Share

7). Menguji Kesabaran

Author: Cacavip
last update Last Updated: 2024-01-24 13:22:45

***

"Hati-hati ya kalian di sana."

"Bulan madu yang nyaman."

"Jangan lupa pulang bawa kabar baik."

"Kalau udah sampai kabarin."

Mendesah pelan, Aludra memandangi keluarganya dan keluarga Arka yang kini berdiri di depan hotel untuk mengantar kepergiannya dan Arka untuk berbulan madu ke Korea Selatan selama seminggu.

Pukul sembilan pagi, Aludra dan Arka bergegas pergi ke Bandara karena pesawat yang mereka tumpangi akan take of pukul setengah sepuluh pagi.

Berlibur di bulan juli, keduanya akan menikmati musim panas di negeri ginseng yang terkenal dengan hallyu wavenya.

Sekali lagi, sebenarnya Aludra sangat malas berlibur. Dia yang terbiasa tiduran sepanjang hari rasanya berat untuk pergi jauh—terlebih lagi luar negeri. Namun, gara-gara Alula, mau tak mau Aludra harus mengusir jauh rasa malasnya itu.

"Kalau ngantuk kamu boleh tidur dulu."

Aludra yang sejak berangkat terus menyandarkan tubuhnya di jok sambil memandangi jalanan kini menoleh pada Arka yang duduk persis di sampingnya.

"Kalau keterusan tidurnya gimana?" tanya Aludra.

"Enggak apa-apa."

"Kok enggak apa-apa?"

"Ya enggak apa-apa, aku biarin aja nanti kamu di mobil dan dibawa supir taksinya. Aku? liburan sendiri aja."

"Suami macam apa itu?"

"Bercanda," ujar Arka. "Kamu itu baperan banget ya?"

"Kamunya aja yang nyebelin," ucap Aludra. "Udah enggak usah ganggu. Mau nikmatin jalanan."

Aludra yang berniat menyandarkan tubuhnya ke pintu mobil tersentak, ketika tangan Arka tiba-tiba saja meraih bahunya lalu membawa dia untuk bersandar pada bahu pria itu.

"Sandaran sama aku," pinta Arka.

Cengo. Entah kenapa Aludra merasa syok ketika Arka memperlakukannya seperti itu. Rasanya, dia seperti sedang berada di drama korea yang sering dia tonton.

"Ta-tapi."

"Sandaran sama pintu bahaya," ucap Arka. "Bisa aja pintunya tiba-tiba aja rusak terus kebuka sendiri. Kamu kenapa-kenapa, Om Dewa marah."

"Om?" tanya Aludra sambil mendongak—menatap Arka yang refleks menunduk ketika dia menatapnya. "Kamu masih panggil Papa aku dengan sebutan Om?"

"Iya," jawab Arka.

"Kenapa? Bukannya kalau udah nikah, seharusnya panggil Papa juga?" tanya Aludra.

"Masih canggung aja," jawab Arka apa adanya. "Nanti mungkin aku biasain."

"Hm."

Tak menimpali, Aludra memilih diam sementara kepalanya bersandar di bahu Arka. Dua puluh menit perjalanan, keduanya sampai di bandara.

"Biar kopernya aku yang bawa," ucap Arka saat dia mengeluarkan dua koper dari bagasi sementara Aludra hanya diam melihat.

"Ya emang harus gitu," kata Aludra. "Lagian siapa juga yang mau bawa kopernya. Berat."

Menghela napas, Arka hanya mengukir senyum tipis sambil membawa dua koper berukuran sedang menuju terminal keberangkatan dan tentunya Aludra melenggangkan kaki tanpa membawa apapun.

"Sebentar," pinta Arka ketika tali sepatunya lepas tepat ketika dia dan Aludra hampir naik ke dalam pesawat. Angin yang berhembus cukup kencang, membuat Aludra tak mendengar ucapan Arka.

Terus melangkah, Aludra masuk ke dalam pesawat sementara Arka masih sibuk merapikan tali sepatunya hingga tepat ketika dia mendongak, raut wajahnya sedikit terkejut karena Aludra tak ada di depannya.

"Alula," ucap Arka. Bergegas naik, dia mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Aludra di pesawat hingga tak lama dia melihat gadis itu duduk di salah satu kursi firstclass karena memang dia cukup tahu kalau Dewa—sang papa akan memesankan tiket firstclass untuknya dan Arka.

"Lama," celetuk Aludra ketika Arka menghampiri lalu duduk di sampingnya. "Aku pikir kamu hilang."

"Tadi aku udah bilang, sebentar. Aku mau benerin tali sepatu," ucap Arka.

"Enggak dengar," jawab Aludra.

"Tuli," celetuk Arka pelan. Namun, bisa didengar oleh Aludra.

"Apa barusan kamu bilang?"

"Lili," jawab Arka. "Aku pengen lihat festival bunga Lily. Kebetulan sekarang lagi musim panas. Pasti ada."

"Oh."

"Iya."

