Meskipun tidak ada musim semi di negara ini, tapi Nia masih bisa merasakan aroma musim semi yang tampak dari pasangan-pasangan. Dengan sangat terbuka, mereka menunjukkan perasaan satu sama lain, terbuka satu sama lain, bahkan saat mereka berbicara satu salam lain ada perasaan yang hangat dan menyenangkan yang muncul dari keduanya. Bahkan mereka bisa berbicara sambil tersenyum sangat lebar.
Hal itu juga terjadi di dalam kantornya. Di kantornya yang tenang dan suci, ada pemandangan tidak mendidik yang dilakukan antara temannya dan asisten dosennya.
Di awalnya, ketika ia tahu tentang fakta hubungan mereka dan juga Elsie yang sering berkunjung, sebagai sahabat dan tutor, ia merasa turut bahagia. Ia biasanya mencoba untuk terlihat peka dengan meninggalkan mereka untuk berbicara privasi dan saling menunjukkan cinta satu sama lain yang membuatnya begidik gemas. Namun sehari, dua hari, tiga hari, hingga setiap hari, Nia merasa lelah dan terbeban.
Meskipun memiliki se
Alvan pulang ke rumahnya dengan sangat senang. Meskipun mereka mendapat semprotan amarah Profesor Nia, ia senang lantaran ia bisa melihat Elsie.Sebenarnya ia ingin mendatanginya lagi sore ini, tapi ada hal yang tidak terduga sehingga Elsie harus kembali ke kantor dan melakukan rapat yang mungkin akan memakan waktu yang sangat lama. Jadi terpaksa Eizel harus menahan kerinduan yang sudah dirasakannya —padahal baru saja mereka berpisah—, dan menyimpannya sementara untuk besok."Kau pulang cepat?" tanya ibunya padanya ketika ia tiba sampai di rumah."Ya." jawabnya dengan senyum terlampaui lebar sehingga dengan terkekeh ibunya menertawakan perubahan
Seperti rapat-rapat yang sebelumnya, rapatnya dengan Elsie dan dua sekretaris mereka itu berjalan hingga tengah malam. Namun meskipun mereka harus melawan kantuk yang diderita, ada yang perlu dirayakan. Mereka tidak perlu rapat hingga berhari-hari. Cukup hari itu. Tentu itu sangat membahagiakan, mereka sudah kelelahan dengan kelelahan dengan kegiatan mereka selama seharian ini dan kini untuk merayakannya, ia memesan kopi pada Anna yang masih terjaga lantaran sekretaris barunya sudah tumbang di tempat."Betapa senangnya jika rapat selalu seperti ini. Terakhir kali aku sampai membuat masalah besar dan tidur di teras sebagai konsekuensinya." ujar Elsie dengan senyum bahagia yang merupakan pemandangan langka abad ini."Benar. Aku juga ikut senang. Terakhir kali aku tidur di lantai dan seseorang menyerang ku dari atas." gumamnya sambil mengingat kesakita tang dirasakan tubuhnya. Terlebih ketika siku tangan wanita itu mendarat lama keadaan tepi yang sangat runcing. Lalu ia men
Sambil menguap sangat lebar, Anna membeli kopi untuk dua direktur dan satu sekretaris juniornya.Lalu dengan menggunakan kartu kredit perusahaan yang dititipkan padanya oleh Direktur Elsie, ia membayar semua kopi tersebut dan langsung membawanya ke kantor. Jarak antara kantor dan tempat kopi sangat dekat, hingga dengan langkah kaki yang masih terhuyung-huyung lantaran mengantuk, ia tetap bisa sampai ke kantornya.Ia menaiki lift sambil menyandarkan kepalanya di dinding lift untuk memejam kan mata sejenak, tapi ia harus bangkit dan bersiap lagi ketika suara 'ting' terdengar.Dengan langkah kaki yang semi diseret, ia mendatangi ruang direktur utama yang tampak sudah dekat, tapi terasa jauh bagi kakinya. Lalu membuka pintu sangat gembira lantaran akhirnya ia tiba di tempat tujuan. Namun dalam sejenak, perasaan itu menjadi sirna karena ia sangat terkejut melihat ada sosok pria yang muncul di depannya setelah ia membuka pintu.Dengan sekuat tenaga, ia me
Terbangun dengan tubuh yang sakit semua adalah hal yang paling buruk. Jadi untuk menyamankan tubuhnya yang terasa sakit di semua tempat, ia merenggangkan tubuhnya lalu membuka mata.Dengan pemandangan mata yang belum jelas, samar-samar ia melihat mata tertutup indah, hidung yang kecil dan mulut.Ada apa ini? Bukankah mata, hidung, mulut adalah bagian dari wajah? Apakah dia memiliki lukisan manusia di kamarnya? Kenapa ia ...Matanya yang buram perlahan menjadi jelas, lalu ia melihat wajah Anna tepat di depannya yang membuatnya memundurkan tubuhnya lantaran sangat terkejut.Ada apa ini? Kenapa ada Anna di sini? Lalu ruangan ini ...Eizel melihat sekitar dan menyadari dirinya sedang di kantor...., Ruangan ini bukan kamarnya melainkan ruang kantornya. Lalu ia pun ingat kejadian kemarin, sepanjang malam mereka saling mengobrol dan ujung-ujungnya mereka terlelap juga.Sambil bangkit dari tidurnya, Eizel mengeluhkan dirinya yang
