Share

5. Dia Bukan Wanita Bayaran

London, Inggris

"Akh, kenapa ini?" Nadhima bangun dengan kepala seperti akan pecah. Tubuhnya berat dan bergoyang-goyang ingin tumbang. Matanya terbuka sedikit dan melihat sekeliling. Perlahan ia ingat semalam menginap di sebuah kamar yang bagus. Pandangan Nadhima turun dan ia terkaget. "Ini..." Selimut yang ia kenakan telah jatuh hingga ke pinggang, mempertontonkan bagian depan tubuhnya yang tak menggunakan apa-apa.

Mendadak Nadhima diserang rasa takut. Dia tak ingat melepas pakaiannya. Atau mengapa tubuhnya dipenuhi bekas merah yang aneh. Dengan sisa tenaga yang masih dipunya Nadhima turun dari ranjang. Ia seketika kaku melihat tubuhnya di cermin. Sebuah pemikiran buruk terlintas di kepalanya.

Enggak mungkin.

Lekas ia mencari kopernya dan memakai pakaiannya. Di tengah aksinya mengenakan baju Nadhima mendengar suara air dari kamar mandi.

"Orang itu masih di sini." Matanya membelalak. Secepat kilat Nadhima menarik barang-barangnya dan meninggalkan kamar.

***

Diras keluar dari kamar mandi dan tak menemukan lagi wanita semalam. Pakaian tidurnya masih ada, lantas ia pergi ke mana?

Diras melihat pintu lemari yang sedikit terbuka.

"Sial."

Jadi wanita itu pergi dan meninggalkannya seorang diri? Namun kenapa ia melakukan hal itu. Apa ia memang diperintahkan langsung pergi begitu selesai melakukan tugasnya?

Diras merasa pening. Rasanya sungguh aneh saat ia terbangun pagi tadi dan dikejutkan dengan adanya seorang wanita cantik di sampingnya. Serta semua kenangan malam tadi yang menyerbu masuk.

Pipi Diras memerah, masih tak percaya ia melakukan hal tersebut dengan wanita asing. Namun anehnya dia tak membencinya. Dan wanita itu juga...

"Sh*t... Dia perawan." Tiba-tiba Diras mengingatnya. Dilihatnya pula seprai tempat tidur yang acak-acakan dan kembali mengumpat. Bercak merah itu menguatkan ingatannya semalam. Dipungutnya kembali pakaiannya. Begitu selesai berpakaian Diras langsung menghubungi Kiram.

Kiram dapat wanita itu dari mana? Masa iya wanita itu dipaksa untuk melayaninya? Bukan tak sedikit gadis-gadis polos yang diculik atau ditipu untuk melayani pria hidung belang.

Pria hidung belang? Itukah dirinya sekarang?

"Halo," jawab sebuah suara serak khas bangun tidur.

"Lo di mana b*ngs*t?"

"Wah, wah, apa ini. Santai dong, man. Gimana semalam?" Terdengar suara tawa geli Kiram. "Kalau lo baru telepon pagi ini berarti sukses dong ya."

"Gue udah teleponin elo dari semalam."

"Oh, jadi gagal dong. Jadi lo usir cewek itu? Sayang banget padahal dia tipe lo banget."

"Sekarang bukan itu masalahnya. Lo punya kontak cewek itu gak?"

Suara Kiram terdengar ceria. "Kalau gitu berhasil dong. Gimana---"

"Jawab aja lo punya apa enggak!"

"Enggak. Gue cuma berkomunikasi sama Madame Baudelaire."

"Cepat hubungi Madame lo itu dan minta kontak si cewek."

"Hahaha... Lo sesuka itu---"

"Cepat!" amuk Diras.

"Ah, iya, iya."

Diras teringat satu hal. "Apa Madame lo itu suka nyulik anak untuk dijadikan perempuan bayaran?"

"Lo ngomong apa. Madame Baudelaire emang bukan orang suci. Dulunya dia aktris Perancis biasa dan sekarang cuma pemilik rumah bordir, tapi dia gak nyulik siapa pun. Cewek-cewek itu yang datang sendiri sama dia. Lo dapat pikiran gitu dari mana?"

"Cewek itu langsung pergi begitu bangun."

"Dia pergi?" Kiram terdengar kaget.

"Apa emang cewek-cewek, ekhem," Diras merasa malu mengucapkannya, "kayak gitu langsung pergi habis... Ya, ngelakuin tugasnya?"

"Enggaklah." Kiram masih terdengar serius. "Gue bakal hubungi Madame."

Diras menjatuhkan diri ke atas kursi setelah Kiram memutuskan sambungan telepon. Selang beberapa saat pria itu menghubunginya lagi.

