Kepulan asap itu berkumpul, sementara akses udara satu-satunya hanya terdapat jendela yang tidak begitu lebar. Dua manusia duduk dengan sikap berlawanan. Tim dengan bahasa tubuh kebapakan, sementara Maddox sibuk menikmati kopi dinginnya dengan nikotin di jarinya. Mendengar Tim berbicara padanya di ruang makan apartemen kecilnya yang sempit, membuat perasaan Maddox menjadi kebas. Perasaan kecewa yang bergejolak di dalamnya ternyata justru berdampak lain saat ini. Maddox kehilangan minat untuk melawan, apalagi membantah. Kali ini, pria itu tidak mengeluarkan kata-kata kasar. Sikapnya tampak tenang dan muncul keinginan untuk menghindar, mungkin menyendiri sementara waktu. Menghela napas panjang, Maddox mematikan rokok di asbak dan berjalan santai ke arah pintu lalu membukanya. “Pergilah, Tim. Akan kuikuti semua perkataanmu tapi tinggalkan aku sendiri.” Wajahnya melukiskan sebuah ekspresi yang sulit untuk dipahami. Tim tampak terkejut hingga lupa bicara selama beberapa detik. Dia ti
Maddox mengangsurkan gelas berisi mojito pada Foxy. Keduanya mengunjungi bar kecil, tempat dirinya biasa menghabiskan waktu menyendiri. “Mojito ini rasanya parah sekali,” keluh Foxy dengan wajah muram. “Setidaknya tempatnya lumayan sepi dan tidak ada gangguan yang menjengkelkan kita!” sahut Maddox terlihat tidak masalah dengan whiskey murahannya. Foxy terpaksa menyesap minuman yang memang ia butuhkan untuk menenangkan diri dari tragedi yang baru saja ia lama beberapa jam yang lalu. “Bagaimana dengan kondisimu? Kau cukup mencurigakan dengan tetap hidup dan tidak terluka, Nona Dawson! Empat manusia mati menggenaskan dan yang tersisa dari korban yang hidup adalah kau. Utuh, tanpa tergores sedikit pun!” Foxy mengerling padanya dan menatap tajam Maddox. Rasanya sulit dipercaya jika kalimat itu terlontar dari mulut detektif yang beberapa detik lalu menunjukkan perhatian padanya. “Kau menuduhku terlibat, Detektif Maddox?” Mata Foxy tampak berkaca-kaca dan bibirnya gemetar. Kilatan emosi
Foxy memberikan keterangan yang cukup mencengangkan dengan ekspresi tampak gugup juga ketakutan. Saat Tim memberikan kesempatan untuk beberapa detektif membantunya menginterogasi, Maddox tidak begitu mengajukan banyak pertanyaan. Setiap mereka menyinggung mengenai tembakan pertama yang Foxy dengar, Maddox melihat jika wanita itu mulai cemas dan gelisah. “Kau ada di dalam kamar mandi, sementara penembakan pertama berlangsung. Dari arah manakah tembakan tadi?” Chris mengajukan pertanyaan itu pada Foxy. “Kalian selalu mengulang pertanyaan yang sama dan seperti tidak bisa mengingat dengan baik!” protes wanita itu dengan wajah tidak suka. “Ini adalah prosedur yang harus kami lakukan, Nona Dawson. Mohon bekerja samalah.” Tim meminta dengan pandangan yang juga kesal. Sebagai pengacara seharusnya Foxy tahu bagaimana proses ini akan berjalan. Dengan sikap yang sedikit malas, Foxy kembali mengungkapkan apa yang terjadi. “Boleh aku mengajukan pertanyaan juga?” tanya Maddox, akhirnya. Tim
[Maaf, Nona Dawson. Maddox adalah satu-satunya orang yang disahkan oleh pengadilan untuk melindungimu] Penolakan Tim membuat Foxy putus asa. “Tidak bisakah kalian mengirim detektif lain? Dia benar-benar menjengkelkan dan tidak sopan!” tegas Foxy, menjelaskan keberatannya. [Ya, dia memang kurang menyenangkan. Tapi percayalah, Maddox bisa menjaminmu untuk tetap bernapas] Kapten itu tidak memberikan pilihan lain, Foxy mengatakan terima kasih dan menutup panggilan dengan wajah merah padam. “Sial!!” pekiknya. Tangannya segera menekan nomor Peter. Aduan yang sama dia sampaikan pada wakil sherriff tersebut. Peter mengatakan akan menggantikan Maddox dengan petugas yang lain, detik itu juga Foxy mulai merasa lega. ** Penjemputan Daniel mendapat pengawalan ketat dan Maddox harus mengikuti mereka hingga menyerahkan tanggung jawab menjaga saksi pada petugas berikutnya. Dari jauh Maddox melihat jika Foxy tampak gugup saat bertemu dengan Daniel. Pemuda tampan yang tidak menyangka akan mendap