Karena sudah pergi ke kafe tadi pagi, Eizel menolak ajakan Alvan untuk berbicara di kafe. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berbicara empat mata di lobi perusahaan tersebut."Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Eizel pada Alvan ketika mereka sudah terdiam cukup lama. Lalu sambil mengetuk kaca jam tangan yang digunakannya dan menyadarkannya akan waktu yang melaju sangat cepat. "Waktuku tidak banyak. Setelah ini aku ada pekerjaan di luar, jadi langsung ke intinya saja."Di rumah, ia sudah menyusun sangat banyak kata untuk pria itu, bahkan ada kata yang mengandung ucapan kasar. Namun setelah berhadapan dengannya dan merasakan wibawa seorang yang profesional, Alvan merasa tidak dapat mengucapkan satu kata pun."Kalau begitu, aku dulu yang memulai." ujar Eizel ketika melihatnya masih terdiam seribu bahasa karena kesulitan menentukan awalnya. "Bagaimana dengan kemarin? Apakah kalian bisa menyelesaikan permasalahan di antara kalian?"Jika d
Lantaran ada seorang yang sedang sibuk bekerja dan berkencan, Nia memutuskan untuk merekrut orang baru sebagai tenaga pembantunya.Dengan membuka pendaftaran terbuka, akhirnya ada seorang yang rela menolongnya meskipun ia tidak membayarnya dalam jumlah yang banyak. Oleh sebab itu, ia pun memegang tangan mahasiswa yang mau bekerja untuknya itu dan menjabatnya dengan rasa penuh terimakasih."Terimakasih, sudah mau membantuku.""Oh, ya." Perlahan gadis itu menarik tangannya dari genggamanya dan tersenyum kaku. "Tidak masalah."Lalu alih-alih terfokus pada dirinya, anak baru itu justru melihat sekeliling seolah sedang mencari sesuatu. Hingga Nia pun ikut menunduk dan melihat-lihat seperti dirinya sambil bertanya apa yang dia cari. "Kenapa? Ada apa?."Wanita itu terkesiap dan dengan suara yang aneh dia berbicara dengannya. "Kudengar Anda memiliki asisten lainnya. Jadi kukira dia ada di sini hingga aku bisa menyapanya."Mes
"Direktur, jangan pergi kemana-mana." Anna merentangkan tangannya di depan pintu untuk menahan Elsie tetap ada di sana. Namun dengan gesit Elsie menggunakan seluruh kelenturan tubuhnya untuk menembus pertahanan Anna."Ayolah, Direktur. Kenapa Anda terus datang ke kampus sepanjang hari. Anda bahkan bukan mahasiswa lagi." Dengan sangat keras kepala, Anna memeluk tubuh Elsie dan menahannya untuk berjalan maju.Namun dengan tenaga yang muncul entah dari mana, Elsie bisa berjalan maju dengan menyeret tubuh Anna sebagai gantinya."Oh." Direktur Eizel langsung dibuat terkejut dengan pemandangan tak biasa tersebut, "Ada apa ini?"Dengan menarik tubuh Elsie, Anna meminta pertolongan Eizel. Benar-benar tidak adil."Direktur Eizel, tolong hentikan Direktur Elsie sekarang juga." mintanya dengan terengah-engah.Meskipun begitu, Eizel tetap santai, bahkan dia masih sempat bersandar pada tembok. "Bukankah sebentar lagi kita akan berdiskus
Dengan senyum yang sangat mengerikan, Anna mentertawakan kondisi kantor direktur utama yang pemiliknya entah pergi ke mana."Kenapa Anda menghentikanku tadi? Padahal aku sudah menahannya sekuat tenaga, tetapi Anda melepaskanku darinya." ujar Anna dengan wajah yang dingin, meminta pertanggungan jawab Direktur Eizel atas keputusannya yang salah.Rupanya keterlambatan Direktur Elsie yang lebih dari tiga puluh menit itu, membuat Direktur Eizel juga menjadi menggila. Sambil mencoret-coret kertas kosong yang seharusnya ia gunakan untuk mencatat rapat ini, dia tertawa getir, "Maafkan aku, sepertinya tadi pagi aku menjadi hilang akal sejenak. Aku ingin menghadapinya dan meninggalkan rasa lukaku, tapi aku lupa kalau dia akan menjadi banteng gila jika menyukai seseorang. Dia menanduk ke arah manapun dan berlari dengan begitu antusias. Maafkan aku, aku sangat teledor.""Tidak apa-apa." jawab Anna singkat sambil menyandarkan kepalanya pada bantal sofa. "Namun ak