Home / Romansa / Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO / Bab 177. Jangan Gugurkan, Aku mohon...

Share

Bab 177. Jangan Gugurkan, Aku mohon...

Author: Silvania
last update Last Updated: 2025-04-26 15:26:33

Arnold beranjak dari duduknya dan kembali masuk ke dalam walk-in closet. Langkahnya mantap namun terasa berat, seakan ada beban yang ikut menyeret setiap gerakan. Tidak berselang lama, dia keluar dengan membawa sebuah amplop berwarna putih di tangannya. Tangannya sedikit gemetar, tapi ekspresi wajahnya tetap tenang, seolah berusaha menyembunyikan badai yang tengah mengamuk di dalam dadanya.

Dia lalu duduk perlahan di samping Emily yang sejak tadi terlihat gelisah, menggigit bibir bawahnya dan menunduk, menghindari tatapan. Arnold meletakkan amplop itu di atas pahanya, dengan sengaja memastikan Emily tahu betapa pentingnya isi dari amplop tersebut.

“St. Thomas Hospital,” ucapnya pelan, namun nadanya tegas dan penuh makna.

Emily menatap amplop itu dengan mata membulat. Hatinya berdebar hebat, napasnya memburu. Tiba-tiba saja pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan buruk. Tangannya mulai berkeringat, dan ia bahkan belum berani menyentuh amplop itu.

"Ini pasti berat untukmu,"
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 215. Sarah Bebas?

    "Kenapa kau bertanya lagi?" Mandy berdiri menghadap jendela kaca, tangan terlipat di dada. "Bukankah kamu yang menginginkannya? Kau menginginkan Arnold dan tidak rela dia bersama wanita lain?" Jovanka terdiam di tempatnya. Tubuhnya bergetar, tak menyangka ibunya bisa melakukan tindakan nekat seperti ini. "Ma, sebaiknya kita pergi ke psikiater!" "Ke psikiater? Kau menganggap Mama gila, hah?!" Mandy menatap tajam ke arah Jovanka yang berdiri tak jauh darinya. Sorot matanya berkilat penuh amarah. "Kemari!" titahnya sambil menggerakkan telunjuk. Yolanda perlahan mendekat. Bibirnya pucat pasi. "Ingat, selesaikan apa yang sudah kita mulai. Dan Mama peringatkan, jangan pernah menceritakan apa pun kepada siapa pun—kalau kau tidak ingin bernasib sama seperti Yura!" Yolanda menggeleng cepat. Harusnya dia lebih peka sejak dulu, ketika ibunya tega mencekik hewan peliharaan mereka sewaktu di Jerman, hanya karena membuang makanan yang diberikan. Apa karena Papa selalu memukuli

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 214. Lindungi Anak Kita

    Arnold kembali ke rumah dengan wajah lesu. Kalau hanya soal pekerjaan, dia tidak akan sepusing ini. "Sayang!" Emily yang sejak tadi menunggunya langsung menghambur ke pelukannya begitu Arnold masuk ke rumah. "Aku sudah menunggumu sejak tadi. Kau pulang terlambat tapi tidak mengabariku!" rajuk Emily sambil melepaskan pelukannya. Wajah cemberutnya bahkan masih terlihat sangat cantik di mata Arnold. "Maafkan aku. Tadi aku mampir ke rumah Mama sebentar, mengabari soal resepsi pernikahan kita." Tangannya terulur merapikan helaian rambut Emily, lalu turun mengusap lembut perut istrinya yang masih datar. Arnold benar-benar tidak sabar ingin melihat perut itu membesar. "Padahal aku juga rindu Mama. Tapi tidak apa-apa, besok aku ke rumah Mama ya, boleh?" tanyanya sambil bergelayut manja di lengan Arnold. "Boleh, apa sih yang tidak boleh untukmu?" Satu kecupan mendarat di pipi Arnold, disusul kecupan kedua di bibirnya. Baru saja keduanya hendak menuju tangga, Robert memanggil

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 213. Selidiki Semua Yang Mencurigakan

