"Cantik mau kemana?" tanya serafin saat aku meraih pintu mobilku dan hendak masuk kedalam.
Hari ini aku ada urusan di kampus dan terpaksa harus kesana. Sebenarnya aku sedikit ragu untuk ke kampus sendirian karena takut hal yang tidak diinginkan terjadi. Tante Wenda pasti sedang mengawasi aku dengan ketat.
Sedikit saja ada peluang untuk mencelakakan diriku. Pasti dia menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Ambisinya untuk menguasai harta keluarga ku sangat besar.
"Mau ke kampus, ada tugas yang harus aku kumpulkan," kataku sok cuek. Padahal aku curi-curi pandang padanya.
Serafin terlihat sangat tampan dengan kaos dan celana jeans yang berwarna hitam. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih dan iris matanya yang hijau terang.
Sekarang sekelilingku sudah dikerumuni banyak orang. Mereka membuka pintu mobilku dan membantuku keluar dari dalam mobil. Aku keluar dengan keadaan linglung dan gemetaran.Aku bahkan tidak bisa mencerna setiap ucapan dan pertanyaan mereka. Otakku mendadak membeku dan bibirku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Tatapan mataku juga hanya menatap pada mobil yang menyalip dan mengorbankan dirinya untuk ditabrak.Aku kenal sekali pada mobil itu, tapi otakku tidak bisa mencerna itu milik siapa. Diam ku membuat orang-orang menatapku aneh."Maaf pak, seperti dia syok berat sehingga sedang linglung parah. Biasanya kondisi seperti ini tidak bisa mencerna apa yang bapak-bapak katakan," kata orang itu dengan suara pelan. Menjelaskan kondisi ku pada orang-orang sekitar.
Ternyata otakku tidak bisa melupakan seringai Serafin saat ingin memanaskan mobilku. Aku mungkin sempat rapuh, tapi keraguan kini menghampiriku lagi.Aku juga tidak tau harus berbuat apa. Selain menjauh dari Serafin, walaupun dia terus berteriak dari balkon kamarnya. Aku memilih untuk mengabaikan dirinya. Aku juga tidak keluar kamar saat tau Serafin ada di rumahku.Sejujurnya aku juga merindukan senyum cerah itu. Iris mata hijau terangnya membuatku sangat rindu. Hanya saja otakku terus berpikir jahat tentangnya.Aku juga memilih mengurung diriku di dalam kamar. Tidak banyak keluar, mama dan om Rendi hanya diam. Mereka mungkin berpikir aku butuh waktu sendirian. Sehingga membuatku mengurung diri di dalam kamarku."Lunar… lunar… lunar…. Main y
Aku hampir saja ketiduran saat menunggu serafin pulang kerja. Rasanya tidak sabar menunggu dia pulang kerja. Aku benar-benar ingin memeluknya dan meminta maaf. Aku terus melirik ke arah jendela kaca. Berharap melihat sesosok serafin yang benar-benar kurindukan. Sudah beberapa hari ini aku mengabaikan dirinya. Jahat sekali aku memperlakukan Serafi, karena masa laluku. Aku menganggap semua orang itu sama. Harusnya aku tidak memukul rata setiap orang. Waspada boleh tapi overthinking, harusnya aku tidak melakukannya. "Lama banget pulangnya," kataku mengeluh. Padahal aku membiarkan Serafin menungguku dan berteriak-teriak berjam-jam di balkon kamarnya. Memang menunggu itu hal yang paling tidak menyenangkan. Apalagi menunggu dengan rasa bersalah yang memenuhi rongga dada. Sungguh tidak menyenangkan dan terasa
[Tante berharap, supaya kamu bisa hadir di acara pengajian yang tante buat untuk almarhum papamu.]Pesan dari tante wenda membuat kepalaku pusing seketika. Kali ini apalagi yang akan direncanakan oleh tanteku itu. Setelah rencana untuk mencelakakan aku kemarin gagal. Pasti tanteku itu membuat rencana baru lagi.Apakah dia tidak lelah terus merencanakan kejahatan untuk mencelakakan aku demi harta warisan. Padahal saat nenek dan kakek masih hidup. Tante wenda juga sudah diberikan bekal untuk hidup. Bahkan kakek mementikan satu perusahaan yang cukup besar untuknya.Sekarang setelah papa meninggal. Tante wenda merasa berhak memiliki apa yang harus nya menjadi milikku. Dia tidak bahkan tidak segan-segan kecelakaan aku.[Lunar usahakan untuk hadir tante.]