Saling diam, keduanya fokus dengan pikiran mereka masing-masing ketika perlahan pesawat yang mereka tumpangi mengudara—terbang menuju Seoul.

Akan menempuh perjalanana tujuh jam lebih, pesawat yang ditumpangi Arka juga Aludra diperkirakan sampai pukul setengah lima sore di Korea selatan.

"Ngantuk," gumam Aludra sambil menguap pelan.

"Tidur," ucap Arka.

Menoleh, dia menatap Arka. "Takut," jawabnya.

"Takut apa?" tanya Arka. "Takut pesawatnya tiba-tiba jatuh pas kamu tidur?"

"Bukan," jawab Aludra.

"Terus?"

"Takut kamu raba-raba aku pas tidur," jawab Aludra yang membuat Arka tak habis pikir. Apakah di depan perempuan itu Arka terlihat seperti pria mesum yang tak tahu tempat?

Meskipun mereka pasangan suami istri, Arka pikir dia tahu tempat. Senafsu-nafsunya dia pada perempuan, tak pernah sekalipun Arka melakukan sesuatu yang aneh apalagi di tempat umum.

Ah, apa perempuan di sampingnya sedang menguji kesabaran Arka? Pikirnya.

"Alula," ucap Arka—berusaha sesabar mungkin, meskipun rasanya dia ingin sekali mengomelinya karena sudah bicara sembarangan. "Aku tahu tempat."

"Maksudnya?"

"Ya aku enggak akan macam-macam sama kamu di sini," jawab Arka. "Kalau mau tidur, tidur aja. Aku enggak akan ngapa-ngapain kamu."

"Beneran?" tanya Aludra. Sungguh, tampang ragu yang nampak jelas di wajah Aludra rasanya membuat Arka ... ah, dia kehabisan kata-kata.

"Apa wajah aku kelihatan lagi bercanda?" tanya Arka sambil menunjuk wajahnya sendiri.

"Enggak sih, wajah kamu kelihatan serius banget," jawab Aludra.

"Ya udah berarti aku serius," jawab Arka. "Kalau mau tidur, silahkan tidur. Aku juga mau tidur. Capek."

"Abis ngapain capek?" tanya Aludra.

"Harus jujur?" tanya Arka.

"Haruslah," jawab Aludra. "Jangan sering bohong dosa."

"Aku capek hadapin kamu," ucap Arka.

"Lah kenapa jadi aku?" tanya Aludra tak terima. "Emang aku abis ngapain kamu, Mas? Aku kan enggak apa-apain kamu."

"Udahlah sana tidur," kata Arka.

"Ih, ditanya bukannya jawab," protes Aludra. Namun, Arka memilih untuk memalingkan wajah lalu bersandar dan pergi tidur agar pikiran dan emosinya sedikit tenang.

Namun, baru beberapa detik kedua matanya terpejam. Mau tak mau Arka kembali terbangun ketika Aludra memanggilnya.

"Mas Arka."

"Apa?" tanya Arka ketus.

"Bukain," pinta Aludra sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Arka. Tak banyak bicara, Arka langsung membukakan tutup botol tersebut lalu memberikannya pada Aludra.

Beniat untuk meminum air putih di botol tersebut, Aludra sedikit terkesiap ketika sebuah getaran terasa dan air di botol sedikit tumpah membasahi bajunya.

"Ceroboh," ucap Arka yang langsung mengambil tisu untuk mengelap dagu juga baju Aludra yang basah. "Hati-hati kalau minum."

"Ini juga hati-hati," jawab Aludra. "Cuman barusan ada getaran aja. aku kaget. Udah deh, kalau mau ngomel sana mending tidur."

"Aku bukan ngomel, cuman kasih tahu," ucap Arka.

"Sama aja, sana lihat ke sebelah sana lagi jangan ke sini," ucap Aludra.

"Ish kamu ini." Memalingkan wajah, Arka kembali bersandar hingga sevara tak sadar, ucapan Amanda—sang mama kembali melintas di pikirannya.

'Alula anak Pak Dewa itu baik, pinter, katanya pinter masak juga, terus mandiri. Agak judes sedikit, tapi baik kok aslinya, kamu pasti suka.'

"Ah Mama, aku pikir beneran baik. Nyatanya galak kaya anak singa."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
duh gimana reaksi nya arka kalau tau ini rara bukan lula
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
kalau arka sikapnya kayak gini trs manis otomatis aludra pasti jatuh cinta dong
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
ini aludra baperan si arka manis
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sebatas Pengantin Pengganti   339). Extra Chapter 10

    *** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."

  • Sebatas Pengantin Pengganti   338). Extra Chapter 9

    ***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany

  • Sebatas Pengantin Pengganti   337). Extra Chapter 8

    ***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka

  • Sebatas Pengantin Pengganti   336). Extra Chapter 7

    ***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n

  • Sebatas Pengantin Pengganti   335). Extra Chapter 6

    ***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan

  • Sebatas Pengantin Pengganti   334). Extra Chapter 5

    ***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status