    Sepulang dari kantor, Arnold dan Robert langsung menuju Ting Resto. Arnold harus menemui karyawan yang semalam memaksa Emily meminum jus jeruk. Sepanjang perjalanan, Arnold tampak berpikir keras. Hidupnya yang semula sangat bahagia bersama Emily, tiba-tiba mulai dipenuhi masalah. Sulit rasanya menjalani kehidupan normal seperti pasangan lain. Namun, Arnold cukup sadar diri. Dulu ia memang bersikap sangat keterlaluan kepada Emily. Mungkin ini adalah teguran dari Tuhan. “Robert!” “Ya, Tuan.” “Menurutmu, aku punya musuh?” Sepanjang kariernya, Arnold nyaris tak pernah menghadapi masalah. Namun, akhir-akhir ini, beberapa kejadian mulai mengusik pikirannya. “Musuh pasti ada, Tuan. Terlebih, Tuan selalu berada di puncak dalam dunia bisnis,” jawab Robert. “Tapi itu dulu. Sekarang aku sudah bukan bagian dari Maurer. Masa jaya itu sudah lewat, dan kini aku mulai merintis dari bawah. Lalu, kenapa musuhku baru muncul sekarang?” “Saya juga tidak tahu, Tuan.” Robert tak berani ber

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   212. Hadiah Spesial Untuk Emily

    Emily mengangkat gelasnya dan bersiap meminumnya. Namun, aroma jeruk yang menyeruak masuk ke dalam rongga hidungnya membuatnya mual. “Kenapa baunya begini?” batinnya. Emily meletakkan kembali jus jeruk itu dan mengambil tisu untuk mengusap hidungnya yang berair. Penciumannya sangat sensitif. “Ada apa, Nyonya?” tanya pelayan itu cemas. Ia harus memastikan Emily meminum jus itu, agar orang yang menyuruhnya tidak mencelakai adiknya. Ya, dia dipaksa membubuhkan racun ke dalam minuman Emily agar adiknya selamat dari tangan penjahat. Entah mimpi apa semalam, Yura mendapat telepon dari orang tak dikenal. Orang itu tahu tentang reservasi Arnold Edgar dan menyuruhnya memasukkan bubuk racun yang telah dikirimkan sebelumnya. Yura tentu saja menolak. Namun, malangnya, adik laki-lakinya berada di bawah kekuasaan orang jahat itu. Orang tersebut berjanji akan membantunya menyelesaikan kasus hukumnya, asalkan Yura “bermain bersih”. “Entahlah, aku mual. Maaf, bawa saja kembali jus jeru

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 211. Jebakan

    "Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa kau masih tidak percaya padaku?" Arnold memegang kedua pundak Emily dan menatap lembut manik mata sendu istrinya. "Tidak, bukan begitu..." Keraguan kini melanda. Haruskah Emily jujur? Atau diam saja dan melupakan pesan ancaman itu? Ia tercenung sejenak. Suaminya baru saja mengalami kejadian yang tidak mengenakkan—haruskah ia menambah beban pikirannya? "He, Sayang. Kenapa melamun?" Arnold mengusap pipi Emily dengan punggung tangannya. Pipi lembut itu tampak merona alami. "Arnold, kita bicara di kamar saja," ucap Emily, kemudian menarik lengan suaminya dan membawanya meniti anak tangga. Sesampainya di kamar, Arnold langsung mengunci pintu. Tanpa banyak bicara, ia membopong Emily dan merebahkannya di tempat tidur. "Arnold, aku ingin bicara dulu!" Emily hendak bangkit, namun Arnold menahan tubuhnya. "Nanti saja. Masih banyak waktu untuk kita berbincang. Aku sudah tidak tahan..." Emily hendak memprotes, namun bibirnya lebih dulu d

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 210. Ancaman Sarah

    Air matanya luruh. Emily pun bergegas menyekanya. Hormon kehamilan membuatnya semakin sensitif. Ponselnya berdering, suaminya menghubunginya—namun bukan lewat panggilan video. Emily menolak panggilan dari Arnold, lalu melempar ponselnya ke sembarang arah. Ia membenamkan wajah di bantal dan menangis tersedu. Sunyi. Ponselnya berhenti berdering. Sesaat, bayangan Arnold bersama wanita lain kembali melintas di benaknya. Tak lama kemudian, pintu diketuk. Emily terkesiap dan buru-buru menyeka air matanya. Ia lalu membukakan pintu. "Mama!" "Sayang, kenapa kau menangis?" tanya ibunya cemas. Emily menggeleng. "Tidak, Ma. Emily hanya kelilipan," bohongnya. "Oh, ini suamimu ingin bicara." Nyonya Ruby menyerahkan ponsel kepadanya. Ia mengusap pipi Emily lalu pergi, memberi mereka ruang untuk berbicara. Setelah menutup pintu, Emily tak langsung menjawab. Ia menggigit bibir bawah, menahan tangis. 'Sayang, kau menangis? Kau marah padaku? Maafkan aku?' Emily tetap diam. Ia mas

