“Ada dua perawatan yang dapat diterapkan. Pertama pemasangan ransel verband sebagai penopang. Anda diharuskan untuk istirahat total selama dua bulan dan bahu tak boleh digerakkan.”
Tulang selangka Diras patah. Sebelum Nadhima berhasil meraih Artemis laki-laki itu sudah lebih dulu menyambarnya, lalu terserempet badan truk, kemudian terjatuh. Artemis tak mengalami luka serius. Namun Diras terluka cukup parah. Terutama lengan kanannya yang terasa amat menyakitkan saat digerakkan.
“Metode kedua adalah operasi pemasangan pen. Sehari setelah pemasangan Anda sudah bisa menggerakkan tangan Anda.”
“Lo gak takut operasi, kan?” Kiram yang mendampingi Diras bertanya.
“Enggaklah.” Sejujurnya Diras masih malas menanggapi Kiram. Tubuhnya sakit dan ia mudah merasa kesal. Namun jika ia marah sekarang, Nadhima yang sejak tadi menatapnya khawatir pasti akan semakin merasa bersalah.
Setelah mendengar beberapa penjelasan
“Mama minta maaf karena buat kamu ikut dalam kekacauan tadi.”“Kenapa Mama selalu merasa bersalah. Aku memang anak kecil, tapi Mama gak perlu melindungiku sampai segitunya. Aku paham beberapa hal, dan aku terima semua itu, Mama.”Nadhima terdiam. Apollo paham dan tak masalah disebut anak haram serta menerima hal tersebut.“Itu bukan salah Mama. Yang penting selama ini Mama baik samaku dan Artemis. Gak bersyukur banget kalau aku masih merasa kurang padahal udah punya Mama. Dan gak tau diri banget kalau aku nyalahin Mama.”Yang penting bukan status kelahiran anak tersebut, anak siapa yang dia lahirkan itu, tapi cara orang itu memaknai dan menjalani hidupnya sebagai orang tua. Tak semua orang beruntung mendapat pernikahan yang layak. Memiliki hubungan yang normal. Sekuat apa pun ia telah berusaha.Dan lagi apa salah anak itu sampai dilabeli "haram". Saat ia sendiri tak tahu kenapa ia berada di dunia ini. Saat ia bel
“Ma, aku mau pamitan sama Om dulu,” seru Artemis langsung menghambur menuju pintu. Miss Harisson yang baru masuk hampir saja diseruduk oleh Artemis.“Hati-hati, Sayang, kau bisa menjatuhkan seekor banteng dengan kecepatanmu itu.”“Maafkan aku, Miss Harisson.” Gadis itu menghilang secepat kilat.“Dia sangat bersemangat. Kecepatan penyembuhan anak-anak memang mengagumkan.” Miss Harisson mendatangi Nadhima yang sedang berkemas, bersiap-siap untuk pulang. “Mau pergi ke mana dia bersemangat sekali begitu?”“Dia mau ke kamar sebelas, Miss Harisson. Mereka jadi akrab sejak tadi pagi.” Anak-anak memang sangat mudah akrab. Ditambah lagi kalau orang tersebut adalah penyelamatnya yang ramah dan menyenangkan.Miss Harisson menatap penuh rasa ingin tahu. “Apa dia seperti yang kupikirkan?”“Seperti yang kau pikirkan apa?” Nadhima masih sibuk memilah-milih pakai
Sejak kembali dari rumah sakit Artemis terus bertanya kapan mereka akan menjenguk Diras. Semalam Nadhima bisa beralasan jangan menggangu orang yang sedang beristirahat. Namun hari ini ia tak bisa. Apalagi mengingat percakapan antara Artemis dan Diras semalam.“Jadi Om mau pulang besok? Yah... cepat banget sih?” Wajah Artemis menekuk lucu. Bibirnya mencebik.Terdengar suara tawa dari panggilan yang di-loudspeaker. Nadhima sengaja menyuruh begitu. Agar ia bisa memantau isi percakapan anaknya dan pria itu. Pria yang telah membuatnya tak bisa tidur akhir-akhir ini.“Kamu kok gak senang Om sudah sembuh? Malah berharap Om di rumah sakit terus.”“Bukan gitu, Om. Aku senang banget Om udah sembuh. Tapi nanti aku gak bisa ketemu Om lagi dong. Aku kan pengin main bareng Om lagi.” Suara Artemis terdengar agak manja. Dan sukses membuat Apollo jijik mendengarnya.“Gak tahu malu. Jangan manja-manja sama orang asi
“Hati-hati kalau jalan,” peringat seorang bocah laki-laki yang menabrak Apollo.“Kau yang sengaja menabrakku. Berhati-hatilah kalau bertindak.” Apollo lewat begitu saja.Bocah laki-laki tadi menghentikan Apollo. “Sengaja? Ini baru namanya sengaja.” Didorongnya Apollo sampai terjatuh. Mereka bertiga tertawa.“Ayo, adukan kami ke ayahmu!” ucap bocah kurus dengan gigi depan yang baru tanggal.Anak lain yang berambut keriting menambahi, “Kau tak punya ayah, hm?”“Kasihan. Bagaimana bisa seorang anak tak punya ayah?” Anak yang mendorong Apollo tadi mengajak teman-temannya pergi.Apollo menatap mereka satu per satu. Entah siapa lagi mereka. Banyak sekali orang yang ingin mencari gara-gara dengannya. Hanya karena dia adalah si genius yang tidak punya ayah. Rasa iri anak-anak lain disalurkan dengan mengejek kekurangan yang dimiliki Apollo.“Kau tidak apa-apa?”