"Sial*n, man. Cewek itu bukan perempuan yang gue pesan. Cewek yang seharusnya bareng elo kecelakaan. Gak parah sih. Cuma karena hujan taksinya agak meleng dan nabrak separator. Dia gak jadi datang. Cewek yang bareng elo malam tadi bukan perempuan bayaran."

Diras merasa udara di sekelilingnya menyurut. "Terus dia siapa? Kenapa dia ada di kamar gue?"

"Ah, itu..." Setelah beberapa saat mengembuskan napas dan mendesah tidak jelas, Kiram menjelaskan apa yang terjadi semalam.

"Gimana bisa lo seceroboh itu? Lo bahkan gak nanyain dia benar orang Madame Baudelaire atau bukan. Lo..." Diras menahan geram. "Ah, si*l*n. Pokoknya lo cari cewek itu sekarang juga!"

"Sorry. Sebelum ngeliat dia gue dapat telepon dari Madame cewek itu udah mau sampe. Gue juga gak ngerti kenapa langsung berpikir dia orangnya. Mungkin karena dia mirip banget sama ciri-ciri yang gue sebutin ke Madame. Dan Madame bilang dia punya satu cewek Asia yang sesuai dengan deskripsi itu."

"Ah, terserah deh. Cari aja cewek itu."

Diras melempar ponsel dan memijat kepalanya.

Apa yang telah ia lakukan pada seorang gadis polos. Wajar saja jika ia lari ketakutan setelah bangun pagi ini.

***

"Karena gue pikir dia orangnya Madame dan kamar itu pun kamar elo, cewek itu gak ngisi formulir check in. Jadi data dirinya gak tersimpan."

Ingin sekali Diras meninju wajah sahabatnya itu. Kini mereka berada di restoran hotel.

"Tapi cewek itu sepolos apa kok mau-mau aja dibawa ke kamar. Seharusnya kan dia mikir, mana bisa sembarangan masuk kamar hotel tanpa check in."

Itulah yang Diras takutkan. Gadis itu sepolos apa. Mungkinkah dia belum pernah menginap di hotel sebelum ini?

"Jangan cari-cari alasan buat nyalahin dia. Ini semua elo yang salah. Bisa-bisanya lo bersikap sesuka hati. Emangnya ini hotel bokap lo apa?"

"Tapi ini emang hotel bokap gue," sahut Kiram polos.

Diras berdecak dan langsung mengganti topik. "Jadi maksud lo kita gak akan bisa nemuin dia?"

"Gitu deh. Kecuali lo bisa secara ajaib nemuin data diri dia." Kiram menyodorkan sebuah laptop. "Ini rekaman CCTV yang nangkap cewek itu."

Diras menyaksikan dengan saksama saat seorang gadis masuk ke lobi hotel dan menuju meja resepsionis, tak lama Kiram datang, lalu si gadis pergi dengan Albert, salah satu pegawai resepsionis menuju lift. Kemudian rekaman berganti di saat gadis itu masuk kamar dan berganti lagi saat ia berlari terbirit-birit keluar kamar esoknya.

"Ini rekaman pagi ini?"

"Iya. Dia benar-benar ketakutan. Tapi sayangnya nih cewek jalannya nunduk terus." Gadis itu memang kelihatan sangat kikuk. Jalannya tampak tidak percaya diri dan ragu-ragu. "Mukanya gak terlalu jelas keliatan. Susah pasti nemuinnya. Lo sendiri ingat jelas mukanya gak?"

Diras ingat apa-apa saja yang terjadi. Tapi wajah gadis yang tampak sayu setengah sadar itu buram dalam ingatannya. Hal lain yang dia ingat adalah rasa terluka dan kebutuhan untuk dihibur. Gadis itu tampak sedih dan butuh pelampiasan.

"Bisa-bisanya gue ngelakuin itu," gumam Diras. "Ram, lo tahu rumah yang bagus di sini?"

Kiram terlihat penasaran. "Buat apa?"

"Gue mau tinggal di Landon untuk sementara."

"Serius? Gara-gara cewek ini?" Kiram kelihatan jelas tak percaya.

"Iya."

"Tapi kenapa? Lo sepeduli itu sama dia?"

Diras menatap tajam sahabatnya. "Mungkin aja dia bakal balik lagi ke sini, kan?"

"Atau malah gak akan pernah balik lagi."

"Ya. Dia mungkin trauma dengan kejadian ini." Memikirkan ia membuat trauma seorang gadis membuat perut Diras bergejolak. "Tapi kalau ada kondisi yang gak bisa dihindari, dia mungkin bakal nyari gue lagi di sini."

"Hamil maksud lo?"

"Ya. Jadi gue bakal nunggu dua."

***

Sincerely,

Dark Peppermint

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status