Share

7). Menguji Kesabaran

***

"Hati-hati ya kalian di sana."

"Bulan madu yang nyaman."

"Jangan lupa pulang bawa kabar baik."

"Kalau udah sampai kabarin."

Mendesah pelan, Aludra memandangi keluarganya dan keluarga Arka yang kini berdiri di depan hotel untuk mengantar kepergiannya dan Arka untuk berbulan madu ke Korea Selatan selama seminggu.

Pukul sembilan pagi, Aludra dan Arka bergegas pergi ke Bandara karena pesawat yang mereka tumpangi akan take of pukul setengah sepuluh pagi.

Berlibur di bulan juli, keduanya akan menikmati musim panas di negeri ginseng yang terkenal dengan hallyu wavenya.

Sekali lagi, sebenarnya Aludra sangat malas berlibur. Dia yang terbiasa tiduran sepanjang hari rasanya berat untuk pergi jauh—terlebih lagi luar negeri. Namun, gara-gara Alula, mau tak mau Aludra harus mengusir jauh rasa malasnya itu.

"Kalau ngantuk kamu boleh tidur dulu."

Aludra yang sejak berangkat terus menyandarkan tubuhnya di jok sambil memandangi jalanan kini menoleh pada Arka yang duduk persis di sampingnya.

"Kalau keterusan tidurnya gimana?" tanya Aludra.

"Enggak apa-apa."

"Kok enggak apa-apa?"

"Ya enggak apa-apa, aku biarin aja nanti kamu di mobil dan dibawa supir taksinya. Aku? liburan sendiri aja."

"Suami macam apa itu?"

"Bercanda," ujar Arka. "Kamu itu baperan banget ya?"

"Kamunya aja yang nyebelin," ucap Aludra. "Udah enggak usah ganggu. Mau nikmatin jalanan."

Aludra yang berniat menyandarkan tubuhnya ke pintu mobil tersentak, ketika tangan Arka tiba-tiba saja meraih bahunya lalu membawa dia untuk bersandar pada bahu pria itu.

"Sandaran sama aku," pinta Arka.

Cengo. Entah kenapa Aludra merasa syok ketika Arka memperlakukannya seperti itu. Rasanya, dia seperti sedang berada di drama korea yang sering dia tonton.

"Ta-tapi."

"Sandaran sama pintu bahaya," ucap Arka. "Bisa aja pintunya tiba-tiba aja rusak terus kebuka sendiri. Kamu kenapa-kenapa, Om Dewa marah."

"Om?" tanya Aludra sambil mendongak—menatap Arka yang refleks menunduk ketika dia menatapnya. "Kamu masih panggil Papa aku dengan sebutan Om?"

"Iya," jawab Arka.

"Kenapa? Bukannya kalau udah nikah, seharusnya panggil Papa juga?" tanya Aludra.

"Masih canggung aja," jawab Arka apa adanya. "Nanti mungkin aku biasain."

"Hm."

Tak menimpali, Aludra memilih diam sementara kepalanya bersandar di bahu Arka. Dua puluh menit perjalanan, keduanya sampai di bandara.

"Biar kopernya aku yang bawa," ucap Arka saat dia mengeluarkan dua koper dari bagasi sementara Aludra hanya diam melihat.

"Ya emang harus gitu," kata Aludra. "Lagian siapa juga yang mau bawa kopernya. Berat."

Menghela napas, Arka hanya mengukir senyum tipis sambil membawa dua koper berukuran sedang menuju terminal keberangkatan dan tentunya Aludra melenggangkan kaki tanpa membawa apapun.

"Sebentar," pinta Arka ketika tali sepatunya lepas tepat ketika dia dan Aludra hampir naik ke dalam pesawat. Angin yang berhembus cukup kencang, membuat Aludra tak mendengar ucapan Arka.

Terus melangkah, Aludra masuk ke dalam pesawat sementara Arka masih sibuk merapikan tali sepatunya hingga tepat ketika dia mendongak, raut wajahnya sedikit terkejut karena Aludra tak ada di depannya.

"Alula," ucap Arka. Bergegas naik, dia mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Aludra di pesawat hingga tak lama dia melihat gadis itu duduk di salah satu kursi firstclass karena memang dia cukup tahu kalau Dewa—sang papa akan memesankan tiket firstclass untuknya dan Arka.

"Lama," celetuk Aludra ketika Arka menghampiri lalu duduk di sampingnya. "Aku pikir kamu hilang."

"Tadi aku udah bilang, sebentar. Aku mau benerin tali sepatu," ucap Arka.

"Enggak dengar," jawab Aludra.

"Tuli," celetuk Arka pelan. Namun, bisa didengar oleh Aludra.