Suara ledakan dari kembang api yang mencapai puluhan. Memendam suaraku, sehingga Serafin pasti tidak mendengar suaraku.Aku menatap ke arah langit malam yang di ditaburi bintang dan pantulan cahaya kembang api yang indah. Di balkon juga terlihat sosok tampan Serafin. Bersandar di pagar balkon. Rambut dan kaos yang dipakainya ditiup angin.Wajahnya yang terlihat bercahaya apalagi saat kembang api meledak dan menyemburkan pantulan cahaya warna-warni yang indah. Serafin tersenyum sangat manis dan menatapku tulus.Tiba-tiba air mata menetes di pipiku. Seumur hidupku tidak ada orang semanis ini padaku. Hanya Serafin yang selalu memberiku kejutan yang luar biasa."Setelah ini tetangga lain akan komplain padaku," katanya riang. Tidak ada nada kekha
"Ya ampun sayang, tante kira kamu gak datang. Kenapa gak kabari tante, Lunar sayang," kata tante wenda menyambut kehadiran dan memberiku cipika-cipiki dan memelukku. Seakan dia orang yang paling merindukan dan menyayangiku dimuka bumi ini. Padahal dialah yang paling menantikan kematianku."Tante sangat merindukanmu. Sejak kamu tinggal bersama mamamu. Sudah jarang sekali kita bisa bertemu. Padahal sekarang hanya kitalah yang bisa disebut saudara," katanya lagi. Membuatku muak, tapi kutahan. Aku memasang senyum semanis mungkin. Senyum yang sudah terlatih untuk mengikuti arus orang-orang yang mendekati karena ada maunya. Layaknya seperti tante Wenda sekarang."Lunar juga sangat merindukan tente, tapi Lunar tidak bisa sering-sering keluar. Takut mama dan om Rendi curiga. Lunar yakin mereka sedang merencanakan sesuatu. Tante percaya Lunar kan," kataku dengan s
Serafin kenapa bisa berada disini? Aku sama sekali tidak tahu kalau dia mengenal tante Wenda. Aku mencoba berpikir positif. Mungkin saja Serafin rekan kerja atau kenalan.Mama juga mengatakan jika sudah mengenal keluarga Serafin dari dulu. Bahkan saat aku kecil, aku sering dititipkan pada keluarga Serafin. Bisa saja dari situ keluarga Serafin dan tante Wenda saling mengenal.Pokoknya aku tidak boleh berburuk sangka dulu. Takutnya aku membuat jarak lagi dengan Serafin karena pikiran burukku."Yang tadi siapa?" kata Serafin saat sudah berada di sampingku."Temen," jawabku sekenanya"Fix, gue gak suka dia mulai sekarang. Gue merasa kayak ada aroma-aroma saingan. Cuman kayaknya pesona dia jauh di bawah gue, tapi
Semua mata tertuju padaku dengan tatapan aneh dan menghakimi. Seakan-akan akulah yang benar-benar menaruh racun dan meracuni anak-anak dan semua orang disini."Jangan asal menuduh lebih baik telepon ambulan dan bawa anak-anak ini ke rumah sakit," kata Serafin tegas.Orang-orang langsung menelpon ambulan dan sebagian membagikan susu untuk menetralisir racun.Serafin juga membuka sebotol susu segar dan meminumnya sedikit dan memberikan padaku. Matanya mengisyaratkan untuk aku meminumnya. Sementara dia sendiri hanya meminum sedikit."Susunya aman, kita gak tau siapa yang menyabotase acara ini. Gue hanya ingin lo aman," katanya lembut dan menggenggam tanganku.Tidak lama kemudian ambulan datang dan membawa anak-