***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Apa? Nikah?"Di sebuah restoran ternama, saat mereka makan malam keluarga, sang Papa melontarkan ucapan yang membuat Alula menghentikan kegiatan makannya. Dia menatap sang Papa juga Pria paruh baya yang duduk di depannya secara bergantian. Tak ada angin, tak ada hujan, sang papa, tiba-tiba saja menjodohkan Alula. Pria itu bernama Arka, yang malam ini kebetulan ikut hadir di acara makan malam. Selain keluarga Alula, ada juga keluarga Arka datang, meskipun tanpa ibunya. Ayah Arka, ternyata sudah merencanakan perjodohan ini sejak lama. Sifat Arka yang rajin, penurut, juga pintar dalam segala hal rasanya sangat cocok dengan Alula yang memiliki sifat serupa. Alula dan Arka akan menjadi pasangan yang serasi dan rumah tangga keduanya pasti akan sangat tertata, begitulah yang dipikirkan para orang tua ketika merencanakan perjodohan ini."Iya, satu bulan lagi kamu nikah sama Arka," jawab sang papa yang membuat Alula semakin terkejut."Pa, ini Papa lagi ngeprank?" tanya Alula—masih deng
***"Cantik. Riasannya sudah selesai ya, Mbak. Nanti tinggal tunggu arahan dari pembawa acaranya aja.""Iya.""Kalau begitu saya permisi dulu.""Hm."Memandangi pantulan wajahnya yang sudah dirias makeup, Aludra mengukir senyum tipis. Seperti alien. Begitulah yang dia pikirkan ketika melihat penampilannya yang terbilang cukup merepotkan.The Day. Setelah beberapa minggu persiapan, pernikahannya dengan Arka digelar pagi ini—ralat, sebenarnya ini bukan pernikahan Aludra, melainkan pernikahan Alula.Mulai dari undangan, souvenir, bahkan data-data pernikahan, semuanya atas nama Alula, bukan Aludra. Di sini, jika diibaratkan film, Aludra hanyalah stuntman yang bertugas untuk menggantikan si pemeran utama sesungguhnya.Yang membedakan adalah; Aludra menggantikan Alula bukan untuk melakukan adegan berbahaya, melainkan untuk menikah. Ya, menikah.Terlalu sayang pada sang kakak, Aludra pada akhirnya mau untuk menggantikan Alula menikah dengan Arka. Patuh terhadap saudara kembarnya itu, Aludra
***"Mas bisa tolong bantu?"Arka yang sedang duduk di pinggir kasur sambil membaca pesan dari teman-temannya sedikit terkesiap ketika panggilan dia terima dari sang make-up artist yang kini sedang merias Aludra untuk acara resepsi yang akan digelar setengah jam lagi.Menoleh, Arka menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa, Mbak?" tanyanya."Ini bisa tolong bantu tahan kepala istrinya enggak? Daritadi agak goyang terus kayanya ngantuk," pinta sang MUA yang langsung disambut anggukkan kepala dari Arka."Bisa," jawab Arka. Beranjak, Arka yang sudah tampan dengan tuxedo abunya berjalan menghampiri Aludra yang kini duduk bersandar pada kursi. Tak memakai kursi kotak seperti biasa, Aludra memang sengaja meminta kursi yang ada sandarannya untuk dia duduk ketika di makeup karena jujur saja matanya berat sekali.Terbiasa bangun tidur pukul delapan pagi, hari ini Aludra harus bangun pukul lima karena sang MUA datang setengah lima pagi dan tentu saja makeup untuk pengantin yang memakan waktu cukup la