"Apa barusan kamu bilang?"

"Lili," jawab Arka. "Aku pengen lihat festival bunga Lily. Kebetulan sekarang lagi musim panas. Pasti ada."

"Oh."

"Iya."

Saling diam, keduanya fokus dengan pikiran mereka masing-masing ketika perlahan pesawat yang mereka tumpangi mengudara—terbang menuju Seoul.

Akan menempuh perjalanana tujuh jam lebih, pesawat yang ditumpangi Arka juga Aludra diperkirakan sampai pukul setengah lima sore di Korea selatan.

"Ngantuk," gumam Aludra sambil menguap pelan.

"Tidur," ucap Arka.

Menoleh, dia menatap Arka. "Takut," jawabnya.

"Takut apa?" tanya Arka. "Takut pesawatnya tiba-tiba jatuh pas kamu tidur?"

"Bukan," jawab Aludra.

"Terus?"

"Takut kamu raba-raba aku pas tidur," jawab Aludra yang membuat Arka tak habis pikir. Apakah di depan perempuan itu Arka terlihat seperti pria mesum yang tak tahu tempat?

Meskipun mereka pasangan suami istri, Arka pikir dia tahu tempat. Senafsu-nafsunya dia pada perempuan, tak pernah sekalipun Arka melakukan sesuatu yang aneh apalagi di tempat umum.

Ah, apa perempuan di sampingnya sedang menguji kesabaran Arka? Pikirnya.

"Alula," ucap Arka—berusaha sesabar mungkin, meskipun rasanya dia ingin sekali mengomelinya karena sudah bicara sembarangan. "Aku tahu tempat."

"Maksudnya?"

"Ya aku enggak akan macam-macam sama kamu di sini," jawab Arka. "Kalau mau tidur, tidur aja. Aku enggak akan ngapa-ngapain kamu."

"Beneran?" tanya Aludra. Sungguh, tampang ragu yang nampak jelas di wajah Aludra rasanya membuat Arka ... ah, dia kehabisan kata-kata.

"Apa wajah aku kelihatan lagi bercanda?" tanya Arka sambil menunjuk wajahnya sendiri.

"Enggak sih, wajah kamu kelihatan serius banget," jawab Aludra.

"Ya udah berarti aku serius," jawab Arka. "Kalau mau tidur, silahkan tidur. Aku juga mau tidur. Capek."

"Abis ngapain capek?" tanya Aludra.

"Harus jujur?" tanya Arka.

"Haruslah," jawab Aludra. "Jangan sering bohong dosa."

"Aku capek hadapin kamu," ucap Arka.

"Lah kenapa jadi aku?" tanya Aludra tak terima. "Emang aku abis ngapain kamu, Mas? Aku kan enggak apa-apain kamu."

"Udahlah sana tidur," kata Arka.

"Ih, ditanya bukannya jawab," protes Aludra. Namun, Arka memilih untuk memalingkan wajah lalu bersandar dan pergi tidur agar pikiran dan emosinya sedikit tenang.

Namun, baru beberapa detik kedua matanya terpejam. Mau tak mau Arka kembali terbangun ketika Aludra memanggilnya.

"Mas Arka."

"Apa?" tanya Arka ketus.

"Bukain," pinta Aludra sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Arka. Tak banyak bicara, Arka langsung membukakan tutup botol tersebut lalu memberikannya pada Aludra.

Beniat untuk meminum air putih di botol tersebut, Aludra sedikit terkesiap ketika sebuah getaran terasa dan air di botol sedikit tumpah membasahi bajunya.

"Ceroboh," ucap Arka yang langsung mengambil tisu untuk mengelap dagu juga baju Aludra yang basah. "Hati-hati kalau minum."

"Ini juga hati-hati," jawab Aludra. "Cuman barusan ada getaran aja. aku kaget. Udah deh, kalau mau ngomel sana mending tidur."

"Aku bukan ngomel, cuman kasih tahu," ucap Arka.

"Sama aja, sana lihat ke sebelah sana lagi jangan ke sini," ucap Aludra.

"Ish kamu ini." Memalingkan wajah, Arka kembali bersandar hingga sevara tak sadar, ucapan Amanda—sang mama kembali melintas di pikirannya.

'Alula anak Pak Dewa itu baik, pinter, katanya pinter masak juga, terus mandiri. Agak judes sedikit, tapi baik kok aslinya, kamu pasti suka.'

"Ah Mama, aku pikir beneran baik. Nyatanya galak kaya anak singa."

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
duh gimana reaksi nya arka kalau tau ini rara bukan lula
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
kalau arka sikapnya kayak gini trs manis otomatis aludra pasti jatuh cinta dong
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
ini aludra baperan si arka manis
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status