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 209. Perampok

    "Sepertinya begitu. Ada banyak kasus perampokan di tempat sepi, dan biasanya modusnya memang seperti itu," ujar Arnold. Arnold mulai merasa takut, padahal dulu ia tidak terlalu peduli. Hidupnya berfokus pada pekerjaan. Namun kini, terlebih setelah Emily hamil, ia merasa memiliki tanggung jawab besar. Ia ingin buah hati mereka kelak mendapatkan kasih sayang yang utuh serta tumbuh dalam keluarga yang lengkap. Alis Robert tampak mengernyit. "Wah, kalau begitu memang sangat berbahaya." "Iya, kita harus lebih hati-hati. Ini pertama kalinya kita mengerjakan proyek besar di daerah terpencil, jadi kita belum punya pengalaman apa-apa." "Bagaimana kalau besok kita pergi bersama rombongan saja, jangan seperti tadi, Tuan?" saran Robert. Ia tidak ingin mengambil risiko, apalagi setelah ada tanda-tanda yang mencurigakan. Bagi Robert, nyawa Arnold jauh lebih berharga daripada dirinya sendiri. "Ide bagus. Atau, kalau perlu, kita minta pengawalan polisi. Jujur saja, aku benar-benar takut." "Baik

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 208. LDR

    “Sarah, dengarkan baik-baik! Sekarang fokuslah pada kehidupan pribadimu, perbaiki dirimu. Aku rasa tidak ada gunanya kamu melawan Arnold. Sejak awal, kamu yang salah!” Rio sudah kehabisan cara untuk menyembunyikan kebahagiaan Arnold dan Emily agar Sarah berhenti berusaha menghancurkan mereka. Namun nyatanya, kabar bahagia itu justru didapat Sarah dari orang lain. “Keluar dari sini, dan tunggu saja saat karirmu hancur!” Sarah bangkit dari duduknya dan berlalu. “Sarah! Tunggu, Sarah! Dengarkan aku dulu!” Rio berusaha mengejar Sarah yang telah lebih dulu masuk ke dalam. “Maaf, Tuan. Pembesuk hanya diperbolehkan sampai batas ini.” Penjaga pintu membatasi langkah Rio yang hendak menerobos masuk untuk mengejar Sarah. “Tolong panggilkan dia lagi, Pak! Ada hal penting yang harus saya sampaikan!” Rio memohon sambil menangkupkan kedua tangan. Sarah tidak bisa diabaikan—dia bisa sangat nekat ketika sudah terdesak. “Maaf, Pak. Bapak bisa datang di lain waktu,” tolak petugas it

  • Sebatas Rahim Sewaan Tuan CEO   Bab 207. Memori Tentang Sarah

    Emily terkesiap mendengar perkataan Arnold.“Dari mana dia tahu?” batinnya.“Bu-bukan seperti itu. Aku bosan di rumah, Sayang. Ini tidak ada hubungannya dengan Alex, sungguh!”“Aku mungkin lancang membuka chat-mu, tapi itu tidak sengaja karena ponselmu berdering saat kau tidur. Emily, kau istriku. Seorang istri seharusnya meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya jika ingin pergi dan bertemu orang lain—terlebih lagi jika itu lawan jenis.”Arnold berusaha menahan amarah. Emily sedang hamil muda, tidak mungkin dia menekannya.“Arnold, maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku pikir hanya akan mengobrol sebentar di sela pekerjaanku.”Emily menggigit bibir bawah, takut sekaligus merasa bersalah.“Aku tidak masalah kalau kau ingin bertemu Alex, apalagi di rumah makanmu—tempat umum, bukan tempat pribadi. Tapi yang kupersoalkan adalah kau langsung menerima ajakan Alex tanpa bertanya padaku terlebih dahulu.”Emily bisa melihat raut kekecewaan di wajah suaminya. Ia memang terlalu te

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status