan aku. Kedua orang tuaku berkomplot dengan Raka, mereka merencanakan semua ini untuk membatalkan sayembara itu.Ingatanku kembali pada kejadian sore tadi. Raka akhirnya menolak persyaratan dariku untuk menyelesaikan acara sayembara Nyonya Merry Usbad mencari jodoh. Semua atas anjuran Papa yang juga kompak menolak ide gilaku itu. Semua akan dibubarkan begitu saja, hanya sebagai uang tutup mulut maka setiap peserta akan diberi kompensasi. Selain itu, mereka akan menandatangani surat pernyataan bahwa mereka tidak akan menuntut ataupun memub
Otakku mulai berpikir. Aku rasa, membuat Dion jatuh cinta denganku maka akan lebih memudahkan aku dalam menggali informasi darinya."Dion, apa kamu benar sudah punya pacar?" tanyaku sembari bergelayut manja di lehernya, aku yakin Dion pasti akan mengira aku sudah mabuk."Nona ... to ... tolong jangan seperti ini," ucap Dion seraya berusaha melepas tanganku dari lehernya."Kenapa, Dion? Apa karena aku sudah tua, jadi kamu tidak tertarik denganku?" tanyaku dengan tatapan nakal dan berakting layaknya orang mabuk."Bukan begitu, Nona Riana. Saya ... saya takut khilaf."Aku pun terkekeh. Lucu sekali lelaki muda ini. Dia sangat berbeda dengan Reza. Jika Reza, dia sangat menantang dan justru mengganas saat hendak melahap kenikmatan bersamaku. Beruntung saja waktu itu aku segera tersadar, sehingga selamat kesucianku.Sejenak aku menatap wajah Dion, lelaki yang sebenarnya cukup manis jika dipandang. Yang aku suka darinya adalah sikap lugu, bahkan di hadapanku saja dia sudah gugup."Dion, apa k
Udara pagi di Puncak benar-benar menggigit tulang. Sinar mentari masih malu-malu untuk menerobos awan, sehingga menyisakan hawa dingin yang tak kunjung usai. Aku pun semakin merapatkan selimut.Namun, ketika hendak memejamkan mata kembali, ingatanku langsung ke Dion. Aku mendengkus, kemudian menggeliatkan badan. Rasanya sangat malas untuk bangkit dari tempat tidur.Segera aku raih ponsel, kemudian menekan tombol panggilan ke nomor kontak Dion. Namun, panggilan urung karena terdengar suara ketukan di pintu."Nona, apakah hari ini Nona tidak ingin pergi ke kantor atau kembali ke rumah?" tanya Dion setelah mengetuk pintu.Aku masih terdiam tak menyahut.Terdengar kembali ketukan pintu hingga beberapa kali dengan diiringi panggilan. "Nona Riana ... bangun, Nona."Kembali aku mendengkus kesal. Entah mengapa aku merasa Dion berusaha sedang membujukku agar mau pulang."Masuklah!" perintahku seraya menarik selimut hingga menutupi wajah.Terdengar suara pintu dibuka, tetapi aku memilih tetap m
Tiga hari sudah aku di villa bersama Dion. Akhirnya aku bisa meluluhkan kerasnya prinsip dia, bahkan dia bersedia menikah denganku. Rencananya, sore ini aku akan membawa Dion ke rumah dan mengenalkan pada orang tua.Semua resiko atas keputusanku sudah aku perkirakan, dan aku siap menerima semua konsekuensinya. Jika Papa dan Mama saja tidak peduli atas masalahku, lalu untuk apa aku harus peduli dengan mereka?Perjodohan bukan lagi masanya. Ini bukan jaman Siti Nurbaya, tidak ada yang namanya menikah dijodohkan dengan alasan apapun, kecuali untuk political marriage atau tujuan tertentu.Dion mengemudikan mobil Ferarri kuning milikku. Sepanjang perjalanan, senyum lelaki muda itu terus mengembang. Sesekali mengelus pipiku, kemudian menarik kepalaku agar bersandar di bahunya. Rasa canggung sudah tak ada lagi, dia lebih bisa menunjukkan ekspresi rasa sayangnya terhadapku."Sayang, apa kamu yakin dengan hubungan kita?" tanya Dion seraya mengecup puncak kepalaku, kemudian fokus kembali ke jal
Pandanganku tertuju pada wajah Raka yang berubah panik. Begitu pun saat aku menoleh ke arah Papa, tatapan Papa penuh arti ke arah Raka. Sepertinya ada yang mereka sembunyikan dariku selama ini. Huff ... persekongkolan macam apa ini?"Apa maksud kamu, Dion? Jangan coba-coba fitnah saya ya!" bentak Raka dengan emosi."Saya sudah lelah dengan permainan Anda, Pak Raka. Lagipula, kasian Nona Riana. Dia harus menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai," tutur Dion seraya merengkuh bahuku.Tangan Dion meremas bahuku, ada getaran dalam suaranya. Aku yakin, saat ini dia sedang mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Raka. Mantan bos-nya itu sudah pasti memiliki power untuk menghancurkan dia, tetapi saat ini dia memilih untuk melawan.Sesuatu hal yang sungguh mengejutkan, karena selama ini banyak orang yang tak berani pada Raka. Pebisnis sukses itu merupakan pemasok bahan baku berkualitas terbesar di negeri ini, jelas akan berpengaruh pada pasokan bahan baku ke perusahaan mereka.Orang berpe