Sepagi ini Tim terbangun dengan mata mengantuk. Semalam ia harus begadang untuk mencari siapa orang yang cocok menangani kasus pembunuhan keluarga Harten. Pamela mengecup pipi Tim dan berpamitan untuk berangkat kerja. Dengan malas Tim meraih jam yang ada di nakas dan melihat angka digital yang sudah menunjukkan pukul enam lebih. Rasanya dia tidak sanggup untuk pergi ke kantor dan ingin memutuskan tinggal di rumah hari ini saja. Akan tetapi ketika setelah mencuci muka dan melangkah menuju ruang makan, Maddox sudah ada di sana sedang menyantap sereal dengan surat kabar di tangan. “Pagi, Muller! Untuk ukuran sebuah kasus yang kau tangani sendiri, penambangan yang jelas-jelas meracuni sungai dan merugikan warga mungkin jadi kerjaan menarik untuk mengisi waktu! Aku akan membantumu dengan senang hati!” Tim menuangkan kopi ke gelas lalu duduk sambil menguap berkali-kali. “Kupikir kau akan membahas mengenai kasus Harten,” balasnya dengan lirikan ke arah pria itu. Maddox menurunkan koran
Dengan wajah tidak menyenangkan, Peter meminta Maddox duduk dan Tim pun meninggalkan keduanya. “Prinsipmu sebagai penegak hukum aku hargai, Detektif Xander Maddox. Tapi tindakanmu yang semena-mena dan bertingkah seperti penjagal, membuatku tidak lagi memandangmu dari sisi positif. Kasus Harten akan kuserahkan padamu, dengan satu syarat!” Belum tuntas Peter bicara, Maddox sudah bangkit berdiri. “Tuan Williams, terima kasih atas pujian dan apreisasinya. Tapi aku tidak akan mengambil kasus itu. Tidak perlu bersusah payah memikirkan persyaratan yang akan mengekang dan membatasi gerakanku. Aku tahu apa yang kulakukan dan terima kasih atas waktunya. Selamat siang!” “Aku belum selesai, Maddox!” seru wakil sheriff itu dengan wajah merah padam. Maddox berhenti, namun masih dalam posisi membelakangi Peter. “Aku tidak akan mentolerir sikapmu, Maddox. Jika Tim selalu melindungimu karena unsur pribadi, tapi tidak denganku!” Detekif itu akhirnya berbalik, sementara tidak melepaskan pegangan
Wanita tua yang ramah itu mengatakan pada Maddox dia bisa menggunakan apartemen di sebelahnya kapan saja dia mau. Dengan senyum yang terus terukir di bibir keriputnya, wanita itu menyerahkan kunci pada Maddox. Pria itu mengecup pipi Daisy, nama wanita tua yang baik itu, dan meninggalkan panti jompo bersama Foxy dan Daniel. “Aku tidak tahu jika kau punya teman setua itu,” cetus Foxy, sementara pandangannya tentang Maddox perlahan berubah. Tidak disangka, jika pria angkuh dan selalu bermulut tajam itu bersedia mengurus wanita tua yang tidak memiliki siapa pun untuk memperdulikan dirinya. Daisy bahkan tidak ada hubungan darah dengan Maddox. Foxy juga berhasil mengulik informasi dari petugas yang berjaga di resepsionis. Petugas dengan tampilan kemayu bercerita padanya, bahwa Maddox yang membawa wanita tersebut ke panti jompo. Setiap seminggu sekali rajin mengunjungi Daisy Lambert pada akhir pekan. Inikah sisi lain yang tidak pernah orang ketahui dari seorang Maddox? Seorang pria yan
Hal pertama yang Tim lakukan adalah meminta Maddox datang ke kantor sebelum pukul sepuluh. Dengan hati mendongkol, Maddox tiba di kantor sepuluh kurang lima menit. “Kau tahu betapa repotnya menjadi pengasuh dua orang, sementara harus datang sepagi ini? Perempuan itu tidak bisa memasak dan satu-satunya hal yang paling lihai dia kerjakan adalah mengeluh!” protes Maddox dengan wajah berang. “Hei, Mad! Jangan salahkan aku! Peter yang memanggilmu, bukan aku!” kelit Tim, tidak mau disalahkan. Maddox terdiam dan menghela napas sejenak. Pria itu menoleh ke arah Foxy dan Daniel yang sedang menghadapi Chris. Terlihat jelas Foxy menyukai cara Chris yang begitu sopan menunjukkan simpatinya. “Hei, Lockey!” Jean yang sedang membawa kopi menoleh. “Bisakah kau membawa kedua saksi ke kantormu? Aku ada urusan sebentar!” pinta Maddox. Foxy menunjukkan wajah protes, melotot ke arah Maddox yang tidak peduli sedikit pun dengan ekspresi keberatan tersebut. “Okey!” sahut Jean dan mengajak keduanya ke