“Aku gak peduli!” Vanilla menyapu semua barang-barang di meja riasnya, membuatnya jatuh berhamburan ke lantai. “Masa gitu aja gak bisa sih?” “Diras gak mau, jadi kita bisa apa,” jelas Valentino pada adiknya. “Ya, Kakak bujuk dong. Dia kan teman Kakak. Papa juga gampang banget nyerahnya. Jangan-jangan Papa ngomong sesuatu yang buat Kak Diras marah, makanya dia nolak.” Vanilla memegangi tangan kakak laki-lakinya. “Ayo dong, Kak, bilang sama Kak Diras lagi. Dia pasti mau. Aku udah sabar banget nunggu dia selama ini. Aku gak bisa nunggu lagi. Dan—“ Kata-kata Vanilla terhenti. “Ini gak mungkin karena pelacur itu. Mereka gak ada hubungan apa pun kan? Kakak udah cari tahu kan?” Valentino sudah menyelediki tentang Nadhima. Sejauh ini yang dia dapat hanya ibunyalah yang membuat wanita itu bisa berada di Singapura. Mengenai ayah dari kedua anak Nadhima, Valentino belum mendapat hal apa pun. Dan yang pasti, Nadhima tak dekat dengan seorang pria pun selama tujuh tahun in
“Mama ada yang mau membeli lukisanku,” jerit Artemis begitu masuk. Gadis itu menubruk tubuh Nadhima lalu memeluknya erat.“Lukisan dari pameran itu?”“Iya.” Artemis melepas pelukannya, lalu duduk di kursi meja makan. “Mrs. Leong bilang orang itu sudah tertarik sejak pertama kali melihatnya. Tapi karena aku tak ikut lagi, dia berpikir lukisannya sudah terjual.” Ia tersenyum senang. “Kukira tak ada yang ingat.”Bukankah orang yang tertarik dengan lukisan Artemis adalah Diras?“Siapa yang mau membelinya? Apa Om Diras?” tanya Nadhima.“Bukan. Pembelinya ingin dirahasiakan. Dia hanya menyuruh orang suruhannya datang. Besok aku akan menemui Mrs. Leong untuk proses transaksi. Mama juga ikut kan?”“Tentu saja. Tapi kenapa Mrs. Leong tak memberi tahu apa pun pada Mama?”“Nanti katanya Mrs. Leong akan menelepon Mama.” Wajah Artemis beruba
“Hei, kiddo, kamu gak apa-apa?” “Jangan panggil aku kayak gitu,” Apollo kembali menjerit. “Oke.” Bocah itu sedang marah, Diras tak ingin mengganggunya. “Kenapa Om terus ngikutin saya?” tanya Apollo setelah beberapa menit. “Om kan ke sini buat nemuin kamu. Makanya Om ngikutin kamu.” Apollo masih cemberut sambil memandangi Diras. “Om ke sini buat tanding sama aku kan? Ayo kita lakuin.” Ia ingin semuanya lekas selesai. “Benar, tapi sebelum itu kamu ikut Om ke suatu tempat dulu.” “Ke mana?” tanya bocah itu curiga. “Kamu ikut saja.” “Aku gak mau.” Diras merasa geli. “Gak akan aneh-aneh. Kamu juga gak akan nyesal ikut Om.” “Percaya diri banget. Aku gak yakin bakal suka tuh.” Apollo menyombongkan diri. “Kalau gitu kamu harus ikut dulu, baru tahu suka atau enggak kan.” Apollo sadar dirinya sudah kalah. Kalau masih tetap menolak, dia akan tampak payah. “Kamu bisa pasang sabuknya?”
Setelah minuman datang dan diam beberapa waktu, Valentino mulai buka suara."Saya tahu tentang malam itu.""Malam apa?" tanya Nadhima dengan suara tenang. Namun tidak begitu di dalam."Soal liburan kamu ke Landon tujuh tahun yang lalu."Jantung Nadhima semakin bertalu-talu. Ia belum tahu arah pembicaraan Valentino, tapi firasatnya buruk mengenai hal ini."Diras gak ada cerita apa-apa, jadi saya gak tahu sekarang apa yang bakal kalian lakukan." Pria itu memijat pelipisnya frustrasi. Awalnya ia memang tak mendapat informasi apa pun tentang hubungan Diras dan Nadhima, baru beberapa hari yang lalu ia mendapat laporan Nadhima sempat liburan ke Landon di waktu yang bersamaan dengan Diras. Diras jelas menginap di hotel Kiram. Namun tak ada yang tahu Nadhima berada di mana malam itu. Baru saat Kiram mabuk dan membeberkan tentang gadis asing yang menghabiskan malam dengan Diras tujuh tahun lalu, ia