Share

Terkenang

Dari kota sampai desa merupakan salah satu perjalanan yang cukup melelahkan. Tetapi bagaimanapun, hal demikian tidak bisa dijadikan alasan. Seperti niat awal mengambil cuti pekerjaan untuk menjenguk kakek, dan itupula langkah awal yang harus dilakukan.

"Buk, nanti Fuad sendiri aja, Ibuk di rumah nemenin Della, kasihan dia, mungkin kelelahan," ucapku kepada Ibuk, setelah melihat keadaan Della yang memang terlihat sangat lelah.

"Nggak kok, Buk. Della sehat-sehat aja," ujar Della menangkis permintaanku kepada Ibuk.

"Sudah nak Della, nak Della di rumah aja sama Ibuk, biar nanti Fuad sama bapaknya yang jenguk," ujar Ibuk.

"Kamu istirahat aja dulu," lanjut Ibuk meminta agar Della tetap di rumah.

Della mengalah, 

Tidak berselang lama, Bapak pulang. Dan terlihat raut wajah tidak menyenangkan diperlihatkan.

"Assalamualaikum," salam Bapak ketika masuk kedalam rumah.

"Waalaikumsalam," ujar kami bertiga serentak.

Aku bergegas menghampiri Bapak dan mencium tangan beliau.

"Nyampai rumah jam berapa, Ad?" tanya Bapak sembari seakan mencari sesuatu.

"Tadi, Pak. Sebelum Dhuzhur kurang lebihnya," Bapak hanya berlalu, dan tidak menghiraukan kehadiran Della.

Maklum saja, memang dalam keluargaku, ketika berani membawa seorang wanita pulang kerumah, sudah semestinya pasti akan berlanjut kejenjang keseriusan atau pernikahan. Mungkin, Bapak bersikap demikian karena aku yang tidak memberi kabar terlebih dahulu atas kepulanganku bersama seorang wanita.

Bergegas Ibuk menyusul Bapak kedalam. Aku mendekati Della.

"Jangan di ambil hati, Bapak emang demikian sikapnya kalau belum kenal." Ujarku kepada Della menenangkan.

Della tidak menjawab, dan hanya mengangguk pelan seperti masih bingung atas sikap Bapak yang diperlihatkan.

"Mau makan, Del?" tanyaku kepada Della.

"Udah, Ad. Masih kenyang juga aku," tutur Della.

Tidak berselang lama, Ibuk kembali keluar bersama Bapak. Langsung saja Bapak menghampiri Della dan menyalaminya.

"Temennya, Fuad?" tanya Bapak.

"Iya, Pak," Della mengiyakan apa yang ditanyakan oleh Bapak.

"Maaf, tadi Bapak ke bawa emosional aja ketika melihat wanita di rumah, apalagi yang belum muhrimnya," ujar Bapak meminta maaf.

"Iya, Pak. Gak papa," Della memaafkan dengan senyum tulus yang terpancar.

"Tadi kebawa omongan Wak Irul, katanya Fuad pulang dengan kekasihnya," Bapak melanjutkan.

Aku dan Della hanya tertawa mendengar pernyataan yang di lontarkan oleh Bapak.

"Ada yang aneh?" Bapak bertanya.

Lekas saja aku menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Owallah Pak, Pak ... jadi tadi tu gini, kan di tengah jalan tadi bertemu sama Wak Irul, lha Fuad berhenti, terus nyamperin Wak Irul, eh pas Wak Irul lihat Della, Della langsung saja mengenalkan diri kalau Della pacarnya Fuad," aku menjelaskan.

Bapak hanya mangut-mangut saja.

"Padahal tadi itu cuma bercanda," lanjut aku menjelaskan.

"Salah paham dong jadinya," Della menyela.

"Hahaha," kami tertawa bersama.

Bapak mendekat kepadaku,

"Tapi ini juga cuuuaannttik banget hlo, Ad!" bisik Bapak kepadaku.

"Huusshh, Bapak," aku menyangkal takut Della mendengarkan.

Benar saja, Della memang mendengarkan. Dia hanya tersenyum malu. Sudah bukanlah hal yang mengangumkan bagi Della jika mendengar hal demikian. Tidak ada orang yang melihatnya mengatakan tidak cantik. Sampai terkadang berpikir, terheran sama laki-laki yang dengan sengaja menyia-nyiakan dirinya.

"Tadi Wak Irul juga bilang begitu, calonnya Fuad canntiik banget gitu," ujar Bapak kembali melanjutkan.

Rasa tidak enak timbul dalam hatiku, tidak enak saja sama Della. Aku coba mengalihkan sebuah pembicaraan.

"Eh, Pak. Gimana keadaan Kakek?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Alhamdulillah, Ad. Udah mendingan baik Beliau, nanti malam njenguk kesana sama Bapak!" ajak Bapak kepadaku.

"Oh iya, Pak," aku mengiyakan ajakan dari Bapak.

"Ibumu tadi kemana, Ad?" tanya Bapak yang mencari keberadaan Ibuk.

"Tadi katanya ke warung, mau beli apa gitu," Della menjawab yang mengetahui keberadaan Ibuk.

"Oh ya, Bapak mau mandi dulu, ajak makan tuh Della," pinta Bapak kepadaku.

"Siap, Pak," aku kembali mengiyakan.

Inilah hidup, terkadang ketika kita menilai satu sisi dalam sebuah pola pandang. Maka akan memberikan sebuah kesan sesuai keinginan yang pikiran timbulkan. Alangkah baiknya, ketika kita belum mengetahui sebuah alasan atas sebuah kenyataan, cari dulu kebenaran sebelum malah menjadikan sebuah kesalahpahaman atau menjadi boomerang yang menakutkan dalam kehidupan.

Tetapi, setidaknya hal demikian mampu memberi sebuah pembelajaran. Mampu dijadikan sebagai salah satu cerita yang akan terus terkenang. Entah bagaimanapun suatu kejadian, asal kau mampu memetik sisi kebaikan dalam suatu permasalahan, maka akan menjadikan sebuah pembelajaran yang mengesankan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status